♡SeBeLaS♡

100 7 0
                                    

"Kak, lo mau bawa gue kemana, sih?" Ervan berhenti sebentar dan terkekeh lalu kembali menarik lengan Aldra menuju suatu tempat.

Aldra menghela nafas lelah. Ia pasrah dibawa kemana saja asal jangan ke kuburan.

"Kita naik itu!" ucap Ervan sambil menunjuk satu wahana. Aldra mendongak, menatap wahana yang ditunjuk Ervan. Ia menaikkan sebelah alisnya heran, "Biang lala?"

Ervan mengangguk dan tersenyum. "Tapi-"

Belum sempat Aldra menyelesaikan ucapannya tangannya sudah kembali ditarik Ervan. Aldra hanya diam, pasrah. Dia tidak bisa menolak.

Mereka berdua duduk berhadapan. Aldra hanya diam menatap keluar, sedangkan Ervan juga melakukan hal yang sama. Keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat sampai akhirnya Ervan membuka pembicaraan.

"Ah ... Al, liat tuh!" seru Ervan. Aldra mengikuti arah pandangan Ervan, bulan purnama di langit gelap yang penuh bintang. "Cantik ya."

Aldra mengangguk tapi, pandangannya tetap tidak dialihkan dari bulan. "Iya."

Tepat saat mereka benar-benar berada diatas, wahana yang mereka naiki mendadak berhenti. Aldra sedikit terkejut ketika mendapati ia benar-benar diatas dengan keadaan wahana yang mati.

"K-kak, kok berhenti?" tanya Aldra sambil mengamati sekitarnya. Ia khawatir tidak bisa turun. Sedetik kemudian, bukan jawaban yang Aldra dengar tapi, suara gelak tawa dari Ervan.

Heran, Aldra mendongak. Mendapati cowok di hadapannya yang bisa-bisanya tertawa lepas disaat gawat seperti ini. "Kok ketawa, sih?!"

"Engga, habis muka panikmu itu lucu!" ucap Ervan. Aldra memalingkan wajahnya sebelum Ervan melihat pipinya yang blushing.

"Al, gue mau bicara!"

Aldra menatap Ervan lagi. Kali ini ia serius, rasanya seperti orang lain tapi, itu benar-benar dia. "Bicara aja."

Ervan menggenggam tangan Aldra membuatnya sedikit terkejut. Ia menatap Ervan penuh tanya.

"Gue ..."

Ucapan Ervan menggantung. Cowok itu menunduk membuat Aldra yang sedari tadi di selimuti keingin tahuan berubah jadi bingung. "Apa?" tanya Aldra.

Ervan menghela nafas panjang, ia mendongak. Menatap Aldra serius.

"Lo mau gak jadi pacar gue?"

● ● ● ● ● ●

Aldra menghempaskan tubuhnya di kasur. Ia menatap langit-langit kamar sambil tersenyum. Ia masih tidak percaya dengan kejadian tadi tapi, itu sungguh nyata.

"Lo mau gak jadi pacar gue?"

Aldra terdiam. Dia masih belum sepenuhnya percaya bahwa ini kenyataan.

"Hah?"

"Lo mau gak jadi pacar gue, Aldra Xaviera? Gue gak janji bakal selalu ada buat lo tapi gue pastiin gak bakal ada yang berani buat lo sedih!" ucap Ervan.

Aldra membelalakkan matanya tak percaya. Ia ingin berteriak senang sekarang juga, tapi tidak. Itu adalah hal yang sangat tidak mungkin.

"Kakak ... Serius?" tanya Aldra ragu. Ia masih takut untuk menjalin hubungan bahkan dengan orang yang sudah lama ia sukai.

"Lo gak perlu jawab sekarang, gue tau lo butuh waktu. Lo boleh jawab nanti tapi, tolong, jangan gantungin gue kelamaan. Ntar gue direbut orang lain, lo nangis kayak bocah lagi."

Aldra mengerucutkan bibirnya. Ervan menyebutnya bocah, sungguh menyebalkan. Tapi, ia sungguh sangat bahagia.

"Iya, aku butuh waktu."

Secret'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang