Sepertinya hari ini adalah awal dari kisah kasih di masa putih abu-abu. Pasalnya, ini hari Reza memasuki masa yang katanya indah ini.Semoga saja benar-benar indah.
Reza berjalan menyusuri koridor kelas. Masih cukup sepi. Entah dia yang terlalu berangkat pagi ataupun memang mereka yang kesiangan. Reza tak ambil pusing dengan itu.
Sembari menunggu upacara bendera, Reza lebih memilih duduk di taman belakang. Kebetulan dia belum mengenal siapapun di sini.
Pikirannya berkelana jauh. Mengingat bagaimana kehidupannya selama ini. Seringkali ia mengeluh, tapi lagi lagi dewi batinnya seolah menguatkan. Memberi semangat agar tak mengeluh.
Hanya ditemani gemerisik daun yang jatuh di tanah, Reza cukup tenang di suasana seperti ini.
Tanpa terasa sekolahnya sudah ramai oleh siswa. Terbukti indra pendengarnya terusik oleh suara bising.
Ia berjalan ke koridor sekolahnya, mereka tampak ceria, tidak sepertinya yang penuh pikiran.
Netra Reza menubruk ke arah siswi dengan dandan sederhana. Dia cewek kemarin saat di rumah sakit. Reza ingat betul wajahnya. Nampaknya dia ceria sekali, dilihat juga seperti tidak ada beban. Reza pikir cewek tersebut cukup mudah berbaur ke sekitar dengan sifatnya yang ramah.
Ah manusia, selalu menilai seseorang tanpa mereka teliti sebelumnya. Tanpa mengenal kepribadiannya. Mereka menilai hanya dengan pandangan sekilas.
Bisa saja yang terlihat baik itu baik. Begitu pula sebaiknya.
Suara di tengah lapangan sudah menggema. Mengintrupsi seluruh siswa untuk segera berbaris.
Terik mentari begitu menyengat. Dengan terang terangan sebagian siswa mengeluh.
"Panas banget," ujar Anindita.
Di samping, Reza menoleh. Dia baru sadar, ternyata sosok yang ia temui beberapa waktu lalu ada di sampingnya.
Tangan Reza bergerak mengambil sapu tangan di sakunya.
"Ambil!" titahnya.
Anindita menatap wajah Reza yang ada di dekatnya.
"Ah iya terima kasih. Kamu yang waktu itu di Rumah Sakit kan?"
Reza mengangguk dan tersenyum kecil.
Anindita ikut tersenyum, ternyata dia tidak salah. Jika salah ya tentunya Anindita malu, dikiranya sok kenal lagi.
"Aku Anindhita," kenalnya.
Reza menjabat tangan gadis di sampingnya. "Reza," ujarnya.
Selepas mereka berjabat tangan, keduanya kembali khidmat melaksanakan upacara. Bisa bisa dihukum jika ketahuan ngobrol.
Selepas upacara dibubarkan, seluruh siswa berhambur untuk pergi ke kelasnya masing-masing. Kebetulan, kelas sudah dibagi pagi tadi lewat pengumuman di mading. Jadi siswa tak bingung lagi dengan pembagian kelas.
Reza berjalan santai menuju kelasnya, sesekali ia menyapa, tersenyum kecil, ke siswa lain.
"Oy, kenalin gue Kevin. Lo?"
Reza sedikit berjingkat kaget, namun dengan segera ia menetralisirnya.
Sosok di sampingnya ini merangkul bahunya seolah sahabat lama. Padahal kenal saja tidak. Baiklah, Reza tak masalah dengan itu, justru dia suka mempunyai teman baru. Setidaknya dia tak kesepian.
"Gue Reza."
¤¤¤
Di dalam kelas X Ipa 3, suasana kelas sedikit berisik. Mereka berbicara dengan intonasi yang cukup keras. Di tempatnya, Reza hanya menghela napas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Happiness
Teen Fiction"Tak selamanya tirta amarta itu jernih" Syahreza. Laki-laki yang penuh kasih sayang, yang selalu bisa membawa kehangatan bagi semua orang. Tetapi tidak untuk dirinya. Menurut pandangannya, dunia itu keruh dengan segala derita yang tercipta. Tak ada...