Bab 6

191 9 0
                                    

Sudah lama sejak bab 5 dipublikasikan. Akhirnya, selamat datang di bab 6!

***

Terhitung sudah dua minggu setelah hari itu dia mengantarku pulang. Eh, bukan mengantar, tapi apa yah? Pokoknya itu tidak bisa disebut mengantar. Jadi dua minggu setelah terakhir kali kulihat dia pergi dari depan rumahku, dia belum juga datang untuk menemuiku. Kata Bonar dia selalu menepati janji, apa aku masih harus bersabar menunggunya benar-benar datang? Tapi apa alasanku untuk bertahan? Aku bukannya tidak percaya bahwa dia orang yang menepati janji, tapi aku tetap butuh alasan untuk terus mengharapkan pertemuan dengannya, berharap dia yang menemuiku duluan. Si Bonar juga, dia tidak pernah datang lagi. Aku jadi tidak tahu kabar tentang Satya.

"Kirana!" aku menoleh pada kak Alan yang berteriak memanggilku.

"Aku antar pulang ya?" Katanya

Antar pulang?

"Oh, tidak usah kak, aku bisa pulang sendiri."

Kalian tahu kan kenapa aku menolak ajakan kak Alan untuk diantar pulang? Iya, karena Kak Rani nanti jutek lagi sama aku.

"Kenapa sih Kirana, kamu selalu nolak kalo aku anterin pulang?"

Bagaimana aku harus menjawabnya? Kalau aku bilang takut dimarahin Kak Rani, Kak Alan pasti benar-benar akan menegur Kak Rani dan jadilah aku dicap sebagai tukang adu oleh kak Rani.

"Tidak pa-pa kak, rumah kita kan nggak searah. Aku duluan ya kak." Lalu kutinggalkan Kak Alan di koridor. Tidak mau berlama-lama mengobrol dengan dia, nanti Kak Rani atau teman-temannya melihat.

Kalian tahu? Sampai di gerbang, aku mendapati sosok manusia yang ku tunggu-tunggu janjinya akan menemuiku. Apa maksudnya datang ke sini, ke sekolahku? Aku jadi gugup dadakan. Apakah penantianku sudah tiba masanya? Apa dia datang untukku? Berarti aku akan segera naik vespanya, iya kan? Ahh senangnyaa..

Aku berhenti di samping gerbang, pura-pura tidak melihatnya. Dari seberang jalan ku lihat dia berjalan ke arahku.

Loh, di mana motornya? Kok aku tidak melihatnya ya?

"Kamu tau aku ke sini mau apa?" Tanyanya pas sudah didepanku.

Aku menggeleng. Tentu tidak, memangnya aku ini cenayang apa? sambil meliriknya seolah tak minat, mataku berusaha mengalihkan pandangan ke angkutan umun yang belum juga datang. Tapi tidak apa-apa deh, jangan dulu datang ya angkutan umum karena aku masih mau berlama-lama dengan dia disini. Eh iya, mungkin dia mau mengajakku pulang bersama.

Kirana! Kamu apa-apaan? Jangan terlalu percaya diri! Bagaimana kalau kamu disuruh naik angkot lalu dia naik motornya, seperti waktu itu?

"Aku kesini cuma mau bertanya,"

Aku mengernyit lalu berbalik menatapnya "nanya apa?"

"Nanya apakah kamu mau duduk di boncengan vespaku"

"Sekarang?"

Dia tersenyum, lalu menggeleng "Tidak, tapi suatu saat."

Tuh kan, Kirana, kamu terlalu percaya diri sih!

"Kenapa harus suatu saat? Kenapa tidak saat ini?"

"Kamu tidak sabar ya?" Katanya sambil terkekeh.

Ih! Kenapa sih dia harus bilang begitu, kan aku jadi malu. Bukannya tidak sabar, hanya saja apa ya? Ini seperti teka-teki, terlalu rumit hanya untuk di boncengnya dengan vespa navynya itu. Ah, harusnya aku memang bisa menahan diriku untuk tetap jual mahal sejak kedatangannya tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta di BuperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang