Sarah pov's
Setiap langkah mondar mandir dengan mungkin ribuan tetes air mata yang mengiringinya. Dengan kepala di perban akibat paksaan dokter yang melihat kepala gue berdarah.
Menunggu sudah sekitar 3 jam didepan ruang oprasi tapi kenapa pintunya gak kebuka buka? Apa yang terjadi di dalam?
Gue jawab bohong saat via nelpon gue, gue bilang sekarang gue lagi ada di bandara buat jemput ponakan gue yang baru mudik dari china. Gue gak mau mereka khawatir, udah cukup beban mereka, gue gak mau nambah nambah lagi.
Waktu menunjukan pukul 3 pagi berarti ini sudah 5 jam gue nunggu, gpp gue udah terlatih kok. Nunggu 7 tahun aja gue sanggup masa nunggu 5 jam gue ngeluh.
Tak lama beberapa suster keluar dari ruang oprasi, lalu disusul oleh dokter nya.
"Gimana keadaan Leon dok?"
"Ada pendarahaan yang cukup fatal di kepala nya, dan kaki kiri nya lumayan parah, jadi akan membutuhkan waktu lama agar kakinya bisa kembali normal." Ujar sang dokter.
"Tapi sekarang Leon udah baik baik aja kan dok?"
"Mas Leon belum sadar akibat pengaruh bius tadi, tapi pendarahan mas Leon sudah bisa diatasi. Dan sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang ICU."
Seperti mendapatkan harapan hidup lagi saat mendengar kabar bahwa Leon sudah baik baik saja sekarang.
"Oh iya maaf mbak, apa mbak sarah ada disini?"
"Kenapa memangnya dok?" Ucap gue dengan alis terangkat satu.
"Tadi sebelum dioprasi mas Leon sempat sadar sekitar beberapa detik, dia menanyakan apa Sarah baik baik saja? lalu ia langsung pingsan karena efek obat biusnya. Sepertinya mbak Sarah itu orang terdekatnya mas Leon ya, mbak? Sampai dalam keadaan seperti itupun mas Leon masih menanyakan kabar mbak Sarah."
Sepenting itu gue dalam hidup nya Leon? Sampai saat dia sedang bertaruh nyawa dengan pendarahan di kepala nya, dia masih sempat sempatnya nanyain kabar gue.
"Mbak? Mbak?" Ucap sang dokter menghancurkan lamunan gue.
"E-e-eh iyah, dok?"
"Saya permisi dulu mbak, nanti saat mas Leon sudah dipindahkan ke ruang ICU, mbak bisa melihat langsung keadaan mas Leon." Ucapnya lalu melenggang pergi.
Gue melihat beberapa orang suster keluar mendorong Leon yang masih tertidur diatas kasurnya.
Lalu gue mengikuti langkah mereka disamping Leon, seraya memegang erat tangan Leon.
Sampai di ruang ICU saat semua suster sudah meninggalkan ruangan, gue duduk disamping Leon dengan tangan yang masih memegang erat dari tadi.
"Sayang" ucap gue lembut membisikan ke kupingnya, dengan kepala yang bersandar nyaman di pundak Leon.
Sudah lama gue merindukan moment moment seperti ini.
"kamu harusnya klo tdi mau ketabrak truk ajak ajak aku, biar aku gak khawatir sendirian." Ucap gue bercanda, karna kata dokternya tadi walau dia gak sadar tapi kupingnya masih bisa mendengar kebisingan sekitar.
"Leon mah tidur mulu, awas aja kalo bangun, aku bakal pukulin kamu. Tau gak tadi tuh aku nangis, kan jadi boros air matanya dibuang buang."
Dengan terus mengajak Leon bicara dengan tangan yang mengusap usap dadanya leon sedari tadi.
"Leon ih" ucap gue sambil mencubit tangan nya.
"Astagfirullah sar, sadar sar, tahan emosi, tarik nafas." Ucap gue menahan diri dari emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREST UNIVERSITY
RomanceAuthor adalah si pemalas akut Sampe males bikin deskripsi Jadi baca aja langsung hehehehe All the love, S