#DAM 6

191 14 17
                                    

Disya menghentak-hentakkan kakinya sembari berjalan keluar dari rumahnya, bahkan sarapan paginya pun tidak bisa ia nikmati dengan tenang. Sedari tadi ia menggerutu dengan kesal. Membuat beberapa pelayannya pun heran dengan sikap aneh majikannya.

Saat sudah sampai di depan rumahnya, ia melebarkan kedua matanya, tidak percaya saat melihat orang yang berada di hadapannya. Laki-laki dengan pakaiaan serba hitam, berkumis dan tak lupa dengan kacamata hitamnya sedang berdiri menantinya.

"Selamat pagi, nona Disya! Saya diperintahkan oleh tuan Tristan untuk menjemput anda," beritahu orang itu dengan senyum ramah.

Disya yang sedari tadi kesal, akhirnya bisa tertawa geli karena keberadaan laki-laki tersebut. Ada-ada saja kelakuan orang ini.

"Kenapa nona Disya tertawa? Apakah ada yang salah dengan saya?" tanya laki-laki itu sembari memerhatikan penampilannya. Tidak ada yang salah dengan itu. Semuanya perfect.

Disya menghembuskan nafasnya pelan usai tertawa puas, "Tidak ada," jawabnya ketus.

"Baiklah nona, kalo begitu sebaiknya kita berangkat sekarang. Tuan Tristan sudah menunggu anda," kata laki-laki itu sembari membukakan pintu mobil untuk Disya.

Disya hanya mendengus pelan, memutar kedua bola matanya malas, setelah itu ia masuk ke dalam mobil.

Laki-laki itu tersenyum hangat, pada pelayan Disya. Kemudian masuk menyusul Disya ke dalam. Mobil mewah bermerek Marcedes-Benz tersebut pun melaju keluar dari pekarangan rumah Disya.

"Gimana saya hebat, kan? Nona Disya?"tanya laki-laki itu sembari membuka kacamata dan kumis palsunya kemudian menoleh ke arah Disya yang sibuk memainkan ponsel sambil mendumel tidak jelas.

Refleks Disya menatap tajam ke arah laki-laki di sampingnya, "Lo, gila!" ketusnya.

"Yah, mau gimana lagi dong. Namanya juga usaha mau jemput pacar. Gue juga nggak pengen kali nyamar seperti ini hanya untuk datang ke rumah lo. Tapi yah mau gimana lagi, kita udah terlahir sebagai musuh juga." jelas Gio setelah itu menghela napas panjang.

Disya membuang napas kasar, "Besok-besok lo bakal nyamar jadi apa lagi?" tanyanya sinis, masih menatap Gio yang fokus dengan jalanan di depannya.

Gio melirik ke arah Disya kemudian tertawa geli, "Lo ngarep gue jemput lagi?" tanyanya setelah itu ia menaik-turunkan kedua alisnya, mencoba menggoda Disya.

Disya mencibir pelan, ia salah menanyakan hal itu. Bukannya terlalu mengharap hanya saja ia ingin tahu bagaimana penyamaran Gio kedepannya, tetap menjadi tukang gojek, pengawal atau ganti profesi menjadi tukang sampah? Mungkin saja, bukan.

"Maksud gue bukan gitu, cepat atau lambat orang rumah akan curiga sama penyamaran lo!" Damprat Disya mulai kesal.

"Yah, itu terserah lo. Lo mau gue ngapain?" tanya Gio lagi, ia tersenyum jahil sambil menaik turunkan kedua alis tebalnya lagi.

Disya tersenyum lebar, lebih tepatnya tersenyum jahat, ia menatap tajam ke arah Gio, kemudian menepuk pelan pipi kiri Gio. "Gue mau lo nggak usah jemput gue lagi, yah?" desisnya tajam.

Gio tersenyum merekah, tangannya juga mengusap pelan pipi Disya, tapi pandangan matanya hanya menatap lurus jalanan. Tidak peduli dengan Disya yang sudah mempeloloti dirinya. "Yah, nggak bisa gitu dong. Masa Tristan bebas jemput lo, Gue nggak! Itu nggak adil namanya, sayangku," ucapnya dengan lembut.

Disya mendengus kesal. Bagaimana lagi harus menjelaskan bahwa Gio dan Tristan itu jelas berbeda. Gio hanyalah pacar yang terikat karena perjanjian gilanya sedangkan Tristan adalah pacar sesungguhnya yang terikat dengan perasaaannya.

Dia Adalah MusuhKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang