Malam ini, aku duduk di sudut ruangan kamar seorang diri, terasa begitu hampa.
Tatapanku yang kosong meratapi langit-langit kamar.
Entah apa yang aku perhatikan.
Begitu banyak derai air mata jatuh dari pelupuk mata, hampir tak terbendung lagi.
Semua ingatan masalalu yang begitu menyakitkan tiba-tiba timbul ke permukaan.
Semua kisah kelam datang bertubi-tubi sambil memaki.Aku tidak kuat lagi.
Rasanya aku ingin sekali mati.
Tiba-tiba, terbersit pikiran untuk bunuh diri saja.
Apa aku tidak takut untuk mati? Pikirku.
Diriku spontan menjawab tentu saja aku takut.
Tapi, hanya itu caraku untuk meninggalkan semua penderitaan yang merundungku.Pikirku lagi "Lagipula, apa artinya aku tetap hidup seperti ini? Jelas-jelas tiada yang perduli."
Semuanya meninggalkanku, tidak ada satupun yang tinggal untuk melerai tangisku.
Lantas bagaimana dengan orang-orang di sekitarku?
Apa mereka tidak mau mendengarkanku?
Ha... ha... ha...Apa kataku tadi? Mendengarkanku?
Apa yang kuharapkan dari mereka?
Tentu saja tidak mungkin mereka melakukan itu.
Yang mereka tahu, hanya dirinya sendiri.
Untuk apa membuang waktu untuk hal yang tidak penting sepertiku.
Jelas saja mereka itu hanya datang jika membutuhkanku.
Disamping itu, mereka tidak perlu mengingat aku.Mengapa aku sangat pesimis dengan hal itu?
Apakah sudah kucoba untuk berbagi rasa?
Ya tentu saja. Beribu cara sudah kucoba.
Tapi mereka selalu meninggalkanku begitu saja.
Ketika aku mencoba kepada yang lain, polanya tetap sama saja.
Mereka selalu duduk diam berpura-pura mendengarkan, seolah mereka turut merasakan segala penderitaan.
Berpura-pura berempati.
Tapi setelah itu tidak ingat lagi.Sudah cukup!
Aku lelah sekali.
Aku tidak tahan menanggung segala beban ini sendiri.
Aku mohon, tinggallah.
Dengarkan aku.
Tolong aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depresi
Historia CortaAku juga ingin bahagia, tapi aku rasa aku tidak akan pernah menerimanya.