ADEM SHANI?

69 5 0
                                    

"Aaarghh!"

Shani berseru. Dia kembali meremas-remas kertas di tangannya yang entah sudah berapa kertas dia habiskan. Tampaknya sudah dua jam berlalu dan hasilnya nol besar. Deretan kata-kata yang sedari tadi dia tuliskan tampaknya tidak pernah memuaskan dirinya.

"Aku perlu lebih dari ini. Aku perlu kata-kata yang kuat."

Suara hati Shani menggema dalam batinnya sendiri.

"Juara? Mmm... ndak. Terlalu biasa. Dan kelihatan sekali aku, sebegitu butuhnya menang ya? Yaaa... iya sih. Hahaha. Ah, apa sih. Kok aku mulai edan ya?"

Shani terus memikirkan kata-kata yang akan menjadi tagline nya di ajang sousenkyo.

"Singgasana Cinta? Hahaha. Apa sih. Kaya lagu dangdut."

Entah sudah berapa kata-kata yang terbuang percuma. Berjalan Bersama. Tidak dipakai. Sekali Lagi. Mirip dengan kata-kata Gracia saat sedang theater,

"Sekali lagi..." Gracia berteriak dan kemudian akan dijawab oleh penonton dengan, "Graciaaa!"

Mimpi Yang Tinggi. Shani hanya tertawa getir. Tagline macam apa ini. Apalagi kata mimpi sudah banyak yang pernah pakai.

"Oh Tuhan. Bisa meledak kepalaku."

Shani menempelkan kepalanya di atas meja. Persis ketika orang sedang tidur di dalam kelas. Dia menginginkan kata-kata yang menggambarkan dirinya. Secara kuat. Sekaligus mengandung pesan tersirat atas apa yang dia inginkan di sousenkyo kali ini. Menang. Mempertahankan gelar. Dan jadi center kembali.

Smartphone Shani menyala. Tanda ada pesan yang masuk. Sesaat setelah membaca pesan, Shani terkejut.

"Astaga! Aku ada kuliah hari ini. Aku lupa! Duh."

Bergegas Shani menelepon balik si pemberi pesan.

"Risma! Kamu di kampus?"

"Lah, iya Shan. Kamu? Kuliah kan?"

"Di rumaaah. Huhuhu. Piye iki, Maaa."

"Ya ampun, Shaniiii. Yasudah ah ke sini aja dulu."

"Telat ga ya?"

"Ya, mana aku tau, Shan. Udah sini aja dulu."

"Oke oke. Tunggu bentar."

Pukul 12.30. Shani harus kuliah tepat di pukul 13.00. Masih ada waktu, masih bisa. Shani berusaha bersiap secepat mungkin. Berganti baju, menyisir rambutnya dengan tergesa-gesa dan sedikit asal-asalan, kemudian tanpa berlama-lama memasukkan semua barang yang kira-kira penting ke dalam tas-nya untuk dibawa. Pouch berisi alat-alat make up, laptop, buku-buku kuliah yang entah Shani sendiri tidak tahu apakah akan berguna nanti, binder, dan beberapa folder isi draft presentasi. Pikirannya sedang tidak jernih. Yang penting cepat. Setelah semua Shani rasa sudah cukup, dia berlari keluar kamar. Baru sesaat keluar kamar, Shani menepuk kepalanya.

"Parfum!"

Shani masuk lagi. Memasukkan dua jenis pewangi yang berbeda untuk dijejalkan secara asal-asalan ke dalam tas. Satu cologne, dan satu lagi eau de toilette. Shani sangat menyukai parfum. Dia tidak akan bisa lepas dari parfum. Barang wajib yang harus selalu dibawa kemanapun.

"Oke. Semoga tidak ada lagi yang terlupa. Amin."

Kembali Shani berlari keluar kamar dan sesegera mungkin keluar ruang apartemennya yang dia tinggali bersama Papanya. Lari lagi ke lift terdekat dan memencet tombol lift dengan tidak sabaran.

"Ayo, Shani. Ojo telat. Semoga tidak telat." Doanya dalam hati.


*****


Driver ojek online itu datang.

"Mbak... Shani?"

Shani tiba-tiba sudah berada di belakangnya, bersiap untuk naik.

"Cepet, Pak." Shani tanpa menunggu lama sudah duduk di boncengannya.

"Iya, Mbak. Helm nya dulu."

Si driver menyodorkan helm. Langsung saja Shani menyambarnya tanpa sepatah kata pun. Driver itu paham, dia harus cepat atau penumpangnya bisa makin gelisah. Shani tanpa sadar selalu mengecek jam tangan. Dia ingin sekali berdecak dan bersumpah serapah karena harus terburu-buru untuk mengejar waktu. Jalanan Jakarta hari itu sebenarnya tidak terlalu padat, tapi benar-benar panas menyengat. Panasnya sampai membuat Shani yang di theater dijuluki "adem Shani" itu menjadi tidak adem lagi, meski emosinya yang meledak-ledak masih hanya sebatas di dalam hati. Shani dikenal member yang kalem dan pendiam. Sedikit bicara dan senyumnya pun tipis, serta hampir tidak pernah menunjukkan emosinya secara blak-blakan di atas panggung atau di depan yang lain. Sikapnya yang kalem dan nada bicaranya yang lembut membuat para fans menganggapnya sebagai member yang anggun bak puteri keraton. Tidak heran julukan "adem Shani" melekat padanya. Tapi sebenarnya, Shani hanyalah menyimpan itu semua. Dia memang tipe orang yang menjauhi masalah. Daripada harus menunjukkan emosi dan menampakkan ketidaksukaan kepada sesuatu secara gamblang, dia memilih diam dan melupakannya.

Pengendara ojek mencoba secepat mungkin, tapi secepat apapun itu, kegelisahan Shani tidak berkurang. Waktu semakin tipis. Tepat 3 menit lagi kelas akan dimulai. Shani menengok jam tangannya. Hampir mustahil baginya sampai kelas tepat waktu.

"Ga mungkin. Ga mungkin sampai. Telat aku." Shani mulai pesimis. Diraihnya smartphone di dalam tas-nya untuk menelpon Risma. Smartphone itu kemudian dia sisipkan di antara helm yang menutupi telinga.

"Risma!"

"Shaniii. Dimanaaa?"

"Di jalan, Ma. Telat aku. Ga mungkin sampai deh."

"Yah, Shani."

"Absenin to, Ma."

"Aduh, ga berani, Shan. Kemarin kan udah ada yang ketauan."

"Iya, sih."

"Terus, kamu mau balik?"

"Enggak, kayanya. Ke perpus aja apa ya?"

"Ooh, kamu mau ke perpus?"

"Kenapa emang?"

"Ya udah, yang buat tugas minggu depan sekalian cariin bahannya."

"Tugas yang mana?"

Motor sang ojek tiba-tiba berhenti tanpa Shani sadari. Shani bingung. Kok mendadak.

"Ma, bentar Ma. Nanti wa aja, ya. Yang mana tugasnya."

Shani mematikan telepon. Dia kemudian bertanya, "Kenapa, Pak?"

"Iya, Mbak. Maaf, udah sampai."

"Hah??" Shani kaget.

"Iya, Untar kan?"

Shani kemudian tersadar. Dan memang benar kampusnya. Universitas Tarumanagara dengan gedung putih menjulang tinggi yang malah lebih terlihat seperti apartemen, plus rentetan kaca berwarna biru yang makin menambah aksen kemewahan. Segera Shani membayar jasa perjalanan ojeknya dan kemudian dia berjalan cepat menuju gedung fakultasnya, Fakultas Ilmu Komunikasi. Dalam jalannya dia ragu. Dia sudah telat. Kelas telah dimulai beberapa menit yang lalu. Dia bimbang apakah tetap akan masuk ke dalam kelas atau memilih untuk pergi saja ke perpustakaan. Dia akhirnya melihat pesan whatsapp yang sedari tadi sebenarnya sudah muncul. Dari Risma tentu saja. Pesan tersebut menyampaikan bahwa tugas minggu depan adalah tentang rebranding produk. Dan Shani diminta mencari buku-buku yang sesuai untuk bisa dijadikan landasan dalam sebuah kegiatan rebranding. Akhirnya Shani memutuskan. Dia akan ke perpustakaan.

GLORY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang