Sakit...
Yang kurasakan di sekujur tubuhku adalah sakit.
Sakit di kepalaku terasa nyeri berkepanjangan.
Aku ingin berteriak ini sangat sakit, namun aku tak dapat membuka kedua mataku atau pun sekedar merasakan kedua tanganku.Aku masih dapat bernafas dengan normal, tapi entah mengapa tubuhku terasa tidak dapat digerakan. Aku ingin bangun, tapi sepertinya tubuhku tidak dapat menerima perintah dari otakku.
Semua terasa gelap, tidak ada setitik pun cahaya yang menuntunku keluar dari kegelapan ini. Tubuhku mulai panas, ketika tak kunjung keluar dari kegelapan yang membuat nafasku makin sesak berada di sini. Mungkin tubuhku kini berkeringat, hawa panas terus menjalar di seluruh tubuhku.
Somebody, help me...
Aku menjerit dalam hati meski tahu tak ada seorang pun yang mendengar.
Apa yang baru saja terjadi ?
Seketika otakku bekerja dengan keras, berputar ketika aku kesadaran terakhirku.
Dia menghianatiku...
Jantungku terasa berdegub dengan kencang, dia yang selalu aku banggakan. Dia yang selalu aku kasihi dan cintai, ku berikan seluruhnya hanya untuknya. Namun ia dengan mudahnya menghianati kepercayaan yang aku berikan.
Parahnya lagi ia melakukan itu semua dengan Daisy, kakakku..
Kini aku dapat mengingat dengan jelas, membayangkan raut wajahnya seolah ia tidak memiliki dosa sedikit pun. Ia tak mencegahku, ia tak menyusulku, ia tak memanggil namaku atau sekedar mengucapkan kata maaf kepadaku. Karena mungkin cintanya hanya sebuah bualan untukku.
Aku menangis...
Menangisinya yang mungkin saja tidak memikirkanku sedetik saja sekarang ini.
Sakit..
Rasa sakit di hatiku melebihi rasa sakit di tubuhku, rasa sakit yang aku terima seakan membuatku ingin mati saja.
Aku bukanlah gadis yang kuat menerima segala rasa sakit apapun bentuknya.
Sakit seperti jantungku diremas dengan kuat oleh jemari besarnya.
Sakit seperti ditampar beribu kali oleh lengan besarnya.
Sakit ketika bayangan Daisy yang bergelayut manja di dada bidangnya.
Aku terisak..
Mungkin ketika aku dalam keadaan sadar aku akan menjerit kencang sambil menangis layaknya orang gila.
Mungkin aku lebih memilih rumah sakit jiwa dari pada berada di mansion Daisy saat ini.
Rumah besar yang membuatku muak, rumah besar yang ternyata menghianatiku selama ini.
Membayangkan tubuh langsing Daisy berada di bawah kukungan tubuh besar Anthonio membuat kepalaku makin sakit, membayangkan mereka berdua selama ini ternyata tertawa di belakangku sambil bercumbu membuat hatiku terasa tertusuk pisau.
Andai aku dapat berbicara, mungkin aku lebih memilih seseorang menusukkan sebuah belati ke jantungku dari pada menerima kepahitan ini.
Aku mencintainya...
Apapun yang ia minta selalu aku berikan, termasuk seluruh tubuhku dan kesucianku.
Mengendap bersembunyi agar dapat bertemu dan bercumbu dengannya, melakukan semua perintahnya dengan menelanjangi diriku sendiri.
Masih terekam dengan jelas seperti kaset rusak segala kenanganku dengan dirinya.
Dan mengingat itu semua makin membuatku sakit, entah mengapa aku tidak pernah berhenti memikirkannya.