Bab 1

515 11 0
                                    

Bab ini dipublikasikan ulang karena ada beberapa perbaikan. Setelah saya baca ulang ternyata ada beberapa yang kurang sreg di hati, jadi saya coba ganti beberapa, tapi tidak mengubah cerita secara keseluruhan.

Terima kasih untuk yang menyempatkan berkunjung ke "perkemahan" ini. Yang membuang-buang waktu berharganya untuk membaca cerita yang tidak ada pelajaran berharga dipetik di dalamnya. Untuk yang sudah vote, juga terima kasih banyak untuk yang memasukkan Cinta di Buper ke daftar bacaan 😊. Akhirnya, selamat membaca dan hati-hati banyak typo bertebaran.

***

Sebelum bercerita, aku mau duduk di kursi belajarku yang di sana ada sebuah buku berjudul Fokus UN masih terbuka, menunjukkan halaman 67.

Tidak usah hiraukan, itu tidak ada hubungannya dengan ceritaku. Aku hanya mau duduk, karena aku capek kalau harus berdiri terus di samping jendela dengan memegang secangkir susu cokelat hangat.

Sekarang aku sudah duduk dan meletakkan cangkirku di atas meja, jadi aku akan mulai bercerita. Tidak ada konflik yang berarti dalam cerita ini. Ini hanya ceritaku bertemu dengan dia yang aku cintai dari dulu sampai saat ini.

Waktu itu, aku bersalim kepada Ayah untuk berangkat ke perkemahan penerimaan tamu ambalan.
Barang-barangku yang aku kemasi sendiri ke dalam tas ransel besar, aku gendong naik ke dalam bus rombongan sekolahku. Aku duduk di samping jendela supaya bisa melambai pada Ayah.

Sebelum  bus  melaju,  seorang  cowok,  Kakak  kelasku,  namanya  Alan, duduk di sampingku. Padahal sudah di beritahukan bahwa tempat duduk laki-laki dan perempuan ada di barisan yang beda, tetap saja dia duduk di dekat aku. Lagi pula tidak ada yang berani marahi dia. Karena dia itu adalah ketua organisasi gerakan pramuka di sekolahku.
Aku tahu dia suka sama aku dari teman-temanku  yang lain, juga dari gerak-geriknya kalau  denganku.  Makanya banyak  yang bilang kalau aku bisa terpilih mewakili sekolah untuk penerimaan tamu ambalan, karena aku disuka oleh Kak Alan. Aku tidak mau pusing mendengarkan mereka. Mereka itu hanya iri saja. Lagi pula, itu kan hanya kemah penyambutan penerimaan tamu ambalan, tidak ada yang prestasi yang terlalu penting. Tapi tetap saja rasanya senang bisa terpilih mewakili dari sekian banyaknya anggota pramuka yang ada.

Bus melaju, aku melambai pada Ayah dengan tersenyum. Ayah malah membalasnya dengan kiss bye. Begitulah Ayahku.
Di jalan menuju buper, kami serombongan menyanyi gembira. Begitu juga Kak Alan, yang duduk di dekatku. Tidak ada pembicaraan yang berarti diantara kami. Karena mungkin kami masih sangat malu-malu. Apalagi aku memilih tidur di perjalanan. Tapi percayalah, aku tidak menyenderkan kepalaku di bahu Kak Alan.

Pas waktu ditengah jalan, ban bus tiba-tiba bocor. Semua bersorak kecewa. Aku terbangun kaget, dan Kak Alan sedang menatapku dekat sekali waktu itu. Mataku  waktu  itu  pasti  melotot  hampir  keluar.  Nafasku  juga  tercekal  karena terlalu terkejut. Kak Alan cuma senyum lalu menarik wajahnya menjauh. Dan aku berusaha bersikap biasa saja meskipun aku deg-degan waktu itu.
Kami semua disuruh turun dulu sementara ban  diganti. Aku lihat Pak Yuda kelihatan gelisah sekali. Sebentar-sebentar dia melirik jam tangannya. Aku duga sih kita akan terlambat waktu itu.

Setelah ban diganti. Kami semua naik lagi, dan perjalanan dilanjutkan. Kak  Alan  masih  duduk  di  dekatku.  Aku  lihat  dari  barisan  kursi  di  seberang banyak  yang  melirik  ke  arahku.  Apalagi  Kak  Rani,  pimpinan  sanggaku,  dia keliatanya kesal. Aku sih tahu dia suka sama Kak Alan. Tapi kayanya Kak Alan suka aku. Jadi gimana?

Pas sampai di perkemahan, kami cepat-cepat turun karena upacara pembukaan sudah akan dimulai.
Semua yang ada dalam bus berebutan untuk cepat turun, tak terkecuali aku. Kak Rani, dia itu kan pimpinan sangga, bukannya menyiapkan kami setelah turun dari bus, dia malah jalan duluan masuk ke bumi perkemahan. Alhasil semua anggotanya juga begitu. Kita kelihatan sangat tidak kompak. Dan aku, karena aku paling belakang turun dari bus, sementara teman satu sanggaku hampir masuk semua di perkemahan, aku berusaha lari mengejar mereka. Dan sialnya aku jatuh tersungkur karena tali sepatuku lepas dan terinjak kakiku sendiri.
Sakit, dan malu juga. Aku berharap saat itu tidak ada yang melihatku. Sampai saat itu ada sebuah tangan yang terulut di depanku.

Cinta di BuperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang