Tiga

4.2K 506 21
                                    

  " Bu Dian?"

   Dian menatap pria tinggi berwajah tampan yang menatapnya penasaran. Dian tahu pria ini, Om nya Arin. 

   " Iya. Mas, Omnya Arin ya?"

   " Iya. Wah saya kira gurunya Dian lebih tua dari pikiran saya. Ternyata muda banget. Masih kuliah ya?"

   " Saya sudah 30 tahun."

   " Oh, lebih tua dari saya ternyata." gumam pria itu lalu mengulurkan tangan. " Saya Abimanyu, masuk dulu Bu, Dian masih di kamar soalnya." ucap Abhi membuka pintu lebih lebar agar Dian bisa masuk.

   " Ibu.. " sapa Arin yang baru keluar dari kamarnya. Ia memandang wajah Dian muram. " Aku bisa berangkat sendiri."

   Dian menghela napas. Arin memang diseleksia, namun ia memiliki kemandirian serta pemahaman yang baik. Ia hanya tidak bisa membaca, namun dengan bantuan metode pembelajaran khusus serta kemampuan listening yang baik ia mampu mengikuti pembelajaran.

   Namun yang salah adalah kekhawatiran kedua orangtuanya yang berlebihan, dimana Dian wajib mengawasi, menjemput serta menemani Arin. Padahal gadis cantik itu ingin bersosialisasi, apalagi Dian tahu jika Arin tengah dekat dengan Devan, anggota osis sekolah.

   " Ibu hanya melakukan tugas."

   " Tapi Mama kan engga ada. Please Bu, aku boleh berangkat sendiri? Ibu kan bisa ngawasin aku lewat GPS yang dipasang Papa di HP Ibu." pinta Arin. 

   Dian menimbang sebentar. " Oke, kamu boleh berangkat sendiri dan ibu akan menyusul setelah 15 menit."

   Arin tersenyum senang. " Makasih Ibu. Aku berangkat ya Om."

   " Oke, hati-hati Arin."

   Setelah Arin pergi, Dian pun beranjak berdiri. " Kalau begitu saya berangkat."

   Abhi mengangguk dan ikut berdiri.

   Dian mengernyitkan dahi melihat Abhi ikut keluar. " Lho mas mau kemana?"

   " Saya ikut keluar ya, kebetulan belum sarapan juga. Sebenarnya saya engga bisa masak dan sarapan roti engga bikin saya kenyang." ujar Abhi malu begitu suara perutnya terdengar.

   Arin menatap jam tangannya. Masih ada waktu 30 menit untuk sampai sekolah. " Saya tadi bikin ayam kecap banyak, kalau mas mau.. Mas bisa ambil buat sarapan. Nasi juga masih ada."

   Abhi terlihat senang. " Boleh? Engga ngerepotin?"

   " Engga kok, unit saya dilantai 6."

...

   Rion terbangun begitu mendengar suara hairdryer menyala. Ia perlahan membuka mata dan melihat Alma tengah mengeringkan rambutnya di meja rias. Wanita itu menggunakan kemeja miliknya yang hanya menutup setengah paha.

   " Sudah bangun? Kamu nyenyak banget sih."

   Rion mengambil pakaiannya yang tergeletak di bawah kasur dan memakainya beserta celana. " Kamu ke RS Jam berapa?"

   " Jam 8." jawab Alma sembari membuka kemeja Rion dan memakai pakaian dinas miliknya. " Aku belum nyiapin sarapan, mau sarapan dibawah?"
   " Engga usah. Aku cuma butuh kopi."

   " Aku bikinin ya."

   " Thanks."

   Selesai membuat kopi, Alma mengecup pipi Rion yang masih setengah mengantuk. Sepertinya aktifitas ranjang semalam membuat mereka harus bergadang. 

   Alma dan Rion bukanlah pasangan kekasih, meskipun Alma berharap jika Rion segera meresmikan hubungan mereka. Mereka hanyalah partner. Partner kerja sekaligus ranjang. Berbeda dengan Rion yang sering kali mencumbu wanita, Alma hanya melakukannya dengan Rion. Toh Alma tahu jika Rion tidak pernah berhubungan badan dengan wanita-wanita itu.

Ob(se)siDianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang