Perkenalan

923 21 0
                                    

Bau tanah basah menyeruak masuk kedalam kamar, karena jendelanya tidak ku tutup. Sekarang aku berdiri di depan jendela, memandang keluar yang sedang turun hujan dengan satu tangan memegang teralis jendela, tangan yang lain memegang secangkir susu cokelat hangat yang aku bikin sendiri.

Harusnya malam ini aku tidak ada di sini, di dalam kamar, tapi di perkemahan sabtu minggu, di sekolahku. Harusnya aku sedang bakar api unggun, menyanyi ria dengan teman-teman pramuka ku. Tapi sayang, Ayah aku melarang, dia bilang untuk saat ini aku harus fokus dengan Ujianku dulu.

Tapi syukur lah, aku tidak jadi pergi berkemah. Karena kalau jadi, aku pasti akan kehujanan di luar sana, apalagi hujannya deras, angin cukup kencang juga, tenda pasti porak poranda, api unggun sudah pasti tidak ada. Dan bisa aku tebak, kalau sudah begini, mereka pasti akan lari ke dalam kelas untuk berteduh dan tidur disana. Kemah macam itu tidak asyik.

Bicara kemah, aku paling suka. Aku jadi ingat perkemahan paling berkesan beberapa tahun lalu. Perkemahan paling romantis dan bikin baper bagiku. Perkemahan yang sangat mengocok perasaanku waktu itu. Aku ingin membaginya malam ini denganmu. Tapi sebelum itu, mungkin baiknya aku perkenalan diri dulu, bagaimana?

Tapi sebelum itu, biar aku tutup dulu jendela karena angingya sangat kencang, udara dingin dari luar masuk semua. Aku tutup kacanya, tapi hordennya aku singkab biar tetap bisa melihat rintik hujan yang jatuh.

Tapi, aku seruput dulu susu hangatku sebelum berkenalan.

Baiklah, Namaku Pradya Muda Kirana. Biasa temanku memanggil Kirana. Kalau kamu mau, bisa panggil saja aku Kirana. Tidak usah nama lengkap, nanti kepanjangan. Aku perempuan, tinggi 155 cm. Kenapa? Pendek? Ini sudah standar untuk perempuan Asia Tenggara. Jadi jangan bilang aku pendek.

Sekarang kelas XII IPS 1 di salah satu SMA di Jakarta. Jangan tanya alamat rumah, karena aku tidak mau bilang. Takutnya nanti kamu datang ngapelin aku.

Aku beri gambaran sedikit tentang rumahku. Rumahku cetnya warna putih, sudah mau pudar, begitu juga pagar besinya. Ada jendela yang dilapisi teralis. Dua kursi dan satu meja ditengah pada bagian teras. Halamanya lumayan, bisa parkir dua sampai tiga mobil. Atau empat kalau bisa, asalkan jangan sampai menabrak pot-pot bunga kesayangan mendiang Ibu yang sampai saat inipun Ayah masih rawat.

Oh iya, ada ayunan kayu juga di depan rumahku yang sudah ada disana sejak aku masih kecil. Dulu aku sering duduk di sana dengan Ayah, melihat mendiang Ibu menyiram bunga.

Jadi, kalau kalian lihat ciri-ciri rumah seperti itu, bisa dipastikan itu rumahku.

Yang tak kalah penting, teman-temanku bilang aku ini baby face. Tolong catat, baby face, bukan babi face. Aku tidak mau kamu keliru.

Aku adalah pramuka sejati. Ayahku pramuka, mendiang Ibuku pramuka, aku pramuka, kami semua pramuka. Apa kamu pramuka juga?

Baiklah aku lanjut perkenalan. Aku tidak mau terlalu banyak mendeskripsikan kepribadianku, aku mau kalian saja yang menilai dari ceritaku, yang pasti, aku ini baik hati dan tidak sombong, rajin, suka menolong, sopan, bertanggung jawab, amanah, disiplin, berani, setia, de-el-el.

Itu baru setengahnya, selebihnya kalian sendiri yang memahami. Pokonya semua sikap yang diajarkan di pramuka, aku terapkan dalam kehidupan aku sehari-hari, karena aku pramuka sejati.

Aku berdarah blasteran. Ayah Jawa, Ibu Sunda.

Kalau dulu orang Jawa dan orang Sunda tidak boleh bersatu, itu salah. Litah saja orang tuaku. Bahkan setelah Ibu meninggal waktu aku kelas 5 SD, Ayah masih setia menduda sampai sekarang aku kelas XII.

Mungkin, sifat setia yang ada dalam diriku diwariskan oleh Ayah. Aku juga mewarisi sifat orang jawa yang lemah lembut dari Ayah. Meskipun kalau kesel, kadang aku teriak-teriak.

Aku juga mewarisi kecantikan gadis sunda dari Ibu. Aku bukannya narsis atau sok cantik. Tapi memang begitulah kenyataanya. Kenyataanya setiap perempuan pasti cantik. Memangnya ada perempuan yang tampan? Atau laki-laki yang cantik? Mungkin?

Apa aku sudah cerita kalau aku ini anak tunggal?.

Jadi aku ini adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Joko Darmanto dan Ibu Lilis Sulistianingsih.

Sama seperti aku yang menemukan cinta di buper, mereka juga saling jatuh cinta di buper. Entah mereka yang ikut-ikutan aku atau aku yang ikut-ikutan mereka. Yang pasti aku bukan plagiat.

Jadi, sejarah awal munculnya aku di planet ini adalah cerita Ayah dan Ibu yang saling jatuh cinta di buper, semakin lama semakin sering bertemu, semakin akrab, semakin dekat, sampai akhirnya mereka menikah. Dan lahirlah sesosok gadis yang imut nan lucu seperti aku setelah satu tahun usia pernikahan mereka.

Sayang, Ibu harus pergi dengan cepat. Saat aku kelas 5 SD, Ibu meningal setelah makan bakso di warung langganan kami. Tapi Ibu memang sudah divonis sakit kanker dua tahun yang lalu sebelum kami bertiga makan bakso bersama, yang ternyata itu jadi kebersamaan kami yang terakhir.

Cukup, aku tidak mau terus bersedih. Nanti, diatas sana Ibu juga akan ikut sedih.

Lanjut, mengenai perkenalan, apa aku sudah mengenalkan kucingku?

Kucingku namanya Joli. Jenis kucing kampung. Bulunya hitam dan putih. Dulu aku bertengkar dengan Ayah waktu memutuskan nama untuk kucingku. Aku bilang kasih nama Blacky saja, tapi Ayah memaksa untuk beri nama Kitty. Aku sudah bilang tidak cocok karena kucingnya laki-laki. Tapi Ayah keras kepala dia tetap panggil Kitty. Untung Om Harno, teman Ayah, datang bertamu, dia usul kalau kucing itu dipanggil Joli saja. Dan akhirnya kita berdua setuju.

Joli ini singkatan dari nama orangtuaku. Joko dan Lilis. Nama itu juga pernah dia usulkan pas waktu aku larih ke dunia ini. Tapi untung Ayah tidak memakai idenya. Kalau sampai iya, bisa-bisa namaku sama dengan nama kucingku.

Ngomong-ngomong, si Joli ini dulu aku temukan didepan rumah sedang mengeong-ngeong seperti kelaparan. Keadaanya cepat-cepot, yang sepertinya dia habis kecemplung di got depan rumahku.

Karena aku kasihan lihat si Joli kecil yang mungkin terpisah dari Ibunya saat pergi belanja ke pasar atau apa, jadi aku bawa saja masuk ke rumah. Aku rawat dia dengan sepenuh hati, seperti malika si kedelai hitam yang juga dirawat sepenuh hati seperti anak sendiri oleh si petani.

Akhirnya si Joli sekarang dapat tumbuh seperti kucing seusianya tanpa kekurangan satu apapun. Aku bahkan merasa timbangannya naik satu bulan belakangan ini.

Baik, sekarang lalu apa?

Hobi? Apa kamu bertanya hobi? Kalau iya, aku akan menjawabnya dengan senang hati.

Hobiku sekarang adalah memikirkan dia yang membuat perkemahan selalu terasa mendebarkan. Dia yang selalu aku cari keberadaanya di setiap perkemahan, dia yang membuat jantungku berpacu lebih cepat seperti saat lomba lari di sekolah saat pelajaran olahraga, tapi beda, kalau lomba lari, habisnya aku pasti ngos-ngosan dan tidak mau lagi. Tapi kalau dengan dia, aku seperti kehabisan nafas hanya dengan melihat matanya dari jarak yang dekat, tapi aku mau terus seperti itu.

Kalau kamu tanya kesukaanku apa?, kesukaanku sebelum bertemu dia banyak. Suka makan bakso, minum susu cokelat, suka jajan cilok, suka nonton film yang sejarah perjuangan, atau yang tentang pahlawan, suka lupa ngerjain pr, suka tidur siang, dan masih banyak lagi.

Tapi setelah aku bertemu dia di perkemahan terbaper waktu itu, kesukaanku bertambah banyak. Pokonya semua yang kita lakukan berdua, aku suka.

Termasuk melamun? Iya. Asalkan berdua, bersamanya, aku suka.

Baik, sekarang aku akan ceritakan bagaimana si dia yang selalu membuat buperku menjadi baper. Meskipun tidak semuanya, tapi begitulah intinya, jadi mari kita mulai.

****

Makasih buat yang udah mampir dan sempetin baca 😙

Cinta di BuperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang