Bagian Lima

37 5 0
                                    

Ruangan berdominasi cat putih terlihat berwarna. Sang pemilik ruangan yang tengah bahagia membawa suasana berwarna di kamar milik Kaia. Kaia sangat senang karena Daffa akan ke rumahnya, walau sebenarnya dia akan menemui kakaknya namun Kaia tetap merasa senang karena akan bertemu dengannya. Kesenangannya bertambah saat langit mulai menurunkan rintik-rintik hujan.

Kaia memoles wajahnya minimalis untuk menyambut kedatangan Daffa. Ia tak mau terlihat dewasa jika terlalu berlebihan saat memoles wajahnya. Apa lagi Daffa sangat membenci wanita yang berlebihan terhadap dandanannya. Setelah selesai ia keluar dari kamarnya dan menuju dapur.

Seperti biasa saat turun hujan Kaia akan meminum coklat panas kesukaannya. Hari ini pun sama ia membuat segelas coklat panas untuknya dan secangkir teh untuk kakaknya. Terlihat Tamam tengah duduk di meja kerjanya yang berada di ruang tamu. Karena rumah yang Kaia dan kakaknya tinggali tak begitu besar alhasil satu ruangan digunakan untuk dua kebutuhan.

"Teh kak" ucap Kaia meletakan secangkir teh di meja kerja kakaknya. Tamam mengalihkan perhatiannya dari yang awalnya fokus ke komputer menjadi fokus ke adiknya.

"Terimakasih adikku sayang" ucapnya lalu kembali fokus ke komputernya. Namun baru beberapa detik Tamam kembali melihat sang adik yang terlihat berbeda.

"Kamu dandan?" tanya Tamam. Kaia hanya menganggukkan kepalanya menjawab kakaknya.

"Mau kemana? sekarang kan lagi hujan"

"Nggak kemana-mana kok kak, kan mau nyambut kedatangan kak Daffa yang gantengnya nggak ketulangan itu"

"Tahu dari mana kamu?" tanya Tamam lagi.

"Dari sumber yang terpercaya dong" jawab Kaia dan melangkah ke kursi tamu dan meletakkan coklat panasnya di meja. Belum sempat Kaia duduk ia mendengar bel rumah berbunyi. Senyum bulan sabitnya langsung terbit dengan cantiknya mengira Daffa yang datang. Dengan semangat Kaia berlari dan membuka pintu untuk tamu yang datang. Dan benar saja Daffa datang dengan jaket hitam yang sedikit basah terkena air hujan.

"Kak Daffa" panggil Kaia girang. Kedua tangannya terangakat berniat memeluk Daffa, namun Daffa lebih sigap ia langsung menghindar dari pelukan Kaia. Kaia yang tak dapat pelukan hanya mampu cemberut di tempatnya berdiri.

"Udah sampe? masuk gih!" perintah Tamam yang berdiri di belakang Kaia. Kaia bergeser sedikit memberikan ruang untuk Daffa masuk. Daffa masuk dengan tergesa-gesa dan langsung menarik Tamam ke dalam kamarnya. Sedangkan Kaia ikut mengejar mereka sambil memanggil nama Daffa.

"Kak Daffa" panggil Kaia sambil berlari menuju kamar kakaknya. Namun terlambat Daffa telah berhasil mengunci kamar sahabatnya dari dalam.

"Ih kak Daffa buka pintunya, masa Kaia di tinggal sendiri, kak Daffa" panggil Kaia sambil terus mengetuk pintu kamar kakaknya.

Kaia duduk di depan kamar Tamam masih terus mengetuk pintu tanpa ada yang berniat membukanya. Suaranya terus terdengar memelas meminta dibukakan pintu. Sedangkan di dalam Tamam dan Daffa tengah serius membicarakan kasus yang tengah Daffa tangani.

"Menurutku pelakunya tak memiliki niat untuk mencuri atau merampok terbukti dari barang-barang berharga korban yang tak hilang" ucap Tamam. Daffa menganggukkan kepalanya yakin.

"Dari semua korban yang terbunuh merupakan anak dengan kepribadian menyenangkan dan bisa di bilang memiliki banyak teman benar?" tanya Tamam memastikan.

"iya bisa di bilang begitu, dari keluarga para korban pun terlihat sangat harmonis jadi tidak mungkin para korban memiliki masalah dengan sang pelaku" ucap Daffa.

"Dan notes yang selalu di tinggal sang pelaku itu menjadi misteri khusus buatku" lanjut Daffa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Notes? kamu nggak pernah cerita" proses Tamam.

"Jadi di setiap ada koban baru selalu ada notes kecil bertulikkan 'terimakasih'" terang Daffa.

"Kalo menurutku sih pelakunya merasa senang dan tenang jika sudah membunuh terbukti dari notes 'terimakasih' yang ditinggalkan sang pelaku, bisa di bilang pelakunya seorang psikopat" Tamam mengutarakan pendapatnya.

"Trus aku harus bagaimana Tam, apa pun alasannya dia tetap sang pembunuh".

Masih asik membicarakan kasus Daffa mereka mendengar sebuah teriakan Kaia dari luar. Tamam yang merasa khawatir langsung bangkit dari kasurnya dan keluar melihat keadaan adiknya. Daffa pun ikut berlari mengikuti Tamam dari belakang. Saat pintu telah terbuka dan dua makhluk tampan itu keluar Kaia langsung menarik lengan Daffa keluar. Ternyata teriakan itu adalah tipuan Kaia supaya bisa bersama Daffa.

Air hujan langsung mengenai tubuh Kaia dan Daffa saat Kaia berhasil menarik keluar Daffa. Kaia melepaskan lengan Daffa dan merentangkan kedua tangannya berputar menikmati setiap tetes air hujan yang jatuh ke tubuhnya.

"Ini sangat menyenangkan kan kak Daffa?" tanya Kaia. Kaia menikmati hujan yang turun sampai tak sadar wajah Daffa telah mengeras menahan emosi.

"Apa yang kamu lakukan?" teriak Daffa marah. Kaia langsung menghentikan aksinya mendengar teriakan amarah Daffa. Dengan takut Kaia berbalik melihat wajah marah Daffa. Di sisi lain Tamam baru keluar dan melihat amarah sahabatnya. Kaia tak bisa mengeluarkan kata-kata karena ia baru mendengar amarah orang yang ia sukai.

"Aku bertanya padamu, apa yang kamu lakukan?" sekali lagi Daffa berteriak marah.

"Maaf" hanya kata maaf yang keluar dari bibir Kaia.

"Kamu tahu aku sangat membenci hujan, tapi mengapa kamu melakukan ini?" tanya Daffa masih dengan suara kerasnya.

"Maaf" sekali lagi hanya kata maaf yang dapat Kaia ucapkan.

"Sekarang bukan hanya hujan namun aku juga semakin membencimu" ucap Daffa. Tamam yang melihatnya tak tega dan langsung menghampiri adiknya.

"Daff, Kaia hanya main-main, kamu tak usah seserius itu lah" Tamam membela adiknya. Kaia memeluk kakaknya erat. Tamam pun mengelus sayang punggung Kaia.

"Tapi adik kamu sudah keterlaluan Tam"

"Aku tahu, Kaia kan sudah minta maaf"

"Sudahlah lebih baik aku pulang, kamu pasti akan terus membela adikmu walau dia salah" putus Daffa. Ia pun masuk dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya semula. Kaia masih sempat memanggil nama Daffa namun Tamam menyuruhnya masuk.

Ini udah lumayan panjang kan. Bab ini udah mulai ada konflik ya.
Aku lupa bilang kalo ini bukan novel yang panjang ini cuma novelet yang hanya ada beberapa bab.
Kalo kalian meninggalkan banyak jejak di cerita ku aku rencananya mau kasih cast pemainnya. Jadi tinggalkan jejak dengan vote atau komen yah.

Salam dari penulis amatir
Indria

Sahabat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang