3. Suspicion

13.9K 600 12
                                    

"Verone!!!!" Terdengar seruan dari luar sana yang lebih mengejutkanku dari suara ketukan itu, walaupun setidaknya aku bernafas lega bahwa itu bukanlah pria yang tadi menatapku.

Aku tertawa sumbang, serasa besar kepala berpikir bahwa pria itu akan menghampiriku. Yang benar saja, dia mungkin saja tidak sengaja menatapmu Verone.

Namun sejujurnya, aku turut kecewa...

Kubuka pintu dengan malas lalu wanita itu berkacak pinggang tepat di depan pintu, gaya Daisy sehari-hari.

Rok minim di atas paha serta kemeja yang terlihat sangat sempit di tubuhnya itu, rambut pirang dan bergelombangnya sengaja ia biarkan terurai menambah kesan seksi padanya.

Sepatu berheels tinggi makin memperindah kaki jenjangnya, belum lagi wajah mulus yang selalu terawat itu dipoles dengan make-up hingga secantik mungkin.

Daisy adalah sosok wanita yang cantik dan cerdas, wajah dan bentuk tubuhnya bak melambangkan Dewi Yunani dan terlihat sangat sempurna. Garis rahang yang sempurna dengan wajah mulus tanpa cela sedikit pun.

Kadang aku merasa iri terhadapnya, namun Daisy dan aku memiliki kepribadian yang berbeda.

Dan aku sangat berbeda dari dirinya yang sangat feminim dan lebih menomor satukan penampilan serta popularitas.

Tak heran mengapa ia selalu dikejar-kejar oleh pria di luar sana, namun anehnya ia tidak pernah serius dengan satu pria pun hingga umurnya yang hampir kepala tiga.

"Apa?!" Ujarnya ketus.

Aku memutar malas kedua bola mataku dan berbalik badan meninggalkannya begitu saja setelah membukakan pintu untuknya.

"Kenapa kau mengunci pintu Verone? Apa kau tidak lihat aku di belakangmu tadi?" Omelnya, dan dia mulai lagi dengan nada ketus dan bibirnya yang tak berhenti bicara.

"Aku tidak tahu." jawabku acuh seraya melangkah menaiki tangga, sesungguhnya aku memang tidak tahu dia ada di belakangku. Mungkin karena terlalu fokus pada pria berdada bidang itu, aku tertawa pelan menuju kamarku.

Tak menghiraukan seruannya yang menggema ke seluruh penjuru rumah ini, bahkan setelah di dalam kamar pun aku masih dapat mendengar ocehan Daisy, wanita itu benar-benar berbeda dari mendiang ibu kami.

"Hah..." aku merebahkan diri di atas ranjang.

Masih terlintas di pikiranku ketika menatap mata sebiru langit itu dari kejauhan, mengapa ia begitu tampan? Apakah ia seorang malaikat yang dikirim tuhan dari surga?

Oh, aku pasti terlalu banyak berkhayal. Terlalu banyak membaca majalah dewasa dan korban fairy tale lebih tepatnya.

Aku mendengar suara tertawa dari luar, buru-buru aku menuju balkon dan bersembunyi di balik pilar.

Para pekerja itu menuju rumah belakang, tempat di mana mereka menginap selama mengerjakan pembangunan ini.

Senja mulai terlihat, pertanda mereka telah selesai bekerja dan melanjutkannya esok hari lagi. Aku sering melihat mereka berkumpul di sana pada malam hari.

Sekedar bercengkrama dan makan bersama ketika malam tiba, well aku bisa tahu semua itu karena aku selalu mengintip mereka.

Terutama si pria dengan dada bidang itu, hampir semua pekerja di sini memiliki postur tubuh yang sempurna. Itu mungkin karena pekerjaan mereka yang terbilang berat, tapi hanya satu yang dapat membuat jantungku terasa berdegub dengan cepat.

Aku tidak mengetahui namanya, aku hanya selalu menyebutnya dengan si pria berdada bidang. Aku yakin tubuhnya tiga kali lebih besar dari tubuhku, andai saja aku dapat menyentuh otot kerasnya.

My Hot Builder ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang