Kucing Hitam di Malam Gemerlapan (3)

1 0 0
                                    

Ada tiga mobil di hadapan kami. Semuanya adalah mobil sport mewah dengan berbagai macam warna seperti pelangi. Merah, kuning, hijau, Oh! Aku hampir saja menyebutkannya di langit yang biru. Tidak, mereka di hadapanku. Milik Rere, Kai dan Yun. Orang-orang itu berada di samping dan di depanku sekarang, tambah Nisa dan Sean. Bolehkah aku memberikanmu informasi? Kita punya pasangan baru saat ini. Mereka disampingku bercanda tawa riang tanpa dapat melepaskan tangan satu sama lain. Seseorang pasti menempelkan lem keras pada tangan mereka.

Kai melemparkan kunci mobilnya pada Sean. Tangan satunya sibuk merangkul pinggang Rere dengan protektif. Rere tersenyum dan berkedip padaku saat mereka berjalan menuju mobil Rere. Aku mengamati mereka berdua dengan pandangan bercampur aduk, antara cemas dan takut. Re selalu pandai menyembunyikan kehidupannya. Butuh dua tahun untuk mengetahui sisi gelap Rere, tiga tahun untuk benar-benar mengerti dirinya.

"Aku akan mengantarkan Re. Kau antarkan temannya. Jemput aku di studio Rei." Seru Kai sambil menuntun Rere ke dalam mobil dan membukakan pintu untuknya.

"Apa aku semacam supir sekarang?"tanya Sean ketus.

Dari samping, Nisa memelukku dan berbisik.

"Jangan beritahu Rere tentang yang tadi."Aku tidak menjawab. Hanya tersenyum diam.

"Dan... Selamat menikmati malammu."katanya pelan seraya mengedipkan matanya. Yun segera mengamit tangan Nisa dan berjalan ke arah mobil berwarna kuning dengan gerakan melayani seolah Nisa adalah seorang putri. Nisa pasti bahagia sekali sekarang.

Di depanku Sean menatap kepergian mereka dengan sebal dan memutar matanya. Kalau ada yang bisa kugambarkan tentang lelaki yang disebut Nisa vampir tampan. Maka, itu cuma dua, tidak pernah bahagia atau kesal sepanjang waktu. Kini, giliran dia yang menatap ke arahku. Dari tatapannya, jelas aku adalah perempuan jelek tidak berguna yang sudah daritadi ia ingin singkirkan.

"Jadi, apa yang harus kulakukan padamu?"tanyanya datar.

"Apapun asal bukan tindak kriminal atau pelecehan seksual."jawabku.

Dia terkekeh sinis.

"Kau tahu? kau tidak cukup memiliki nilai untuk membuatku masuk penjara."balasnya. Ironis sekali, kukira penjahat melakukan kejahatan justru karena si korban tidak terlalu bernilai baginya. Dia pasti penjahat dengan pemikiran unik.

"Lega mendengarnya kalau begitu" Aku mulai tidak sabar. "Aku bisa pulang sendiri kalau kau mau tahu."ujarku mencoba untuk ramah sebisa mungkin. Apakah menamparku dengan kata-kata di pesta tadi tidak cukup?

Sean berjalan pergi menuju mobil merah yang tersisa dan membukakan pintu. Dia membungkukan badannya setengah ketika ingin membuka pintu.

Untukku.

"Apa yang kau lakukan di situ? Aku tidak suka menunggu."serunya padaku. Baiklah, baiklah, ikuti saja apa yang pengeran kita inginkan.

Aku tersenyum.    

The Time When The Color Of Roses GrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang