Chapter 1

18.4K 334 0
                                    

Kulindungi kepalaku dari tetesan hujan yang sedang mengguyur kota Bandung sore ini kemudian mendekati mobil Avanza hitam yang berada tidak jauh dari pintu keluar gedung kantorku.

"Kan aku udah bilang tunggu di loby biar aku yang kesitu" omel seseorang yang bergegas keluar dari mobil, memayungiku dan membukakan pintu mobil untukku.

Aku tersenyum tipis menatap wajahnya yang sedikit cemberut. Kelamaan pikirku. Aku sudah hampir mati kedinginan menunggu jemputan dari adik tampan ku ini. Aku menghela nafas ketika mulutnya masih mengomeliku karena khawatir kakaknya ini akan terserang demam. Dasar si pengomel cilik. Tidak bisa dibilang cilik sih karena kini ia sudah jadi mahasiswa.

"Uda kedinginan banget di luar nunggu jemputan kamu" suaraku bergetar karena menahan dingin kemudian berusaha menghangatkan diri dengan memeluk diriku sendiri.

Pikiranku melayang pada kejadian siang tadi. Kejadian yang akan kulupakan seumur hidupku.

Tiba tiba aku merasakan Aldo menjatuhkan sesuatu mengenai badanku.

Sebuah selimut.

Aku kembali menatap wajah lempengnya yang masih fokus nyetir. Aldo tipe laki laki yang kata orang kaku, cuek dan irit ngomong. Namun satu hal yang aku tau, Aldo tidak ragu menunjukkan kasih sayang pada kakaknya sendiri.

"Makasih ya boo! "

Boo, panggilan jahilku pada Aldo sejak kecil. Lihat bagaimana mukanya merespon ucapanku. Kemudian kembali lempeng seperti sedia kala.

Aldo kecil memiliki tubuh yang sangat tambun dan memiliki mata yang sipit sehingga aku memanggilnya boboho. Wajahnya yang selalu cemberut jika dipanggil boboho tapi senang jika dipanggil boo, karena menurutnya boo sama seperti bobo yang lucu.

"Kamu juga romantis gini ya sama Lia?"

Aldo hanya menggumam kecil, ga menaruh minat untuk menjawab rasa penasaran kakaknya.

"Abis romantisan biasanya ngapain? Ciuman ya? " Aku menyipitkan mata menatap Aldo dengan penuh selidik.

Dia masih diam.

"Hm?"

"Daripada kepo hubunganku sama Lia, kamu sendiri gimana sama mas Abi. Uda nentuin tanggal ?" Wajah Aldo nampak serius saat menoleh menatapku.

"Ng... itu"

"Belom bisa kasih kejelasan lagi? Berapa lama lagi Ran?"

Kutegakkan badan dan menatap lurus ke depan. Itu adalah topik yang ingin kuhindari sementara.

Ingat Rani ga boleh cengeng!

Mati matian kutahan tangisku agar tidak pecah di hadapan Aldo. Aku mengalihkan perhatianku dan menatap luar seolah ada hal penting yang tak boleh dilewatkan.

Tanpa sadar air mataku meleleh tanpa bisa ditahan lagi.

"Ran.."

Aldo memelankan mobilnya. Dari nada suaranya sepertinya ia khawatir padaku. Aku bahkan merasakan usapan tangannya pada lenganku.

Ia menghentikan mobilnya. Wajahnya berubah saat melihatku berkali kali mengusap air mataku dalam diam.

Kudengar helaan nafasnya berat.

"Denger Ran. Aku gatau seberapa berat hari yang kamu lalui hari ini. Tapi kalau mau cerita, aku selalu siap buat itu"

Tidak. Kenapa jadi nyesek banget. Apa Aldo tahu apa yang sedang kakaknya ini rasakan. Apa ia tahu hatiku sakit sekali. Ketika orang yang kalian cintai ternyata memilih untuk bersama orang lain.

"Kita putus Al"

Tangisku semakin keras saat Aldo membawaku ke pelukannya.

***

Aldo berkali kali menawariku untuk pesan gofood dan bukannya masak makan malam sendiri. Tapi bagiku, memasak adalah kegiatan pelarian paling ampuh. Memasak bisa mengobati mood yang hancur karena putus cinta.

Meskipun ia akhirnya setuju, namun berkali kali ia menghampiriku sembari menawarkan bantuan. Kali ini ia baru keluar dari kamar mandi dan mendekatiku lagi. Seperti biasa ia menawarkan bantuan dan bertanya padaku apa aku baik baik saja. Meskipun gak pulih sepenuhnya, sementara ini mood ku masih aman.

"Duduk sana, makanan uda siap"

Aku mengikuti Aldo ke ruang tv dan menyajikannya di meja sambil lesehan.

Kulirik ia yang sedang membalasi whatsapp dari Lia dan kembali memfokuskan dirinya pada nasi goreng teri buatanku.

"Kesukaanku. Nasgor bikinan my sister"

Aku terkekeh mendengar pujiannya pada masakanku.

Aku tau sejak tadi ia melirik ke arahku memastikan kakaknya ini tidak kembali menangisi Abi.

"Lia gimana kabarnya?"

"Baik"

Aku mengangguk pelan dalam hati bersyukur setidaknya hubungan Aldo baik baik saja, tidak kandas sepertiku.

"Ran.."

"Ya?"

"Lupain Abi. Kamu layak dapetin yang lebih baik dari dia"

Aku tau sekecewa apa Aldo pada Abi saat kuceritakan masalahku padanya. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena sempat mendukung Abi untuk mendekatiku. Kini ia bahkan berkali kali mengepalkan tangannya seolah siap untuk menghajar wajah Abi.

Aku mengangguk.

"Makasih ya Al.."

Aku meraih pundak Aldo dan mendekapnya dalam dalam.

My Lil BroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang