15. Him

6.5K 497 19
                                    

"Andrew apa sudah siap semua?" Teriakku kepada Andrew seraya berkacak pinggang, terlihat dari kejauhan Andrew bersusah payah membawa koper yang isinya adalah berkas-berkas yang aku butuhkan nanti.

Ia membukakan pintu mobil, dengan anggunnya aku mendudukan diri di samping kemudi dan Andrew segera duduk di sampingku dan menyalakan mobil.

Seperti biasa, Andrew adalah orang yang sigap. Lihat saja keringat yang bercucuran di dahinya, membuatku hampir tak bisa menahan tawaku selama perjalanan.

Kami meninggalkan wilayah perkotaan, menuju tempat yang lebih banyak pepohonan dari pada gedung bertingkat tinggi. Jalan terlihat mulai sepi, aku mengernyitkan kening. Sama sekali tidak ada bangunan di sepanjang perjalanan.

Aku merasa seperti berada di texas...

Di musim panas seperti ini matahari sedang teriknya, aku membuka kancing atas kemejaku guna memberi sedikit angin di dalam tubuhku. Ku buka kacamata yang sedari tadi bertengger di hidung dan mengaitkannya di rambut, melihat ke arah luar jendela.

Mulai terlihat padang nan luas, kawasan pertanian mungkin. Beberapa tanaman bunga dan sayur berjejer rapi di sana.

Beberapa orang yang aku tebak adalah pegawai tengah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Sepertinya musim panen telah tiba, beberapa buah labu terlihat sangat berwarna orange.

Tak terasa bibirku tersenyum, pemandangan yang begitu asri di cuaca terik seperti ini membuatku nyaman. Sepertinya aku akan sering-sering berkunjung kemari.

Aku membuka kaca jendela, pegawai di sana sangat ramah menyapa orang baru sepertiku. Andrew sempat mengingatkan untuk tidak terlalu dekat dengan orang-orang pertanian, aku hanya membalasnya dengan hembusan nafas kasar. Mungkin Andrew terlalu banyak menonton film thriller, batinku.

Menurutku mereka sangat baik, tidak seperti orang-orang di kantor gedung bertingkat dengan jas rapih yang menjunjung tinggi keangkuhan dalam berbicara.

Kulihat pula anak-anak berlarian di sekitar kebun, dan kini aku dapat melihat dengan jelas hamparan kebun anggur yang sangat luas.

Aku membulatkan kedua mataku tak percaya, kebun yang luasnya tak terhingga itu seperti tidak berujung. Dengan anggur yang kunilai adalah anggur terbaik yang pernah kulihat.

Oh, aku tidak sabar menjalin kerjasama dengan sang pemiliknya. Aku akan memberikan harga berapa pun untuk anggur-anggur itu, apalagi setelah diolah menjadi minuman.

"Miss... kurasa kita telah sampai." ujar Andrew membuyarkan lamunanku.

Kedua mataku beralih ke depan, aku mengernyitkan kening bingung. Apa ini sebuah guyonan?

"Apa ini Andrew?" Tanyaku ketus.

"Ah, ya. Menurut peta ini adalah kantornya." ucap Andrew, aku melotot kepadanya.

Ia segera turun dari mobil guna menanyakan kebenarannya, yang benar saja. Pengusaha pertanian yang paling sukses tinggal di sebuah rumah kayu seperti itu?

Tak ada penjagaan dan terlihat sepi, aku sempat berpikir mungkin ini hanya tempat para pegawai beristirahat.

Beberapa menit...

Aku mulai gelisah, belum lagi cuaca panas yang membuat gerah tubuhku. Keringat sedari tadi membanjiri wajah dan leherku, rambutku ku biarkan tergerai. Sialnya aku memakai heels tinggi di tempat seperti ini.

Aku merutuk dalam hati, mengapa Andrew lama sekali? Aku ingin menelponnya tapi ketika menyadari bahwa ponselnya masih ada di sini aku mengurungkan niatku.

My Hot Builder ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang