R ~ Enam

6.5K 182 3
                                    


Lexa berjalan tergesa menuju dapur asrama dengan pikiran yang kacau. Tentu saja itu karena kehadiran Dylan yang entah bagaimana bisa masuk ke kamarnya yang awalnya terkunci. Apa lelaki itu bisa menembus dinding?

Lexa menggeleng guna menepis kekacauan pikirannya. Ia melangkah menghampiri showcase di sudut dapur asramanya, kemudian mengambil dua kaleng soda dari sana. Tak ketinggalan, satu toples kue kering diambilnya secara acak dari atas meja makan dapur. Setelah itu, Lexa kembali ke dalam kamarnya.

Ketika Lexa membuka pintu kamar, Dylan sedang duduk di kursi belajarnya sambil menekuni ponsel di tangannya. Ia mendongak menatap Lexa saat pintu kamar ditutup.

"So, gimana kamu bisa masuk kamarku? Aku inget banget kamarku masih terkunci saat aku masuk." ujar Lexa, berjalan mendekat pada Dylan, lalu mengulurkan soda dan meletakkan toples kue di meja belajarnya.

"Your friend let me in. Cewek dengan rambut pixie, teman kamu, kan?" Dylan menjawab sembari membuka kaleng soda yang diulurkan Lexa.

"Chelsea." gumam Lexa, ikut membuka kaleng soda dalam genggamannya.

"You serious?"

"Kenapa nggak?" Lexa sudah akan meneguk soda di tangannya.

Dylan beranjak dari duduknya, meraih kaleng soda di tangan Lexa. "Bukannya soda nggak baik untuk kesehatan, terutama buat cewek?" Kaleng soda itu sudah berpindah ke tangan Dylan.

Kenapa juga lo harus peduli sama kesehatan gue? Lexa bertanya dalam hati. Ia ingin protes pada Dylan soal kaleng soda, tetapi urung karena Dylan yang tengah meneguk habis isi kaleng soda lebih menarik untuk ia amati.

Lelaki dengan rambut cokelat gelap itu terlihat seksi di mata Lexa. Suara yang dihasilkan tenggorokan Dylan ketika menghabisi isi kaleng soda membuat Lexa menggelengkan kepala, menepis pikiran kotor yang mulai menjarah isi kepalanya. Iris cokelat terang lelaki itu menatap entah ke mana, lalu gerakan tangan Dylan yang menyapu bibirnya setelah meneguk habis isi kaleng soda—semua itu benar-benar membuat isi kepala Lexa dipenuhi pikiran kotor. Melompat ke pangkuan Dylan dan menikmati sisa soda pada bibir Dylan adalah di antaranya.

"Kenapa lihatin aku kayak gitu?" tanya Dylan, meletakkan kaleng soda di atas meja.

"Kayak gimana?" Lexa menjawab spontan.

"Kayak kamu bener-bener haus." sahut Dylan, memberi intonasi berbeda pada kata haus.

Ya, Lexa memang haus saat ini. Setidaknya, batin liar sialannya yang haus.

"Aku nggak pa-pa. Kamu ada apa ke sini?" Lexa beringsut menjauh, memilih duduk di sofa yang tadi ditempati Dylan.

"Mama minta kamu ikut arisan di kantor. Dia," Dylan menghela napas, "ingin ngenalin kamu ke teman-temannya sebagai ... calon istriku."

Lexa melongo untuk sejenak. Hal ini semakin serius. Mama Dylan sepertinya tidak main-main dengan tindakan konyol Dylan. Ya Tuhan! Batin Lexa meringis.

"Jam berapa?" tanya Lexa, menoleh pada jam dinding di kamarnya.

"Jam 9 nanti, tapi mama mau ketemu kamu sekarang. Kamu nggak lagi sibuk, kan?"

"Sebenarnya aku mau transfer uang dulu. Tapi nggak pa-pa, kita bisa berangkat sekarang."

"Okay, great." ucap Dylan sembari mengulas senyum.

"Oke. Bisakah kamu keluar sekarang? Aku mau ganti baju."

"Ganti baju aja. Kan tadi aku— emm... maksudku, kamu bisa ganti baju di sini, dan aku bisa berbalik. Aku nggak akan ngintip, deh." Dylan berkata, lalu memutar kursi belajar Lexa, duduk membelakangi gadis itu. Selagi memberi Lexa waktu untuk berganti baju, ia menatap foto empu kamar ini yang terpajang di atas meja belajar. Dalam foto itu, Lexa bersama seorang lelaki tampan. Ada tulisan tangan di bawahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Boss Kissed MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang