Chapter 7

10.9K 538 122
                                    

Sesuai prediksi Aldo, Abi memang selalu menemuiku di kantor untuk mengajak makan siang namun selalu kutolak. Terakhir wajahnya terlihat kecewa berat namun kubiarkan karena aku sudah berjanji pada Aldo, Aldoku.

Aku menatap kamar Aldo hampa. Biasanya jam pulang kantor begini, aku dan Aldo bersiap siap bikin makan malam bersama, lalu makan malam bersama, dan bobo bersama. Kebersamaan kami lah yang membuatku sulit untuk berjauhan dengannya. Kami sangat saling ketergantungan.

Aku bahkan masih ingat kecupan terakhir Aldo sebelum berpamitan untuk pergi. Ia mendekapku lama dan mencium seluruh wajahku.

"Tunggu aku ya Ran.."

Namun hati ini tidak bisa tenang. Ingin rasanya jujur pada Aldo bahwa aku mulai menyukainya sebagai pria dan bukan sebagai adik. Akan seperti apa respon Aldo. Dan juga ada sedikit hatiku yang merasa bahwa Aldo merasakan hal yang sama padaku. Bahwa Aldo juga menyukaiku. Jika ia hanya menganggapku kakak, apa arti ciumannya padaku, apa arti tatapan penuh cintanya padaku, apa arti kepeduliannya padaku.

Aku berencana akan jujur padanya. Bahwa aku sudah tidak bisa menganggapnya sebagai adik.

Mataku sesekali menatap ponsel yang sejak seharian tadi sepi tanpa telpon dari Aldo seperti dua hari kemarin.

Aku gengsi jika harus menghubunginya duluan. Tapi aku ingin tau apa yang sedang Aldo lakukan sekarang, apakah pertandingannya lancar ? Apakah ia makan dan tidur cukup ? Dan apakah ia merindukanku seperti hari hari sebelumnya ?

Ayo Rani sekarang kalau sebagai kakak harusnya kamu khawatir sama Aldo!

Akhirnya aku mengesampingkan gengsiku dan menelpon ponsel Aldo. Namun ponselnya tidak aktif.

Aku wasap juga hanya centang satu.

Aku mulai panik dan mencari kontak teman Aldo yang ia simpan di ponselku. Ternyata kontakku ke reset dan tidak ditemukan satu kontak pun orang yang berhubungan dengan Aldo.

Tiba tiba ada panggilan masuk. Nomor tidak dikenal.

Badanku tiba tiba lemas mencerna satu persatu kalimat si penelpon. Tidak, tidak mungkin Aldo di dalamnya. Ga mungkin Aldo korbannya!

Nafasku tercekat, susah payah aku bernafas namun hasilnya nihil. Dadaku serasa terhimpit benda besar hingga tidak sanggup bernafas sama sekali. Badanku merangkak ke kamar dan mencari inhaler dan saat sudah ketemu segera kuhirup agar bisa bernafas normal.

Air mataku mulai jatuh, badanku gemetar karena menangis dalam diam.

Aldo masuk rumah sakit karena menjadi salah satu korban kebakaran yang dinyatakan selamat.

Malam ini juga aku pergi ke Bandung untuk menyusul Aldo. Akhirnya firasat yang sejak pagi kurasakan terjawab sudah. Nyatanya Aldo sedang tidak baik baik saja.

Selama perjalanan air mataku tidak berhenti keluar, segala macam pikiran buruk bergerilya di pikiranku. Bagaimana keadaan Aldo? Apakah parah? Apa ia masih sadar? Apa luka bakarnya banyak ?

Dan begitu masuk rumah sakit aku langsung mencari keberadaan Aldo. Beberapa korban kebakaran yang meninggal dunia sudah berhasil dievakuasi dan mayatnya melewatiku membuatku semakin merasa ngeri.

Saat ini aku berada di depan ruangan Aldo, aku membaca doa sebelum memasukinya. Siap terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi.

Saat aku membuka pintu ruangan perawatan, ada seorang gadis yang menangis di samping kasur Aldo. Ia adalah Lia. Gadis itu menghapus air matanya saat melihatku memasuki ruangan.

"Kak Rani Aldo..."

Badanku kembali lemas, perutku mulas saat melihat beberapa bagian tubuh Aldo yang diperban.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Lil BroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang