Bab 2

323 11 0
                                    

Mumpung ada waktu luang, saya publikasi ulang bab ini dengan sedikit perbaikan, sedikittttt sekali, nggak sampe mengubah cerita secara keseluruhan. Karena lagi-lagi ada yang kurang sreg di hati setelah baca ulang.

Mau bilang makasih sama yang sudah vote, karena kalau boleh mengartikan, saya anggap itu sebagai tanda suka. Ya.. walaupun ngevotenya nggak sengaja 😝. Makasih juga buat yang memasukkan Cinta di Buper ini ke daftar bacaan. Karena kalau boleh mengartikan, saya anggap itu berarti kamu bukan yang dekedar mampir, tapi mau mengikuti perkemahan ini hingga akhir. Akhirnya, selamat membaca! Hati-hati typo berserakan.

***

Kak Rani masih saja berbicara ketus kepadaku. Kesalahanku yang menghilang dan tidak ikut upacara, lalu tidak sengaja merobohkan tenda, tidak akan pernah bisa dimaafkan Kak Rani. Sebenarnya masalah terbesarnya adalah yang aku sendiri tidak pernah lakukan. Kalian pasti tahu. Iya, karena Kak Alan menyukaiku.

Aku yang sedang duduk merumput di depan tenda, lalu di hampiri oleh seseorang yang kemudian duduk di dekatku.

"Hai, aku Fina."

"Kirana." kataku sambil tersenyum dan menjabat uluran tangannya. Kami berdua mengobrol  ringan. Sekedar berkenalan. Dia anak tenda sebelah. Yang sepertinya juga tidak nyaman dengan teman-teman satu sangganya. Kalau aku bukannya  tidak nyaman, hanya saja mereka  yang seperti memusuhiku tanpa sebab, membuatku menjadi serba salah. Apapun yang aku lakukan tidak ada yang benar di mata mereka, seperti hanya membawa kekacauan.
Hari semakin gelap, kami semua   dikumpulkan di tengah bumi perkemahan. Di sana sudah ada tumpukan kayu yang untuk api unggun yang sudah di kumpulkan oleh peserta perkemahan putra waktu sore.

Aku dan teman baruku, Fina, terpisah. Kami bergabung dengan sangga masing-masing. Kakak panitia menghampiri setiap sangga untuk mengambil perwakilan setiap sangga untuk membaca dasa darma pramuka. Waktu itu Kak Kinal yang datang menghampiri sanggaku.

"Hai Kirana,"
"Hai Kak."
Teman-teman satu sanggaku terlihat  bingung karena aku sudah saling kenal dangan Kak Kinal.
"Suara kamu keras tidak?"
"Sedikit sih, Kak."
"Kamu mau baca dasa darma?"

Aku mengangguk antusias. Suatu kebahagiaan bisa baca dasa darma di bumi perkemahan penerimaan tamu ambalan se Kabupaten.

"Biar aku saja Kak, dia lagi sakit." Kak Rani merebut lilin yang akan diberikan Kak Kinal kepadaku, "Iya kan, Kirana, kamu sedang sakit?" Kak Rani menyikutku agar mengiyakan perkataanya.

Oh Tuhan, ingin ku teriak kalau aku baik-baik saja agar bisa baca dasa darma di depan api unggung dengan membawa lilin. Dan pada akhirnya aku mengagguk. Dan membuat kesempatan membaca dasa darma itu diambil oleh Kak Rani. Aku hanya bisa ikhlas, mungkin di lain kesempatan aku bisa baca dasa darma dengan keras dan lantang di depan semua peserta perkemahan.

Pembacaan dasa darma selesai, selanjutnya adalah pentas seni. Sangga putra ada yang mempersembahkan sebuah lagu dengan diiringi gitar, ada juga yang berpuisi. Dari sangga putri lebih banyak yang bernyanyi solo dan mempersembahkan lagunya untuk Kakak panitia yang bernama Liam, yang katanya paling ganteng dengan mata sipit dan kulit putihnya, apalagi senyumnya. Sangga Kak Alan  disebut untuk menampilkan sesuatu di  depan. Mereka berdiskusi dan akhirnya Dodo yang maju dan membawakan pantun. Aku lihat Kak  Alan memandangiku sambil  tersenyum, padahal aku melirik ke  arahnya karena sangganya terlalu lama berdiskusi. Karena malu terus ditatap, aku menunduk dan memainkan rumput di tempatku duduk. Tiba-tiba namaku disebut.

"Atas nama Kirana, maju ke depan!"

Suara itu, suara itu aku kenal! Aku mengangkat kepalaku terkejut. Dari sana seorang cowok gendut menatapku dengan senyum jahil. Aku mengutuknya saat itu juga.

Cinta di BuperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang