Melodi Pengantar Ajal

33 3 0
                                    

Rumah kecil ini telah menjadi saksi seorang penggubah melodi cinta. Cinta yang begitu besar mengalahkan derita kesendirian. Rudolf sang komponis, seorang pekerja lepas yang sadar bila rumah kami tengah sengsara. Tiada kesetaraan, tiada kasih sayang bagi pribumi dari seorang pejabat eropa, bahkan bersanding pun jadi petaka.

Setiap hari, setiap renyut jam dinding terasa genting. Mata-mata Belanda kian jeli lihat gerak pemuda, tak terkecuali Rudolf. Batavia menjelang Oktober 1928, sepuluh tahun yang lalu kau dan aku mendapat kabar soal wacana kebangsaan. Para pemuda dari Tapanuli, Makassar, Manado, Sunda, Jawa, dan segala penjuru pulau di nusantara berkumpul di Gedung Oost Java. Kasihku tahu bila ini adalah kesempatan emas untuk menyapa nyala kebangkitan. Inilah saatnya aku nyanyikan melodi pembakar perjuangan, Karena laguku membawa pesan dari kalbu yang sedu.

Usai kejadian itu, ancaman kematian sudah siap menyergap. Kasihku menjadi pelarian demi menjaga harapan, namun apa daya, kami tertangkap dan terkurung sangkar aniaya. Kami terpisah antara ruang dan masa hingga tuhan pertemukan kami lagi, sayangnya Rudolfku tengah sekarat karena tekanan penjajahan.

Di sini aku menunggu kasih bernama merdeka, sudah sepuluh tahun aku mendampingi Rudolf yang kian kritis di atas matras. Andai engkau datang lebih cepat, mungkin duka sang pujangga akan terbalas dengan senyum bahagia. Namun apa boleh kata, takdir berkata sayangku harus pulang bersama "matahari terbit" yang engkau gubah.

Kasihku tidak lagi berdaya, penjara menjadikannya gelisah. Kalisosok begitu menyeramkan bagi seorang putra penyambung asa. Biarkan kami merana dalam ancaman tentara Hindia Belanda, karena putra putri bangsa ini akan mengenangmu, dawai kesunyianku akan mengantar kasih dalam peristirahatan. 17 Agustus 1938, engkau tidur bersama kenangan perjuangan. Berjuang mencapai kata merdeka, warisan persatuan dalam sajak dan nada ini akan aku jaga. Melodi pengantar ajal telah meresap dalam batin pejuang setelah engkau tiada, ijinkan aku mengingatmu, kasihku Rudolf yang berdiri memainkan biola kesendirian. Kini pertiwi menyanyikan lagu kita, Indonesia Raya.  

Setangkai Kisah Bunga LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang