Prolog

175 10 0
                                    

Kedua jarum jam menyatu membentuk sudut nol derajat sejajar dengan angka 12. Seorang gadis dengan perawakan mungil senantiasa terjaga di sofa menunggu sesuatu. Matanya enggan terpejam, seperti ada yang mengganjal pada hatinya yang membuatnya bernafas gusar. Kalau saja ia tidak menceritakan kebusukan mantan pacarnya pada abangnya, ia tidak mungkin akan seperti ini.

Tok tok tok

Gadis itu beranjak dari sofa dan bergegas membuka pintu. Penglihatannya menatap sosok lelaki jangkung dengan memar di mukanya tersenyum manis ke arahnya. Gadis yang memiliki nama Matcha itu pun panik tidak karuan dan menarik tangan lelaki itu menuju sofa.

"Abang tadi ngapain ? Udah aku bilangin jangan berantem. Tau gitu aku nggak mau cerita sama abang tadi. Kalo kayak gini kan aku jadi khawatir. Abang udah besar, jangan kayak gini lagi." Air mata Matcha meluruh. Tangannya dengan cekatan mengompres luka memar abangnya.

"Chaca nggak perlu nangis. Abang gak papa. Bang Gaven cuma nggak mau ngelihat Chaca sakit apalagi cuma gara-gara cowok berengsek kayak Frank. Nggak ada larangan kan kalo abang udah besar tapi masih tetep jagain kamu dengan cara abang ini ?" Kata Gaven lembut sambil mengelus tangan Matcha. Ya, memang orang-orang terdekatnya memanggilnya dengan nama Chaca.

"Chaca selalu nyusahin abang-abang. Chaca ngebuat abang Gaven sama abang Kelvin selalu babak belur. Chaca ngebuat bang Alfraz, bang Faris, sama bang Given bingung ngadepin semua masalah Chaca." Matcha terisak. Gaven yang melihatnya pun cekatan mendekapnya. Menyalurkan ketenangan.

"Kata siapa ?" Tiba - tiba 4 orang lelaki ikut nimbrung dan duduk di sofa.

"Kata siapa Chaca ngerepotin abang ?" Tanya Kelvin lembut.

"Chaca, kamu dan Mama adalah berlian terbesar di keluarga ini. Kamu adalah harta terbesar bagi abang-abangmu ini. Kamu nggak perlu ngerasa terbebani apalagi merasa bersalah. Ini udah jadi tugas dan kewajiban kita buat jagain kamu. Kalo  bang Gaven sama bang Kelvin babak belur itu karena mereka mau jagain kamu. Dan kita nggak pernah ngeluh ngurusin masalah kamu. Kamu nggak perlu kayak gini. Dari kamu lahir, apalagi tau kalo kamu anak cewek ,Papa udah ngewanti-wanti kita bahkan Kelvin yang baru umur satu tahun buat jagain kamu. Kita nggak boleh sampek lalai ngelindungin kamu. Kalo sampek itu terjadi Papa nggak akan maafin kita. Kamu adalah adik kecilnya kita semua." Given yang menyandang gelar abang terbijaksana bersuara. Suasana hening hanya diselingi isakan-isakan kecil dari Matcha.

"Kami sama sekali nggak pernah ngerasa terbebani. Kamu bahagia, kita juga bahagia. Kamu sakit, kita lebih sakit. Jangan pernah nangis lagi. Kamu bebas curhat sama kita. Apapun itu. " Alfraz yang biasanya hanya diam kali ini ikut mengutarakan isi hatinya.

"Jangan pernah menangis, apalagi karena abang-abangmu ini. Kita jadi ngerasa bersalah banget udah buat adik kecil kita nangis." Fariz yang biasanya paling susah diajak serius dan hanya bisa menjahili adiknya itu kali ini melunak. Ia membelai rambut Matcha dan menghapus air mata yang tersisa dipelupuk matanya.

"Makasih abang-abangku. Kalian adalah pelindung Chaca yang luar biasa. Aku sayang Kaliaan." Mereka berpelukan. Menyalurkan segala kasih sayang dan kebahagiaan di malam itu. Memberikan perlindungan yang luar biasa bagi sang berlian.

Tanpa mereka sadari kedua orang tua mereka memandang dari balik tembok di dapur. Betapa bahagianya sang Mama melihat kekompakan anak-anaknya. Saling melengkapi, menjaga, dan menyayangi satu sama lain. Gita, sang mama pun meneteskan air matanya haru. Ia didekap erat oleh Radar, suaminya. Mereka tersenyum menatap putra dan putri mereka bahagia.

MoccaMatchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang