GLORY!

PERMULAAN

Viny.

Shani.

Terbanglah.

Melihat mereka berdua. Seperti melihat dua orang di jalannya masing-masing, dengan hati yang teguh.

November, 2018.

Dua perasaan yang saling bertolak belakang ditampilkan.

Viny kembali. Kembali ke deretan penampil utama. Setelah rangkaian peristiwa yang membuatnya jatuh dalam titik terendahnya selama 6 tahun bersama JKT48. Di panggung Viny tersenyum. Bahagia. Dia telah mendapatkannya kembali. Waktu kini memihaknya lagi. Viny yang menjadi lebih dewasa, dan lebih menerima dirinya sendiri daripada menjadi diplomatis yang membuatnya abu-abu. Mungkin bagi sebagian orang dia telah berwarna hitam, sebuah simbol penilaian buruk atasnya. Tetapi bagi mereka yang mengidolakannya, dia justru memutih. Jauh lebih terlihat manusiawi, dan tidak sungkan untuk memposisikan dirinya secara jelas. Tanpa takut resistensi dan cibiran.

Shani sebaliknya. Mahkota tahun lalu tak bisa didapat. Di kota asalnya, Jogjakarta, dia harus mengaku kalah kepada saingan beratnya, Yupi, dalam sebuah sistem pemilu yang tidak hanya mengambil suara namun juga uang para fans nya. Suaramu telah diambil, pun juga uangmu. Dan kekejaman itu ternyata masih tidak cukup untuk membuat semuanya bahagia. Shani salah satunya. Shani tidak menutupi bahwa dia sedih. Bahkan dia mengatakannya secara gamblang.
"Aku sedih. Di kota asalku, aku harus kalah."
Sebuah pernyataan tanpa tedeng aling-aling. Bahkan lebih lanjut dia berucap.
"Tanpa pemilu ini, aku bukanlah siapa-siapa. Hanya pemilu ini yang benar-benar mengangkatku untuk berada di depan."
Dan iya, memang benar. Jika Shani tidak memenangkan pemilu tahun lalu, mungkin Shani tidak akan menjadi seperti sekarang. Momentumnya memang singkat. Tapi efeknya sangat besar. Dan kekalahan ini lebih menyesakkan baginya, karena menang pemilu adalah jaminan exposure. Dan sangat terlihat. Bahkan di antara yang benar-benar berbakat sekalipun.

Ini adalah drama. Perjalanan Viny dan Shani. Memenangkan tujuan masing-masing.