Mungkin ada yang salah denganku, karena sepanjang perjalanan pulang hanya Aldo yang ada di pikiranku. Aku tahu ini salah tapi aku tidak bisa tidak memikirkan Aldo dan kejadian kemarin.
Saat langkahku memasuki pintu apartemen kami, tubuhku membeku menatap lurus pada pemandangan dua sejoli yang sedang berciuman panas di dapur. Wajahku memerah terlebih menatap bagaimana cara Aldo melahap bibir Lia seolah itu adalah hal yang ia inginkan selama ini. Aku bahkan bisa mendengar suara bibir mereka yang saling menghisap kuat.
Aku buru buru masuk dan menuju kamar sebelum mereka menuduhku macam macam. Kusandarkan tubuhku pada pintu kamar sembari menormalkan detak jantungku.
Jujur aku masih terkejut dengan apa yang kulihat barusan. Apa yang sebenarnya kupikirkan, seharusnya aku ikut bahagia melihat Aldo menemukan orang yang tepat.
Mataku memanas, air mataku menggenang tiba tiba.
Seharusnya aku tidak terburu buru pulang hanya karena Aldo menyuruhku, lalu berjalan ke apartemen dengan hati yang berdebar.
Memang apa yang kamu harapkan Rani..
Meski Aldo tidak terikat darah denganmu, tidak sepantasnya kamu suka dia dengan cara yang berbeda..
Lagipula apa kamu yakin kamu menyukainya...
Mungkin saja karena kamu baru saja putus cinta dan Aldo yang selama ini ada untukmu...
Kamu hanya terbawa perasaan ..Seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku sedikit terkejut. Sepertinya Aldo tahu kalau aku sudah berada di kamar.
Aku masih diam meskipun dia sejak tadi memanggil namaku. Tapi nyatanya Aldo tidak menyerah, ia terus mengetuk bahkan makin keras dan hampir mendobrak hingga dengan terpaksa akhirnya aku menyahut.
"Ya sebentar"
"Ran?"
Aku menghela nafas panjang, berusaha memperbaiki moodku agar tampilan dan suaraku tidak terdengar menyedihkan.
Perlahan kubuka pintu kamarku, disitu Aldo menyambutku dengan wajah khawatir seperti kemarin -- tidak kali ini mungkin berkali kali lipat. Kulihat Lia juga menatapku dengan tatapan yang sama, khawatir.
Aku tersenyum, "Maaf tadi aku di kamar mandi jadi gak kedengeran"
Aldo dan Lia terlihat bernafas lega. Jadi mereka mengkhawatirkanku ?
"Makanan uda siap"
Aku mengangguk dan menghampiri meja makan yang sudah penuh dengan masakan mereka berdua. Dan mulai makan dengan sesekali ikut tersenyum saat melihat keduanya bercengkrama dengan akrabnya.
Lihat, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Aldo sudah menemukan bahagianya. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Seharusnya aku juga segera mencari bahagiaku.
Ya kan?
***
Ponselku berdering, panggilan dari Aldo. Beberapa menit yang lalu aku ke minimarket untuk beli keperluan kamar mandi yang mau habis.
Entah perasaanku saja atau bukan, yang jelas Aldo semakin hari makin posesif terhadapku. Ia akan menelpon saat aku keluar rumah sebentar saja. Tapi tahukah Aldo kalau sekarang aku berusaha menjernihkan pikiran, baik dari pikiran soal Abi maupun sekarang soal Aldo. Aku butuh tempat untuk menenangkan diri sampai pikiranku ini waras.
"Ran.." aku menoleh ke arah sumber suara dan jantungku kembali melonjak saat menatap sosok Aldo yang mengagumkan tengah berjalan ke arahku dan duduk tepat di depanku.
"Ngapain duduk di sini. Sendirian lagi.."
Aku menoleh ke sekeliling, sekitar minimarket ini ramai jadi untuk apa Aldo khawatir. Aku cuma duduk di kursi minimarket ini sendirian dan makan beberapa cemilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lil Bro
Teen Fiction18+ Kakak pengen punya pacar kaya kamu deh boo" Rani menatap wajah Aldo dengan tersenyum sambil menerawang, "Mending cuek tapi sebenernya baik, daripada romantis tapi tega" Rani tertawa hingga membuat Aldo juga ikut tertawa. Aldo kembali merengkuh...