"Untuk yang sayang dan cinta sama Jimin dan Seolbin."
______________________________
Kedua matanya terpejam untuk mencoba merangkai kenangan-kenangan yang pernah tercipta di setiap detik. Membawanya semakin jauh dari dunia nyata, lebih memilih tinggal dalam khayalan yang benar-benar semu.
Tak ada pilihan yang harus dia ambil, seperti hidup ditengah-tengah samudra. Kau bisa saja dimakan ikan jika nekat untuk berenang, tetapi kau juga akan mati jika tetap berdiri tanpa melakukan apapun.
Selama ini Jimin begitu tahu bahwa pilihan yang selalu dia ambil akan menyakitinya pada akhirnya, namun tetap dia lakukan walau berakhir dengan kehilangan.
Satu persatu keping hatinya turut hilang seiring berjalannya waktu. Tidak ada nama yang bisa dia temukan lagi, untuk dia sebut dikala mimpi buruknya datang.
Karena Seolbin membawa semuanya pergi. Tak ada sisa yang bisa dia ambil untuk dijadikan kenangan, seakan semua akan terasa salah jika dia memaksanya tinggal. Egois adalah sifat yang dimiliki seorang Jimin. Namun, keegoisan tersebut yang membuatnya kehilangan Seolbin.
Setetes air matanya mengalir saat mengingat raut wajah ceria Seolbin, tidak ada kesedihan yang terpancar darinya kala itu. Hubungan mereka sungguh indah yang membuat siapapun akan iri dibuatnya.
Kedua matanya pun terbuka dengan perlahan dan menemukan dirinya kembali disini. Di tempat dimana dia dan Seolbin menghabiskan waktu bersama. Jimin merebahkan dirinya diatas ranjang dan melempar pandangannya kearah jendela.
Hari ini hujan turun dengan lebat. Tetapi tidak sampai membuat jalanan licin untuk dilewati pejalan kaki. Setidaknya mereka tidak harus khawatir dan berjalan dengan tenang tanpa takut tergelincir.
Jimin membayangkan Seolbin muncul dihadapannya, membuat kepalanya dipenuhi dengan nama Seolbin dan tanpa sadar menyebut nama Seolbin ditengah lamunannya.
"Seolbin..."
"Jimin..." jimin bisa membayangkan suara Seolbin yang memanggilnya. Karena dia pikir lamunannya sudah terlalu jauh hingga telinganya bisa mendengar suara yang dirindukannya.
"Jim...." namun Jimin tidak percaya dengan apa yang dia dengar untuk kedua kalinya, tidak mungkin dia berhalusinasi setinggi itu. Jika bukan dalam batas kewajaran, lalu apa dia sudah mulai gila ?
Jimin bangun dari tidurnya dan merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Beberapa saat dia hanya terdiam tak beraksi apapun, namun kesedihan tiba-tiba melanda jiwa dan raganya.
Jimin percaya ini tidak mimpi atau halusinasinya. Ini nyata, sungguh nyata.
Fakta bahwa dia bisa memegang tangan tersebut membuat Jimin tak kuasa membendung air matanya. Takdir begitu senang mempermainkan dirinya, kenapa harus dirinya yang merasakan kehilangan sesakit ini ?
"Kau kembali."
***
Seokjin tahu jika pertemuan Seolbin dengan Jina membuat wanita itu kembali mengingat masa lalunya. Masa kelam dimana Seolbin sungguh ingin melupakannya namun dipaksa harus mengingatnya lagi.
Seokjin menghentikan laju mobilnya dan menatap kembali Seolbin yang terdiam sejak tadi. Seokjin menghembuskan nafas kasar dan menatap kearah belakang dimana Jiseol tengah tertidur lelap.
"Kau yakin dengan keputusanmu" mendengar pertanyaan Seokjin membuat Seolbin kembali dari lamunannya.
"Kau bisa saja menemuinya dan mengatakan selamat tinggal. Namun, aku tidak bisa menjamin bahwa hatimu akan merelakan semua ini. Jujurlah, kau masih mengharapkan Jimin untukmu, kan ?" Seokjin menatap serius Seolbin membuat wanita itu salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth About Love [TAMAT]
FanfictionKepingan hatinya sudah jatuh tak bersisa, pedihnya luka kini tak dapat dirasa lagi. Seolbin hanya mengenggam 0,0001% harapan yang diberikan oleh Park Jimin agar bisa tetap bertahan di tengah ombak yang mulai sedikit demi sedikit menenggelamkannya. A...