"Ojo mbok pandengi ae. Abapono ben gelem metu sikile." (Jangan kamu lihat saja. Ditiup biar keluar kakinya)
Gadis kecil dengan rambut sepundak lantas memperhatikan gerakan anak lelaki yang sama-sama jongkok di hadapannya. Seekor keong dipegang, dengan kedua jari menjapit tempurung. Diangkat, mendekatkannya ke depan mulut. Gadis manis yang menemukan keong itu masih memperhatikan.
"Terus diapakne, Mas?" (Lalu diapakan, Mas?)
Anak lelaki membuka mulut. Uap dalam mulut ia keluarkan pelan, hingga bau sayur nangka sisa sarapannya tadi tercium oleh hidung gadis manis tersebut.
Begitu dua kali uap mulut mengenai keong yang bersembunyi, kaki hewan bertempurung tersebut bergerak keluar. Anak lelaki langsung menurunkan keong, hingga hewan berwarna cokelat dengan corak pekat itu berjalan. Si gadis girang.
"Wes tangi, Mas. Gelem mlaku!" (Sudah bangun, Mas. Mau jalan)
"Iyo lah. Mambu jangan tewel paleng." (Iya. Bau sayur nangka mungkin)
"Iyo paleng. Aku yo mambu, Mas. Ra enak blas!" (Iya paling. Aku juga kecium baunya. Nggak enak sama sekali). Keduanya lantas terkikik.
"Wes yo, tak tinggal ra popo? Aku arep muleh. Ngko digoleki mbokku lek aku dolan adoh." Anak lelaki berdiri dari jongkok. (Sudah ya, aku tinggal nggak apa-apa? Aku mau pulang. Nanti dicari ibuku kalau main jauh)
"Omahmu ndi to, Mas?" (Rumahmu mana, Mas?)
"Adoh. Wes, tak muleh. Awakmu yo ndang muleh, ngko diculik wong edan. Kalungmu ojo diketokne loh." Anak lelaki yang empat tahun lebih tua tersebut memperhatikan kalung si gadis. Akhir-akhir ini rawan penjambretan. Bahkan teman sekelas pernah bercerita ibunya dijambret saat memakai kalung emas di pasar.
(Jauh. Sudah, aku mau pulang. Kamu juga cepet pulang. Nanti diculik orang gila. Kalungnya jangan dikeluarkan loh.)
"Yo tak kandakne pakku to, lek wong edane wani nyulik aku." (Tak laporin bapakku, kalau orang gilanya berani culik aku) tantang si gadis yang menyembunyikan raut khawatir. Cepat-cepat ia menyembunyikan kalung emas berbandul huruf R di balik kerah kausnya.
"Jenengmu sopo?" tanya anak lelaki yang mengulurkan tangan pada gadis yang sekarang ikut berdiri menyamainya. (Namamu siapa?
"Rana. Lek sampeyan sopo, Mas?" (Kalau kamu siapa?)
"Yuda."
_________________________
Uhuy... baru prolog, masih jauh. Pemanasan lah, biar licin masuknya. Astagfirullah....
Jadi, kisah ini akan mengulas Ande-Ande Lumut versi modern. Bukan reinkarnasi ya, apalagi keturunannya. Tapi, pasti ada tambah dan kurang adegan yang diperlukan nanti. Nggak sama persisi kayak dongeng. Semoga terhibur. Dan, mohon dukungannya.
Keong di sini entah namanya keong apa kelomang. Pokok dia ditiup dulu baru kakinya keluar dan mau jalan. Banyak dijual kok. Malah sekarang dikasih warna-warni tempurung dan ada rumah buatan juga. Suka dijual di pasar malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu
RandomIa tidak ingin orang menganggapnya berbeda, hanya karena status keluarga. Bekerja dan tinggal di luar rumah adalah pilihan Yuda, anak seorang kyai yang tak ingin dianggap istimewa. Segala cara ia lakukan agar terhindar menjadi bagian lebih penting d...