▫SeMbIlAn▫

127 6 0
                                    

"Apaan?" 

Alfrio tersenyum tipis. Tangannya membuka lembar perlembar buku sedangkan tangannya yang lain memegang handphone.

"Gak belajar lo?" tanya Alfrio balik. Cowok itu sedang berbaring di kasurnya sambil membaca beberapa buku novel yang baru ia beli kemarin.

"Males."

"Pantes lo bego." ucap Alfrio. Cowok itu terkekeh saat membayangkan ekspresi Aldra yang sedang kesal tapi menggemaskan di matanya.

"Bacot lo, ah!"

"Besok gue jemput, oke?"

"Hm."

●︿● ●︿● ●︿●

Ping, pong, ping, pong

"Agh ... Susah banget, sih?" gerutu Aldra kesal. Bayangkan saja, saat kau sudah berusaha untuk sampai di level terakhir tapi, tiba-tiba kau membuat kesalahan sampai harus membuat mu kembali ke level awal. Menyebalkan, tentu saja.

"Auk ah, males gue!" gumam Aldra kesal. Ia lalu meletakkan handphonenya di meja kecil di sebelah kasur. Sekarang, cewek itu bosan dan tak tahu harus melakukan apa untuk mengusir rasa bosan ini.

Ia melihat jam yang menunjukkan pukul 22.05. Aldra menghela nafas dan berpikir untuk tidur saja karena memang ini sudah larut malam tapi, suara ketukan dari luar membuatnya harus turun dan membukakan pintu.

"Bunda kali, ya?" gumamnya sambil berjalan keluar dari kamar. Ia melihat keadaan sekitar. Gelap.

Tanpa berniat menyalakan lampu satupun untuk penerangan, ia terus berjalan menuju pintu. Sesampainya di depan pintu,  Aldra langsung membukanya tanpa curiga siapa yang mengetuk pintunya sedari tadi.

"Met datang bun--" ucapannya terhenti ketika melihat seorang laki-laki berjaket hitam dengan celana jeans hitam. Ia membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.

Laki-laki itu tersenyum dan menyapa Aldra yang masih menatapnya tidak percaya. "Halo."

Aldra menggelengkan kepalanya. "Ah... Iya, halo, kak ... Ervan." jawabnya malu-malu. Ya, laki-laki itu adalah Ervan. Kakak kelas yang di idolakannya. Entah kenapa dia bisa ada disini, di hadapannya.

"Kakak ngapain kesini malem-malem?" tanya Aldra saat ia sudah sadar sepenuhnya. "Hmm... Gak tau juga, ya..." ucap Ervan membuat Aldra bingung.

"Kira-kira... Kenapa?" tanya Ervan dengan senyum jahilnya sambil menatap Aldra. Yang ditatap hanya menggeleng dan memasang wajah polos tak berdosa.

Ervan yang melihat ekspresi Aldra langsung tertawa membuat Aldra tambah bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Gak usah manggil kak, pake Ervan aja. Mm... Sayang juga boleh, kok." ucap Ervan lagi.

"Eh, saya gak enak kalo manggil nama kak apalagi kalo manggil sa--" ucapannya Aldra terhenti lagi untuk yang kedua kalinya. Sayang?!

Ervan menahan tawanya saat melihat pipi Aldra yang tiba-tiba memerah. Ia terkekeh melihat kelakuan Aldra jika sedang malu-malu.

"Ha..ha.. Engga, kok! Becanda, becanda." ucap Ervan. Aldra yang merasa telah dikerjai mendengus sebal dan merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia blushing coba?!

"Nih." Ervan memberikan paper bag  yang sedari tadi ia pegang. Aldra mengerutkan keningnya bingung. "Ini apa?" tanyanya.

"Buka aja." jawab Ervan.

"Untuk aku?"

"Bukan, untuk kucing lo."

"..."

Secret'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang