Menu sarapan pagi ini nasi goreng dan telur dadar, ada juga teh hangat dan susu, hemmm sudah beberapa hari di sekolah, tapi soal makan sepertinya tidak terlalu bermasalah, lauknya lumayan cukup, meski tidak terlalu mewah. Menu yang disajikan juga bervariasi setiap waktu makan, selain itu ternyata Reno tidak sepelit dugaanku, beberapa kali dia membawa beberapa potong daging rendang ke ruang makan untuk kami santap bersama. Sebenarnya itu ulah Idris, yang hampir setiap waktu makan bertanya tentang isi lemari Reno. Kami berempat termasuk teman sekamar yang kompak, belum ada pertengkaran, kecuali hal-hal sepele tentang klub sepak bola mana yang akan jadi juara liga Inggris, yang kelihatannya punya jagoan masing-masing.
Suasana ruang makan juga nyaman untuk makan ribuan siswa di sini. Ada beberapa meja panjang yang disusun berbaris, dengan bangku-bangku yang diletakkan di setiap sisi meja. Nasi dan lauknya boleh ambil sendiri, jadi bebas saja mau makan banyak atau sedikit, ada pengurus dapur yang mengawasi seluruh siswa yang sedang makan, tapi jangan pernah untuk membuang nasi, karena itu masuk kategori pelanggaran, jadi ada hukumannya. Lokasi ruang makan ini juga unik, kalau biasanya posisi ruang makan dan dapur di bagian belakang, justru ruang makan kami berada di tengah-tengah kompleks sekolah. Dari kejauhan bangunan ini terlihat seperti perpustakaan, bahkan di malam hari dengan lampu yang terang jadi mirip seperti restoran, ada dua kolam di kedua sisi bangunan ini, dan taman di bagian depan. Kata Dion bila dapur bersih, gedung-gedung lain akan ikut bersih juga. Ya, mungkin saja.
Tapi tumben teman-teman sekamarku belum nongol di ruang makan? mungkin mereka masih di jalan. Tapi ketika aku meninggalkan kamar, mereka bertiga sudah pergi, kemana?
"Aku boleh duduk di sini" suara seseorang mengejutkanku, sejenak aku diam, aku tidak kenal anak ini, dan badannya lebih tinggi dariku, mungkin siswa senior nih, aku harus lebih hormat jangan-jangan pengurus OSIS.
"Diam berarti boleh" sambungnya tanpa peduli. Anak yang cuek kelihatannya.
"Eh- ya- maaf kak, silahkan" dengan gugup suaraku akhirnya keluar juga. Hemmm apa kakak ini orang Tionghoa? kulitnya putih, matanya rada sipit. Ngapain juga mikirin dia dari mana, itu bukan urusanku.
"Anak baru ya?" sapa siswa di sampingku ini. Sambil makan, dia santai saja ngajak aku ngobrol, justru aku yang jadi salah tingkah. Gimana jawabnya, hemmm.
"Ya kak, kakak pengurus OSIS ya?" aduh kenapa itu yang aku tanyakan, Dion kemana lagi, jadi hilang nafsu makanku.
Cowok di samping ku ini justru tertawa, apa yang ditertawakannya? Apa ada yang lucu dengan mukaku?
"Bukan, gue kelas 3 SMP, gue bukan pengurus OSIS, mungkin tiga tahun lagi. Oh ya, perkenalkan, gue Kevin? Lu siapa namanya?" tanya anak itu percaya diri.
"Ricko kak." jawabku pelan. Sejenak aku diam saja, sedikit lega rasanya ketika tau dia bukan pengurus OSIS.
"Kenapa diam saja, ayo dimakan nasinya, ntar dingin loh? mau disuapin?" tiba-tiba mukanya mendekat beberapa senti dari wajahku. What? Mau Nyuapin? sembarangan aja. Anak ini benar-benar "berani". Enak aja.
"Becanda kok, ayo dimakan nasinya, gue bukan pengurus OSIS. Nggak usah sungkan. Lagian juga kalau gue pengurus OSIS kanapa? Ngapain lu takut sama pengurus OSIS, mereka juga siswa sama seperti kita." celoteh anak ini ceplas ceplos.
"Lu keturuan Chinese ya?" tanyanya.
Aku mulai makan beberapa sendok tanpa mempedulikan omongan kak Kevin ini. Pertanyaan nggak penting, kalau nyuruh aku makan kenapa juga ngajak ngobrol. Kelihatannya dia juga tidak berharap aku menjawab pertanyaan basa basinya itu.
"Lu darimana?" tanyanya lagi. Hemmm, ngintrogasi nih ceritanya. Oke, aku akan jawab saja, dari pada aku nanti dibilang sombong.
"Lampung kak". jawabku singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Cerita Cinta di Asrama By Leoverry
Teen FictionCerita cinta remaja sejenis di Sekolah Berasrama. Ricko Aprilliando bisa dikatakan cowok yang beruntung, tampan dan ramah menjadikannya pujaan beberapa gadis yang mengenalnya. Ya, dia adalah seorang mahasiswa semester tiga di Fakultas Hukum. Sebagai...