Notifikasi handphoneku berbunyi beberapa kali. Bukan malas membuka atau pura-pura tidak tahu, tetapi belakangan ini aku mempunyai semacam phobia untuk melihat notifikasi, terutama jika itu datang dari grup whatsapp kelas yang lebih sering memberi kejutan dari pada percakapan ringan.
Seperti yang terjadi pada kemarin malam.
"Minggu ini harus ada yang maju ya untuk presentasi bahan skripsi. -Mam Grace"
Mam Grace adalah dosen metodologi penelitianku. Di setiap mata pelajarannya ia selalu mengingatkan untuk tidak menunda-nunda waktu untuk mengerjakan skripsi. Dan yang kulakukan hanyalah mendengarkan dari kuping kanan untuk dikeluarkan lagi di kuping kiri, tanpa benar-benar mematuhi.
Setelah kejutan bahwa proposal harus masuk akhir Desember ini, ternyata ada lagi presentasi yang harus dilaksanakan dalam tenggat waktu kurang dari tujuh hari. Aku jadi penasaran, beginikah jalan cerita mahasiswa tingkat akhir?
Rentetan keluhan langsung saja mengisi grup whatsapp tersebut. Tidak jarang juga meme "Ingin Nikah Saja" dan "Liburan di pantai", berkeliaran di sepanjang instastory.
Namun kali ini bukan kejutan yang datang dari grup whatsapp kelas, melainkan dari teman sebangkuku, Sabrina.
"Sabrina: Diem-diem aja nih. Bab 1 udah selesai ya lo?"
Sabrina memang sering sekali mengecek perkembangan skripsiku. Tetapi sesungguhnya kami mempunyai kadar kemalasan yang sama untuk memulai hal-hal semacam itu.
"Nadia: Sori, gue baru aja bimbingan bab 3. Haha!"
Mengkhayal memang mengasyikkan. Apalagi mengkhayalkan kenyataan yang sulit untuk diwujudkan.
"Sabrina: Oh. Gue aja baru dapet tanda tangan dospem buat sidang."
"Nadia: Hahaha gue bawain sekarung bunga buat lo, Sab, kalo lo beneran sidang."
"Sabrina: Ye, gak percaya."
Percakapan berakhir. Tanda online Sabrina telah berganti dengan terakhir dilihat 12:22. Aku mengambil bantal leher untuk disematkan ke kepala. Sudah dua jam lebih aku menatap layar laptop yang menampikan kata "latar belakang", mungkin tidak ada salahnya jika berseluncur sejenak di dunia instagram.
Studi banding adalah hal wajar dilakukan dalam peperangan. Melihat bagaimana musuh latihan dan mengamati senjata apa yang mereka pakai, akan membuatmu lebih siap menghadapi perang. Namun dalam perang skripsi, jangan harap musuh akan memperlihatkan latihannya. Mereka tampak seolah-olah tidak mempersiapkan apa-apa. Dan naasnya kamu terlena untuk melakukan hal yang sama.
Hasil studi bandingku di instagram selalu berakhir seperti itu. Keinginanku untuk melihat ada temanku yang memposting instastory bersama laptop dan tumpukan bukunya belum juga terwujud. Yang kutemui hanyalah mereka yang tengah berada dalam pusat perbelanjaan, cafe shop, bahkan tempat wisata luar kota. Di sini seolah-olah hanya aku yang tengah bekerja keras. Atau memang benar begitu?
Instastory Sabrina akhirnya muncul. Ya, kini saatnya melihat sudah sampai mana hasil kerja anak itu, setelah ia merecokiku dengan pertanyaan khas dosen pembimbing. Berharap ada setumpuk buku dan kertas coret-coretan, namun yang kulihat justru bacaan novel dan tag cafe shop yang memang biasa didatanginya.
"Nadia: Perasaan tadi baru nanyain bab satu. Udah jalan ke cafe aja ya."
"Sabrina: Mau foto lebih lengkapnya?"
Dua detik kemudian, Sabrina mengirimiku foto. Di sana terlihat laptop, buku-buku, novel, dan kopi yang berserakan dalam satu meja.
"Sabrina: Dalam skripsi war lo harus punya strategi, Nad. Posting seolah-olah lo belom ngerjain apa-apa, supaya musuh lo ikut males ngerjain. Tapi dibalik itu, lo harus ada pergerakan. Hahaha.."
Aku tersedak membaca kalimat Sabrina. Anak yang satu itu memang pandai membuat strategi sekaligus spekulasi.
"Nadia: Diajarin siapa sih lo, Nad? Hahaha."
"Sabrina: Pak Tatang, guru IPS SMA gue. Strategi perang gerilya."
Aku menepuk jidatku sendiri. Sakit. Apa yang dikatakan Sabrina ternyata benar. Kami masih hidup di zaman Belanda.
YOU ARE READING
Skripsi War
General FictionNadia, mahasiswa tingkat akhir yang kini tengah bertempur untuk menentukan judul, topik, dan tempat penelitian skripsi. Di tengah hujan yang mulai tidak beraturan dan ibu kost yang sering memberi petuah panjang, Nadia harus mengejar target sidang pr...