Bagian Tujuh

14 4 0
                                    

Seorang laki-laki bertudung berlari kencang di gang sempit di Jalan Melati nomor 30. Di belakangnya seorang berjaket kulit, Daffa, tengah mengejarnya dengan sekuat tenaga. Meski banyak karton bekas yang menghalangi lari mereka namun tak mengurangi semangat keduanya. Sampai laki-laki bertudung itu berbelok ke kiri.

Di tengah kegelapan Daffa melihat seseorang berdiri di depan sang sempit tempat ia kehilangan seseorang yang ia kejar. Mengira seseorang itu adalah targetnya Daffa langsung berlari kencang dan memeluknya erat. Dua detik kemudian Daffa memejamkam matanya rapat karena silau lampu ponsel yang mengarah ke wajahnya.

"Kak Daffa?" tanya Kaia riang. Daffa yang mengenal suara cempreng itu membuka matanya dengan paksa.

"Kaia?" tanya Daffa tak percaya.

"Ah......  kak Daffa peluk Kaia" teriak Kaia senang. Daffa yang mendengarnya langsung melihat kedua tangannya yang memang tengah memeluk tubuh Kaia. Sontak ia langsung melepaskan dirinya dari Kaia. Matanya langsung Daffa alihkan kemana pun selain wajah Kaia.

"Ih kak kok dilepas" protes Kaia mengarahkan kembali ponselnya yang ia jadikan sebagai senter ke wajah Daffa. Kontan kelopak mata Daffa kembali menutup rapat.

"Kaia matikan ponselmu" teriak Daffa marah. Kaia pun langsung menurut mematikan senter di ponselnya.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Daffa mulai tenang. Kaia menunjukkan kantong yang berisi kue stroberi buatannya sepaket dengan senyuman manis ala Kaia Luvena Maysun.

"Tadi Kaia ke rumah tapi Sakhi bilang kak Daffa nggak ada di rumah, Sakhi bilang kakak di sini jadi Kaia ke sini deh, Kaia mau minta maaf soal yang kemaren" jelas Kaia.

"Sekarang kamu pulang" perintah Daffa tegas. Kaia menggeleng cepat hingga membuat rahang Daffa mengeras karena menahan amarah.

"Kak Daffa bahkan belum terima kue stroberi buatan Kaia yang Kaia buat khusus buat kak Daffa masa harus pulang" ucap Kaia sedih. Daffa yang mendengarnya dengan cepat mengambil kantong kue yang Kaia bawa.

"Sekarang pulang" Daffa kembali mamerintah. 

Kaia terus memberikan alasan supaya ia terus bersama dengan Daffa, kali ini dengan alasan Daffa belum memakan kue buatannya. Tak banyak kata Daffa langsung memakan kue stroberi yang rasanya cukup lumayan di lidah Daffa. Daffa lalu kembali menyuruh Kaia pulang. Dan Kaia kembali memberi alasan, kali ini dengan alasan Daffa belum memberi maaf padanya. Daffa menghela nafas panjang menghadapi gadis remaja di hadapannya.

"Baiklah saya memaafkanmu, sekarang kamu pulang, tidak ada alasan apa pun lagi, pulang atau saya tidak akan bicara denganmu sampai kapan pun" ucap Daffa panjang. Kaia membeku ditempatnya, pasalnya Daffa baru kali ini berbicara panjang dengannya. Tak sadar senyum Kaia terbit dengan cantiknya. Daffa sekilas terpesona akan senyuman itu namun ia langsung mengalihkan perhatiannya.

"Saya menyuruhmu pulang palang tersenyum" ucapa Daffa kasar. Kaia mengubah mimik wajahnya menjadi cemberut.

"Em..... sebenarnya kak, Kaia nggak punya uang lagi karena habis buat perjalanan, jadi Kaia bingung" aku Kaia malu-malu. Pupil mata Daffa membesar mendengar ucapan jujur Kaia. 

Mobil BMW hitam melaju santai di jalan protokol. Daffa diam dikursinya fokus menyetir tak menengok sedikit pun ke kursi penumpang. Sedangkan Kaia dikursi penumpang tengah senyum-senyum tak jelas. Pasalnya baru kali ini ia naik mobil Daffa. Kaia bahkan tak mempedulikan wajah Daffa yang terlihat kesal di sampingnya.

"Em... kak, kenapa kak Daffa benci hujan?  padahalkan hujan seperti sahabat kak, saat kita sendiri hujan selalu menemani dengan rintiknya yang ramai, bahkan hujan merendam tangisan kita dan menyamarkan air mata kita" tanya Kaia membuka suara.

"Karena hujan merenggrut seseorang yang aku sayangi, kedua orangtuaku meninggal kecelakaan saat hujan" jawab Daffa datar, suaranya seperti tak memiliki nyawa. Seakan nyawanya tengah menghilang ikut pergi bersama kedua orangtuanya. Kaia yang menyadari kesedihan Daffa langsung mengubah ucapannya menjadi manja dan centil khas dirinya.

"Baru bawa kue aja Kaia udah dapat pelukan plus tumpangan, apa lagi kalo Kaia juga bawa kopi hitam, mungkin Kaia bakal dapat ciuman" ucap Kaia tak tahu diri. Ucapan Kaia berhasil membuat Daffa kembali seperti semula terlihat dari pandangan Daffa yang terlihat marah. Dan kaia malah membalasnya dengan senyum manis.

"Kamu tuh nggak tahu diri banget yah, udah membuat pembunuh kejaranku lagi, sekarang berharap mendapatkan ciumanku lagi" umpat Daffa.

"Siapa? pembunuh?" tanya Kaia takut.

"Iya, tadi aku bukannya sengaja memelukmu tapi berniat menangkap pembunuh bertudung dan bercadar hitam itu, dia bahkan bukan cuma pembunuh tapi seorang pembunuh psikopat, itu yang kakakmu katakan" ucap Daffa. 

"Maka dari itu lebih baik kamu berhenti mendekatiku, karena pekerjaanku berbahaya" lanjut Daffa.

"Kak Daffa khawatir ya sama Kaia" goda Kaia yang langsung mendapatkan tatapan tajam Daffa. Kaia pun hanya mampu diam ditempatnya. Padahal jantungnya telah berdetak dua kali lipat dari biasanya  karena terlalu senang. Ia sangat senang bahwa Daffa sebenarnya mengkhawatirkannya.

Alhamdulillah bisa up lagi. Maaf ya kalo lama. Aku butuh saran dari kalian nih tentang ceritaku ini, tolong di bantu yah.

Salam dari penulis amatir
Indria

Sahabat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang