Bagian Delapan

18 3 0
                                    

Mobil BMW milik Daffa memasuki halaman rumah sederhana tempat tinggal Kaia bersama kakaknya. Kaia masih diam di kursinya walau mesin mobil telah Daffa matikan. Kaia masih ingin berlama-lama dengan Daffa. Namun Daffa sepertinya tak memiliki niatan yang sama dengan Kaia. Terlihat dari tatapannya yang seakan menyuruh Kaia turun dari mobilnya.

"Kak Daffa nggak mampir dulu?" tawar Kaia. Daffa dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dengan berat hati Kaia keluar dan membiarkan mobil Daffa melaju meninggalkan pelataran rumahnya. Seketika kaki Kaia berlari masuk dalam rumahnya saat mengingat pembunuh psikopat yang menjadi buruan Daffa yang sempat menjadi obrolan mereka di perjalanan pulang.

"Kak Tamam......... " panggil Kaia langsung masuk ke dalam kamar Tamam.

"Apa sih dek, kamu baru pulang?" Tamam harus rela bangkit dari kasur empuknya dan duduk di sana dikarenakan teriakan adiknya.

"Itu nggak penting kak, kenapa kakak nggak cerita tentang pembunuh psikopat yang kak Daffa incar?" tanya Kaia marah.

"Kamu tahu dari mana dek?" Tamam menjawab pertanyaan adiknya dengan pertanyaan pula. Kaia semakin marah karena kakaknya tak menjawab. Tamam yang merasakan kemarahan adiknya hanya bisa pasrah.

"Untuk apa kakak cerita sama kamu, nggak akan membantu, malah membahayakan kamu Kai" aku Tamam.

"Tapi Kaia juga nggak mau Kak Daffa ada apa apa kak, pokoknya Kaia mau ikut mau nangkap pembunuh psikopat itu, titik" putus Kaia penuh penekanan. Tamam menghela nafasnya. Ia pasrah dengan apa yang akan adiknya lakukan karena jika adiknya telah menginginkan sesuatu maka tak ada yang bisa merubahnya termasuk dirinya. Tamam pun dengan lemas menganggukkan kepalanya.

"Oke, sekarang kalian mencurigakan siapa? em... maksud Kai siapa pelaku yang kalian curigai?" tanya Kaia memulai kerjasamanya menangkap pembunuh psikopat itu. Ia ikut duduk di kasur Tamam. Tamam tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya lemah.

"Maksud gelengan itu apa? ya Allah jangan bilang kalian belum tahu? kalian beruntung punya Kaia yang cerdas ini" Kaia malah heboh sendiri, bahkan sempat menyombongkan dirinya. Tamam tak suka akan kesombongan adiknya diperlihatkan dengan tatapan matanya yang seakan mengejek. Namun Kaia tak mempedulikannya.

"Jadi kak Tamam, setahu Kai seorang psikopat itu suka menyendiri, dan dia biasanya punya masalah sama keluarganya, istirahat kerennya adalah broken home, jadi kita cari orang yang seperti itu" Kaia memulai aksinya.

"Kaia Luvena Maysun adikku yang cerdas, berapa lama kita mau cari orang yang menyendiri dan punya masalah sama keluarga, memang hanya satu dua orang apa?" Tamam kesal akan penjelasan adiknya yang sangat universal. Sejenak Kaia berfikir. Dan Kaia setuju dengan kakaknya, banyak orang yang suka menyendiri dan punya masalah dengan keluarganya.

"Oke, di mana dia melakukan aksinya?" tanya Kaia.

"Yang kakak tahu sih semua pembunuhan itu di lakukan di Kampung Delima (kampung fiksi) pinggir kota" jawab Tamam.

"Selama ini apa yang kalian dapatkan selama penyelidikan?" tanya Kaia lagi.

"Daffa bilang dia hanya tahu tinggi badannya sekitar 178 cm dan jejak sepatu sekitar 20 cm, itu saja" jawab Tamam. Kaia diam dan mencoba mengingat sesuatu.

"Ah jadi menurut Kai pelakunya adalah dari Kampung Delima yang suka menyendiri dan punya masalah dengan keluarganya dengan tinggi sama dengan kakak dan ukuran sepatu 20 cm" Kaia mengakhiri analisanya.

"Oh ya Kai inget, dia punya mata yang sipit" celetuk Kaia yang membuat Tamam kaget.

"Kamu pernah melihatnya?" tanya Tamam cemas.

"Tadi pas Kai mau ngasih kue stroberi buatan Kaia buat kak Daffa di Jalan Melati Kai nggak sengaja berpapasan dengannya saat dia lagi lari dari kejaran kak Daffa" jelas Kaia yang membuat Tamam bertambah khawatir padanya.

"Apa dia melihat wajahmu?"

"Kayaknya sih nggak, dia berlari sangat cepat bahkan mungkin tak menyadari berpapasan denganku" ucap Kaia. Tamam menghembuskan nafas lega.

"Ya udah kita harus cari orang itu sekarang kak" usul Kaia.

"Sekarang udah malem Kai, besok aja" saran Tamam. Awalnya Kaia ingin proses namun apa yang dikatakan kakaknya memang benar. Ditambah Kampung Delima cukup jauh dari tempat tinggalnya. Akhirnya Kaia menurut dengan usulan kakaknya kali ini. 

Alhamdulillah bisa up lagi, mumpung hari minggu. Segoma nggak mengecewakan kalian. Aku minta sarannya dong. 

Salam dari penulis amatir
India

Sahabat Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang