Bab I

59 5 3
                                    

Hari sudah menjelang petang, namun tak menyurutkan semangat berbelanja orang-orang yang berada di dalam kios sembako grosiran itu, mereka masih saja semangat untuk berteriak meminta lebih dulu dilayani oleh beberapa orang pramuniaga yang terlihat kewalahan dan sebagian yang lain berteriak meminta kepada pemilik kios untuk mempercepat proses pembayaran barang belanjaan mereka yang bisa di katakan setiap orang memiliki setumpuk belanjaan yang harus mereka bayar.

Di tengah-tengah kerumunan orang dewasa yang sedang mengantri di loket pembayaran,terlihat satu anak perempuan turut dalam antrian itu beserta troli bersi belanjaan yang didominasi dengan Snack anak-anak khas warung kelontong, raut lelah yang terpancar dari wajahnya begitu terlihat meskipun ia mencoba menutupi dengan senyuman yang ia pancarkan kepada orang-orang yang ia temui. Airin gadis berusia tiga belas tahun itu  sebetulnya baru saja pulang ke rumah setelah sebelumnya ia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, namun setibanya di rumah ia dikejutkan dengan keadaan ibunya yang tidak sadarkan diri beserta memar yang terdapat hampir pada semua bagian tubuh ibunya.

Airin yakin sekali itu semua adalah perbuatan Ayahnya,karena hampir setiap pulang malam hari Ayahnya selalu memperlakukan ibunya dengan buruk, namun yang Airin tidak habis pikir bagaimana bisa Ibunya terlihat baik-baik saja saat ia berangkat sekolah tadi pagi, apakah Ayahnya pulang saat Airin sedang berada di sekolah lalu menyiksa ibunya.

Ayah Airin selalu pulang malam dalam kondisi mabuk berat dan terkadang dalam emosi yang buruk karena habis kalah berjudi, karena itulah Ibunya selalu menjadi sasaran empuk untuk Ayahnya meluapkan segala sesuatu yang berkecamuk dalam dirinya dengan menyiksa Ibu Airin, tak jarang Airin mendengar teriakan dan tangis kesakitan ibunya di malam hari namun ketika ia hendak membantu kamar Airin selalu dalam keadaan pintu yang terkunci, dan Airin tau itu dilakukan oleh ibunya semata-mata untuk melindungi Airin.

Airin jarang sekali melihat Ayahnya, karena kebiasaan Ayahnya yang selalu pulang malam dan pergi saat dini hari. Ayahnya jarang sekali pulang siang hari atau bahkan hampir tidak pernah.

Karena keadaan Ibu yang kurang baik terpaksalah ia harus mengambil alih tugas Ibu salah satunya dengan berbelanja keperluan warung. Cukup lama berdiri dalam antrian, kini giliran untuk Airin membayar belanjaannya.

Senyum bapak pemilik kios pun menyambut Airin saat berada dihadapannya, "tumben kamu yang belanja rin, biasanya ibu kamu" ucap  pak Amal pemilik kios sambil mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam troli untuk di jumlahkan.

"Iya pak haji, Airin mau bantu ibu supaya ibu ngga kecapean"

"Baik sekali kamu rin"

"Harus dong pak, kan biar ibunya Airin bahagia"

Pak Amal pun tersenyum mendengar ucapan Airin. Setelah semua belanjaan sudah di jumlahkan,dibayar dan dikemas dengan kardus oleh pramuniaga toko, Airin pun segera berpamitan kepada pak Amal untuk pulang karena hari sudah semakin sore.

Airin pun tampak menghembuskan nafas berat sesampainya ia di dekat sepeda miliknya yang diparkiran di bagian pojok kios, sambil memandangi bergantian 4 kardus berisi belanjaan yang harus ia bawa

Belanjaan hari ini memang cukup banyak, maka dari itu pramuniaga toko mengemas
Belanjaan Airin secara terpisah dalam empat kardus dan sekarang Airin benar-benar bingung bagaimana cara membawa semua belanjaannya. Hari sudah menjelang petang tak mungkin untuk Airin kembali lagi ke kios nantinya hanya untuk mengambil belanjaan yang tertinggal, terlebih ia harus mengerjakan prakarya yang harus di kumpulkan esok hari yang rencananya akan ia kerjakan selepas Maghrib nanti.

Setelah berkutat beberapa saat dalam pemikiran, akhirnya Airin memutuskan untuk menemui kembali pak amal bermaksud meminjam telpon pemilik ruko dan setelah mendapatkan izin, ia pun segera menghubungi seseorang dengan harapan bisa membantunya.

instortenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang