Bahtera-2

6.6K 624 28
                                    

Ingin menangis, tapi malu. Ingin marah, tidak mungkin karena itu juga salahnya yang terburu-buru. Akhirnya ia hanya mengembuskan napas gusar, meski dadanya bergemuruh melihat benda persegi itu hancur di bagian layar. Terlebih saat panggilan Popeyenya yang terputus.

Baru lima bulan ia membeli benda keluaran dari Apel seri ke-8, hasil kerja kerasnya selama ini. Hanya dalam waktu hitungan detik saja, benda itu sudah tak keruan bentuknya. Ditabungannya memang sudah ada sedikit uang, tapi akan ia gunakan untuk biaya pernikahan dan biaya hidup setelahnya. Budget untuk membeli gawai tidak termasuk ke dalam list.

"Eyang minta maaf Nak Naya," ucap wanita baya itu lagi. Melihat ekspresi Kanaya membuatnya sangat merasa bersalah.

Kanaya diam, tidak menjawabnya sama sekali. Memangnya minta maaf bisa membuat gawainya seperti semula!

"Ehm begini saja, Eyang akan ganti rugi. Kita pergi ke ibox sekarang juga," putusnya.

"Eyang tidak perlu seperti itu. Tinggal servise saja layarnya," seru satu-satunya lelaki yang ada diantara mereka. Ia tak terima uang Eyangnya habis membeli gawai baru untuk perempuan di depannya.

"Iya Eyang, nanti biar saya servise. Ya mungkin butuh waktu lama sih. Tapi tidak masalah kok, Yang."

Tangan Kanaya langsung ditarik Eyang sehingga ia tidak bisa berkutik. Mereka berjalan untuk mencari letak ibox di dalam mal itu. Sedangkan Kenan berjalan di belakang mengikuti dua wanita berbeda generasi itu dengan wajah yang nampak kesal. Bisa-bisanya Eyang bersikap baik pada orang yang baru saja ditemuinya. Tanpa ada rasa curiga sama sekali. Bisa saja kan Kanaya itu hanya mengambil kesempatan di dalam kesempitan.

"Wong iPhone mu sudah rusak, mana bisa di servise. Ngawur si Ken itu," seru Eyang saat tiba di depan ibox. "Pilihlah yang kamu suka, biar Eyang yang bayar."

"Tapi, Yang ...."

"Kalau Eyang nggak ganti rugi, sampai mati pun Eyang tetap merasa bersalah."

"Eyang! Apa-apaan sih ngomongnya?!" pekik Kenan saat mendengar ocehan Eyang. Ia tidak suka saat kata itu keluar dari bibir Eyang.

Eyang tertawa, seperti tidak melakukan kesalahan apapun. "Yasudah Ken, kamu bantu itu Nak Naya pilih-pilih. Kalau bisa yang keluaran terbaru yang memorynya besar."

Dengan berat hati, Ken menurut. Ia melangkahkan kaki mendekat ke arah Kanaya yang sedang melihat-lihat deretan gawai, dan berhenti di belakang tubuh gadis itu.

"Kamu sengaja memanfaatkan kebaikan Eyang saya demi kemauan kamu, kan?" bisiknya di telinga Kanaya.

Sontak gadis itu langsung menoleh, rahangnya mengeras menahan amarah. "Maksud kamu apa bicara seperti itu?"

Kenan berdecih. "Saya sudah hapal perempuan macam kamu. Perempuan kota yang matrealistis."

Tangan Kanaya mengepal kuat. Harga dirinya seakan direndahkan oleh lelaki bertubuh tegap itu. Rasanya Kanaya ingin sekali berteriak di hadapan lelaki itu, kalau ia juga bisa membeli benda persegi nan canggih dengan uangnya sendiri.

"Sayang sekali ya, hati Eyangnya seperti malaikat. Namun sayang, Punya cucu berhati iblis seperti kamu!"

Kanaya melangkah ke arah Eyang yang juga sedang memperhatikan gawai yang dipajang. Eyang nampak terkejut dengan kedatangan Kanaya yang mendadak. Terlebih saat melihat wajah Kanaya yang terlihat marah.

"Eyang, mohon maaf sepertinya Naya tidak bisa menerima pemberian Eyang. Naya sudah ikhlas, dan Eyang tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Naya mohon pamit, Eyang."

"Lho? Nak Naya tunggu dulu!"

Kanaya terus berjalan meninggalkan ibox, tanpa peduli panggilan dari Eyang. Ia ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini. Terlebih dari orang seperti Kenan.

Bahtera Surgaku [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang