Ara merasakan seseorang menepuk-nepuk pipinya.“Hei, bangunlah!”
Panggilan itu terdengar berulang-ulang, kembali diselingi dengan tepukkan di pipi.
“Hei, bangunlah!”
Lagi, kali ini terdengar lebih keras.
Ara mengerang lirih. Mencoba membuka mata, segera ia diserang rasa sakit di sekujur tubuh. Rasanya pegal, sakit, pening, ah, entahlah. Semua terasa bercampur jadi satu. Di kaki, di badan, di tangan, di kepala, di semuanya.
“Kau tak apa-apa?”
Ara kembali mencoba membuka mata demi untuk menatap seraut wajah kelelahan yang kini berada tepat di depan wajahnya. Lelaki yang tadi, yang ia temui ketika ...
“Oh, syukurlah. Akhirnya kau membuka mata.” Ia berujar lega seraya beranjak mengambil sesuatu dan selanjutnya Ara merasakan tetesan air segar pada bibirnya. Rupanya lelaki itu menyuapinya air dari botol kecil yang ia bawa.
Setelah merasakan kerongkongannya dilewati air, perlahan Ara merasakan tubuhnya sedikit bertenaga. Ia menggeliat pelan, lalu berusaha bangkit. Lelaki itu tak tinggal diam. Dengan cekatan ia membantu Ara duduk.
Ara menatapnya bingung. Lelaki itu meniup poninya sendiri dengan kesal.
“Jangan katakan kalau kau lupa dengan apa yang terjadi. Aku malas menjelaskannya. Jadi ingat-ingatlah sendiri,” ucapnya ketus.
“Aku ingat,” ucap Ara cepat, namun lirih.
“Syukurlah. Dan kau masih ingat namaku, kan?”
Ara kembali menatap lelaki di sampingnya dengan seksama.
“Zach,” jawabnya.
“Good.” Lelaki itu menjawab pendek seraya beringsut menjauhi Ara, kemudian menyandarkan punggungnya di dinding batu.
“Aku sudah memeriksa tubuhmu, dan bersyukurlah, tak ada yang patah. Hanya keningmu yang sedikit berdarah. Itupun sudah kuberi plester luka,” lelaki itu kembali berujar.
Dan seketika Ara mendelik.
“Memeriksa? Tubuhku?” Ia berucap tak percaya seraya meraba keningnya yang ternyata sudah tertutup plester. Zach hanya mengangkat bahu cuek.
“Aku harus melakukannya. Hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja. Tak lebih. Ah, sudahlah. Makanlah dulu buah-buahan itu agar kau segera punya tenaga dan kita bisa meninggalkan tempat ini.” Lelaki itu menunjuk ke arah setumpuk buah-buahan di samping Ara dengan dagunya. Gadis itu menatap tumpukkan buah di sampingnya dengan takjub.
“Kapan kau mendapatkan buah-buahan ini? Apa kau membawanya?”
“Aku mencarinya. Ketika kau tak sadarkan diri, aku berkeliling dan mencoba mencari buah liar.”
“Apa?” Ara kembali mendelik.
“Maksudmu, kau meninggalkanku ketika aku jatuh pingsan, sendirian? Bagaimana jika aku dimakan hewan buas?” Ia protes.Zach terkekeh. “Intinya kan sekarang kau masih utuh dan hidup. Selesai,” jawabnya. “Makanlah.”
Ara menggigit bibirnya kesal. Namun setelah dipikir-pikir lagi, tak ada gunanya ia bersikap seperti itu. Toh pemuda di hadapannya ini telah menyelamatkan nyawanya, merawat lukanya, dan bahkan mencarikan makanan untuknya.
“Siapa namamu?”
“Ara.” Ara menjawab tanpa perlu berpikir lama.
“Dan ceritakan padaku, kenapa kau bisa berbaur dengan vampir?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nephilim
FantasyArabelle, gadis biasa yang baru duduk di kelas 2 SMA dan telah menjadi yatim piatu sejak setahun yang lalu. Kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan lalu lintas. Dengan hanya berbekal dana santunan dari pihak asuransi, selama ini ia hid...