Bagian Enam

29 6 2
                                    

Koridor kelas masih sepi. Kaia berjalan tak semangat menuju kelasnya. Ia masih memikirkan kejadian kemarin saat dirinya membuat Daffa sangat marah. Ia bingung bagaimana meminta maaf dari seorang Daffa Arya Ghossan yang ia kenal sangat keras kepala. Kaia terus memikirkan cara mendapatkan maaf dari Daffa sampai ia tak mendengar namanya di panggil seseorang. Kaia baru sadar saat orang tersebut menarik tangannya.

"Loe kenapa Kai, dari tadi gue panggil nggak ada respon, ada masalah?" tanya Sakhi berturut-turut. Kaia tak menjawab ia malah menunjukkan wajah nelangsanya di depan sahabatnya. Tentu Sakhi langsung khawatir melihatnya.

"Ada apa? loe nggak papa kan?" tanya Sakhi lagi. Kaia kembali tak menjawab ia malah menarik lengan Sakhi masuk ke dalam kelasnya dan mendudukannya di kursinya.

"Gue udah buat kak Daffa marah" aku Kaia. Sakhi diam hanya menaikkan alis kanannya menunggu cerita kelanjutan sahabatnya.

"Kemaren waktu kak Daffa ke rumah, gue seret dia keluar hujan-hujanan gitu kayak di film India, trus dia marah sama gue, bahkan dia bilang makin benci sama gue Sa" jujur Kaia. Sakhi menghela nafasnya.

"Ya pantes kak Daffa marah, loe kan tahu dia benci sama hujan"

"Trus gue harus gimana Sakhi?" tanya Kaia memelas. Sakhi terlihat berfikir keras. Tak lama ia tersenyum manis, mungkin ia telah menemukan ide untuk membujuk kakaknya. Kaia yang melihat senyum sahabatnya langsung antusias menantikan ide Sakhi.

"Kak Daffa kan suka kue stroberi, suap aja pake itu" saran Sakhi. Kaia langsung memeluk sahabatnya tanda terimakasih.

Dapur yang biasanya bersih kini terlihat noda di mana-mana. Alat masak pun berserakan dan terlihat kotor. Kaia tak mempedulikan semuanya, ia hanya fokus pada kue buatannya. Kue stroberi kesukaan Daffa yang akan menjadi suap supaya Daffa tak lagi marah dengannya karena masalah yang Kaia buat. Ini pertama kalinya ia memasak, ia tak yakin akan rasanya.

"Ya Allah Kaia, kenapa berantakan banget?" tanya Tamam yang baru masuk dapur. Kaia tak menjawabnya, ia hanya tersenyum manis merayu kakaknya supaya tak marah. 

"Apa itu?" tanya Tatam lagi yang kini dengan nada riang. Tangannya terulur berniat menyentuh kue Kaia. Namun Kaia langsung menampik kasar tangan kakaknya.

"Ini buat kak Daffa" jawab Kaia judes.

"Udah buat dapur gue kotor, tapi kuenya buat Daffa, bersihin semua!" dumel Tamam diakhiri perintah dan berlalu dari dapur yang sangat kotor. 

Kaia melangkah riang ke pelataran rumah mewah yang terlihat klasik namun tak kuno. Tangan kirinya membawa kue buatannya untuk Daffa.

Tepat di depan pintu utama tangan kanan Kaia mengetuk pelan pintu di depannya sambil berucap salam. Tak berapa lama Kaia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Sakhi membuka pintu.

"Waalaikumsalam, Kaia?" ucap Sakhi senang. Kaia tersenyum senang pula.

"Kak Daffa?" tanya Kaia langsung pada intinya. Sakhi menepuk keningnya.

"Aduh Kai, gue belum ngomong ya kalo kak Daffa pergi?" Sakhi malah bertanya balik.

"hah kok pergi, kemana emang?" tanya Kaia cemberut.

"yang gue tahu sih ke Jalan Melati nomor 30 (jalan fiksi)  deh, maaf banget ya Kai gue bener-bener lupa" jawab Sakhi.

"Udahlah nggak papa, udah kejadian ini, oke gue pergi ya" ucap Kaia kembali semangat. Sakhi mengangguk singkat. Kaia pun langsung bergegas menuju alamat yang Sakhi sebut. Hari telah petang saat Kaia sampai di jalan Melati nomor 30.

Alhamdulillah bisa upload lagi. Maaf y pendek lagi.

Salam dari penulis amatir
Indria

Sahabat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang