☆Malam Itu

1.4K 85 50
                                    

Kugeser ke atas gambar telepon hijau itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kugeser ke atas gambar telepon hijau itu. Tumben, biasanya dia selalu video call, tapi kali ini hanya pakai voice call.

"Hai, Ay! Tumben ngga vidcol?" sapaku setenang mungkin. Semoga tidak ada yang aneh dengan suaraku. Seharusnya aku bersyukur dia tidak Video Call, atau dia akan melihat wajahku.

"Lagi males megang. Lagian lo juga udah apal wajah gue kan, sampai tahi lalat terkecil. Lo lagi ngapain, Hun?" Suara Lexy sedikit menenangkan hatiku yang sedang berkecamuk.

"Gue lagi ngobrol sama pacar!" Kudengar tertawa renyahnya. Sepanjang yang kutahu, pemuda itu memang selalu ceria di mana pun dan kapan pun.

Lexy mempunyai kehidupan yang sempurna. Orangtua yang komplit dan menyayangi, kakak adik yang selalu kompak dan lingkungan yang penuh cinta dan support. Tidak sepertiku.

Mungkin itulah yang membuatnya menjadi sosok yang cerdas, aktif, dan selalu optimis. Bukankah keluarga memegang peranan terpenting dalam tumbuh kembang seorang manusia. Setidaknya, begitulah yang sering kudengar dari beberapa percakapan orang dewasa di sekolah.

"Hun, lo masih di situ, kan?" Suara Lexy membuyarkan otakku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hun, lo masih di situ, kan?" Suara Lexy membuyarkan otakku.

"Iya, maaf. Ini ... sambil mbalesin chat," jawabku berbohong. Iya, aku biasanya melakukan ini saat panik saja. Semacam alat penyamar kepanikan.

"Sabtu nanti, gue lagi pengen hedon. Gue ada dua penawaran nih, lo pilih salah satu. Nonton Rich Bryan atau Dilan?" Biasanya aku akan jingkrak-jingkrak saat mendengar penawaran begini. Namun, kali ini aku tidak tertarik sama sekali.

"Gue nurut lo aja, deh!" jawabku sekenanya. Dahiku mengerut. Sebenarnya aku ingin menceritakan soal kehamilan sial ini, tapi tidak tega merusak suasana. Mungkin akan kuceritakan di lain waktu saja.

"Tumben, biasanya lo napsu banget, kalau milih ginian. What's wrong with you, Hun?"

Lexy mengenalku dengan baik. Sebelum berpacaran, kami sudah bersahabat sejak SMP. Makanya, banyak yang bilang, kalau hubungan kami tidak seperti couple kebanyakan. Pacaran rasa sahabat.

TEENY MAMEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang