Prolog

90.6K 2.6K 23
                                    

Sebuah cahaya kecil berpendar redup. Sayap hewan tersebut terangkat ke atas dan siap terbang. Namun baru saja beberapa kepakan sayap, hewan malam yang memiliki lampu itu kembali terjatuh lagi. Karena salah satu sayap hewan tersebut telah patah.

Ana sejak tadi terus mengamati kunang-kunang yang selalu berusaha terbang itu, kunang-kunang tersebut tepat berada di pagar pembatas balkon kamarnya. Tepat berada di depan wajahnya, karena Ana mengamati hewan kecil tersebut dengan sangat dekat.

Senyum kecil terbit di bibir pinknya, melihat bagaimana kerasnya usaha kunang-kunang itu, untuk berusaha kembali terbang. Jari telunjuk gadis itu ia letakkan di depan kunang-kunang itu, dan seakan mengerti kunang-kunang itu langsung meragkak naik ke atas jemari Ana.

"Lo gigih banget ya, udah ngerti sayap lo itu patah, tetap aja masih usaha terbang" Ana terkekeh kecil saat mengatakannya.

Netra coklat karamel itu masih mengamati dengan jeli kunang-kunang yang masih berusaha terbang. Cahaya kuning kehijauan dari kunang-kunang tersebut semakin redup, lalu perlahan mati.

Ana kembali tersenyum, dirinya beralih duduk di atas pembatas balkon sambil terus menatap objek yang ada di jari telunjuknya. Angin malam yang lembut menyapu wajahnya, membuat beberapa helai rambutnya ikut bergerak searah angin meniup.

"Lo itu aneh. Udah tahu sayap lo patah, masih aja mau terbang. Pasti sakit banget kan, berusaha terbang sama sayap lo yang patah gitu"

Ana terus saja berbicara sendiri, padahal walaupun arah matanya itu tertuju pada hewan bercahaya itu sepenuhnya, tentu saja hewan kecil itu tak akan membalas, jangankan membalas, mengerti mungkin saja tidak.

Mata gadis itu beralih menatap gugusan bintang yang ada di langit malam. Berpendar kecil, namun begitu banyak. Lagi-lagi senyum manisnya terukir.

"Ah... Bintangnya banyak banget, nggak biasanya nih kota punya bintang sebanyak itu" Bibir gadis itu masih melengkungkan senyuman.

Ia begitu menikmati ketenangan malam ini yang menurutnya sangat nyaman. Hanya suara angin, dan hewan malam yang terdengar, dan langit begitu gemerlap memamerkan sinar rembulan dan kelip bintangnya.

Tentu saja, suasana damai dan tenang ini bisa ia dapatkan saat hari benar-benar sudah ralut malam. Bahkan mungkin hampir tengah malam, kedamaian yang begitu indah. Batinnya.

Sayangnya, tak lama kemudian, sebuah suara alunan musik menyobek ketenangan yang terjadi. Suara petikan gitar yang begitu jelas ia dengar dari keheningan malam ini.

Ana memandang ke arah depannya, tepat ke sebuah rumah mewah nan megah yang mana lampu di salah satu ruangan di lantai dua itu masih menyala.

Ana tersenyum begitu mendengar alunan lagu yang terangkai dari petikan gitar itu. Ana sangat menghapal lagu itu, juga orang yang tengah memainkannya saat ini, duduk di sebuah sofa single di balkon kamar yang berada tepat di depan balkon kamarnya.

Rumahnya dan rumah orang pemain gitar itu hanya terpisah oleh sebuah taman kecil yang terdapat sebuah pohon mangga yang kini sedang lebat berbuah.

Meskipun samar, Ana masih bisa mengenali siapa siluet laki-laki yang kini tengah bermain gitar, 30m dari dirinya berdiri. Dia begitu mengenal cowok itu. Teman satu sekolah Anna, dan juga tetanga rumahnya.

Galasakti Caesar Adinata.

Cowok yang memiliki wajah tampan dan senyum yang sangat menawan. Ana masih mengamati lekat-lekat lelaki tersebut sebelum akhirnya lelaki itu tersadar jika ada orang yang mengamati permainan gitarnya.

Kai menghentikan petikan gitar tersebut begitu melihat Ana yang tengah menatapnya sembari tersenyum lebar. Dia mendengus kasar saat Ana melambaikan tangan seperti mengatakan "Halo" kepadanya.

Ia memberikan tatapan tajam pada perempuan itu, tatapan tajam, membunuh, dan sangat dingin, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamarnya menutup pintu balkon dan beranjak ke tempat tidur.

Kai langsung merebahkan dirinya dia atas kasur berukuran king-size itu. Dia perlahan memejamkan matanya, namun entah mengapa bayangan gadis yang mengenakan dres putih dibawah lutut yang tengah melambai ke arahnya tadi, terlintas di benaknya.

Dia sekali lagi mendengus kasar dan kembali mencoba untuk tidur. Tidur yang lebih tenang, tidur yang lebih nyaman. Hanya ada dirinya dan mimpi indahnya, bukan wajah gadis bernama Ana itu.

Sementara Kai yang sudah terlelap damai, berbeda dengan Ana. Gadis itu bukannya beranjak ke tempat tidur malah asik memandangi bintang-bintang yang masih berkelip di atas sana.

"Gue itu Bima sakti dan lo Andromeda. Gue bisa lihat lo dari sini, sementara lo nggak akan mau ngelihat gue dari sana"

Ana tersenyum saat dirinya mengatakan hal itu, namun berbeda dengan bibir gadis itu, netra coklat karamel itu malah memberikan setetes air yang mangalir dari matanya, turun ke pipinya, dan jauh dengan bebas ke tanah, bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja angin berubah kencang, dan langit yang tadinya cerah tiba-tiba mendadak menggelap.

Beberapa menit kemudian, butiran air langit telah jatuh dengan bebas ke bumi. Bukannya bergegas masuk, Ana malah tetap diam. Seakan tidak peduli bahwa wajahnya juga ikut basah akibat tepias air hujan.

"Hujan itu aneh, dia udah jatuh berkali-kali, tapi tetep aja mau dateng lagi, seakan nggak peduli kalo dirinya itu bakalan tersakiti"

Sekali lagi gadis itu bergumam pelan sebelum akhirnya memilih masuk ke dalam kamar bernuansa dark blue miliknya, dan kembali melanjutkan tidurnya.

.
.
.

TBC....

Hallo.🤗🤗
Salam kenal semuanya. panggil aja El Ini sebenernya bukan cerita pertama yang aku tulis, atau cerita pertama yang aku publikasikan. Tapi, insyaallah ini cerita pertama yang bisa aku buat endingnya.

See you next part.
Jangan lupa klik bintang sama komentar yah:")
Satu vote dari kalian sangat berharga buatku:-}
Pokoknya jangan lupa vote, vote itu gratis.
Ada saran? Kritik? Masukan? Silahkan coment^ω^

Danke ฅ'ω'ฅ

사란 해
(Sarangheo)
Lith❤

©copyright: Galaksi
By: Litlecherie
Sabtu/17/11/2018

👇klik disini👇

Galaksi [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang