Dia kemana ?

48 3 6
                                    

Sepekan berlalu, sejak hari dimana aku menabraknya aku belum lagi bertemu dia. Rasanya semakin merasa bersalah, sekalipun aku sudah meminta maaf.

Hari ini, Rin mengajakku pergi ke suatu tempat. Untuk sekedar menenangkan diri. Belakangan memang banyak hal membuatku sedikit pusing, ditambah tugas Kuliah yang semakin hari semakin menumpuk. Hingga aku tak sempat untuk liburan.

Rin mengajakku untuk pergi ke Pantai. Pantai indah yang tak jauh dari pusat Kota. Sudah satu jam berlalu kami berada di tempat ini. Aku begitu menikmati suasana ini, rasanya menenangkan. Di tempat ini, aku bisa melupakan segala hal yang membuatku stress.

"Suasananya indah ya Rin." ucapku pada Rin, sambil menikmati hembusan angin sore yang menenangkan.

"Iya Key, Pantai ini memang cocok untuk menenangkan diri."sahutnya.

Sesaat aku menoleh ke arahnya. Dia begitu menikmati suasana ini, matanya terpejam, perlahan semilir angin menerbangkan khirmarnya, membelai lembut sebagian wajahnya.

"Iya, kamu benar Rin. Pantai ini memang identik dengan suasananya yang menenangkan."

"Terimakasih telah mengajakku kesini."

Rin membuka matanya, kemudian dia menoleh ke arahku dan tersenyum.

"Sama-sama."

"Ngomong-ngomong, aku belum bertemu lagi denganya." ucapku Pada Rin. Rin mendelik heran.

"Siapa?"

"Orang yang tidak sengaja aku tabrak tempo hari."  Seketika itu juga Rin tertawa mendengar ucapanku.

"Kamu merindukannya?" tanya Rin, yang masih belum bisa berhenti menahan tawanya.

"Bukan begitu---"

"Aku cuma penasaran."

Aku menunduk, tatkala merasakan desiran aneh yang menjalar ke seluruh tubuh. Entah kenapa membicarakannya membuatku sedikit malu. Buru-buru aku menutup wajah dengan kedua tanganku, aku tidak ingin Rin menangkap semburat merah yang menghiasi wajahku. Sudah cukup dia menangkap gelagat aneh, yang berakhir di tertawakan.

"Hahaha ... Key jangan begitu."

Rin berusaha melepaskan kedua tangan yang menutupi wajah ku.

"Jangan menunjukkan sesuatu yang membuatku berpikir kalau kamu menyukainya."

Sejenak aku tersadar akan perkataannya. Benar, aku tidak boleh menunjukkan gelagat aneh yang membuatnya semakin curiga. Aku sudah melepaskan tanganku. Dia menatapku begitu lekat, hingga aku bisa melihat manik matanya yang sehitam jelaga.

"Tapi aku benar, kan?" Dia menaik turunkan kedua alisnya. Kenapa akhir-akhir ini dia sering menggodaku? Membuatku blushing, dan menunjukkan reaksi aneh yang membuatnya semakin gencar menggodaku.

"Arin ..." Aku memukul pelan kedua lengannya, merasa kesal dengan candaanya akhir-akhir ini. Dia semakin tertawa dibuatnya. Ada rasa puas yang membuat dirinya semakin merasa bangga.

"Keyla ... Tolong hentikan! Jangan memukulku, aku bisa kesakitan." Aku kan memukulnya pelan, kenapa reaksinya separah itu?

"Ya, baiklah Nona Rin."

"Sekali lagi menggodaku, aku tidak akan segan menenggelamkanmu ke samudra pasifik. Camkan itu!" ucapku kesal. Lagi-lagi dia tertawa.

"Wah ... Anda kejam sekali." Dia menghembuskan nafasnya pelan.

"Ya baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi. Tapi Key, jujur saja kalau memang hal itu terjadi. Aku sudah terlanjur menangkap gelagat aneh setiap kali kamu membicarakannya. Biasanya itu adalah reaksi alamiah yang terjadi ketika seseorang sedang jatuh cinta. Aku benar, kan? Jadi bagaimana? Kamu sudah tidak punya celah untuk mengelaknya."

Apa ini? Dia semakin menyudutkanku dengan fakta-fakta yang dia tau. Sekilas senyumnya mengembang. Mengartikan ketulusan yang paling dalam.

"Seberapa keras pun kamu menghindar dari cercaanku. Kamu tidak akan bisa berbohong padaku. Reaksi tubuhmu bertolak belakang dengan apa yang kamu katakan." tegasnya. Aku semakin malu dibuatnya. Dia memahamiku sedalam ini, sampai aku tak mampu membantah satu kalimat pun darinya.

"Kenapa bisa tau sedetail itu?"

"Aku mahasiswi psikologi, kalau kamu lupa. Aku tentu tau karena aku diajarkan tentang hal itu. Tapi bukan berarti aku cenanyang."

"Wah, aku baru ingat kamu mahasiswi psikologi. Aku akan berhati-hati mulai sekarang."

"Hahaha ... Coba saja."

Aku memutar bola mataku malas. Dia terkesan meremehkanku. Tak terasa hari sudah mulai larut, aku menghambiskan waktu terlalu lama hari ini. Sampai lupa ada banyak hal yang sudah terbaikan, termasuk panggilan dari Mama yang sempat terabaikan. Tidak biasanya Mama menelpon di jam krusial seperti ini. Apa terjadi sesuatu? Aku jadi khawatir.

Hari ini cukup sampai disini. Sudah cukup juga untuk Rin terang-terangan membongkar topengku. Sudah waktunya pulang, ada banyak hal yang harus aku bereskan. Termasuk tentang panggilan Mama yang terbaikan.

"Sudah jam berapa?

"Setengah 5, mau pulang sekarang?"

"Hmm ... Aku harus mengerjakan tugas untuk presentasi besok."
Jawabku, sembari menyampirkan tas dilengan kanan.

"Baiklah ... Mau mampir dulu ke Resto untuk makan?"

"Call"

Aku dan Rin pun beranjak pergi dari tempat itu, sejenak memutuskan untuk pergi ke Resto terdekat sebelum akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

.
🐰🐰🐰🐰🐰

To be continue.

Terimakasih sudah membaca.

DELUSI [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang