Empat ; Changed

4K 573 9
                                    

Dikarenakan sudah lumayan berbahaya kalau dibiarkan. Seulgi langsung mengambil tindak operasi atas izin keluarganya. Operasi sudah selesai dan berjalan dengan baik bulan Desember 2017 lalu. Seulgi juga sudah menyusul Ujian Akhir Semesternya. Keluarganya sangat bersyukur Seulgi bisa seperti biasanya lagi. Tapi, dokter bilang kalau tumor itu bisa kapan saja tumbuh lagi dan bahkan lebih parah dari yang sekarang. Keluarga Seulgi pasti akan melakukan yang terbaik demi anaknya.

Seulgi sekarang sibuk menyobek roti menjadi potongan yang lebih kecil, lalu dilempar ke kolam ikannya. Seperti anak yang baik sedang gabut. Tidak lama namanya dipanggil oleh Ibunya.

"Seulgi! Ada temanmu di depan! Ayuk samperin dulu!" Seru Ibunya dari meja makan.

"Iya!" Balas Seulgi, menaruh potongan rotinya lalu bergegas ke depan rumah lewat jalan samping.

Senyum Seulgi mengembang ketika melihat dua sahabatnya. Jisoo berlari segera memeluk Seulgi. Seulgi dengan lembut membalas pelukannya.

"Kamu keliatan sudah sehat! Lega deh." Kata Jisoo.

"Ya, aku juga masih harus mengikuti beberapa perawatan." Seulgi melihat teman satunya dan membuka lengannya. "Kamu tidak ingin memelukku?"

Dia menggeleng pelan, tapi, dengan cepat pinggangnya disikut oleh Jisoo. Akhirnya dia mau memeluk Seulgi. Tapi, pelukannya berbeda. Bukan lagi pelukan yang penuh siksaan, tapi, pelukan biasa. Hangatnya, nyamannya, terasa dan sampai padanya.

"Aku seneng kalo kalian dateng. Aku jadi punya teman!" Seru Seulgi, menghela napas lega. "Ternyata soal Ujiannya rumit sekali."

"Itu mah gampang buat kamu. Tinggal buka buku catatan dan—"

"Hah? Tidak mungkin! Aku tidak akan menyontek. Walau, aku anak dari yang punya sekolah, tapi aku tetap siswi biasa." Bangga Seulgi. "Ya, kan, Wendy?"

Jisoo dan Wendy saling tatap. Memang ada yang berbeda dari Seulgi sejak operasi pengangkatan tumor otaknya. Seakan otaknya disetting kembali menjadi manusia yang normal. Tidak ada lagi preman Seulgi.

>> <<

Selain mengejutkan Jisoo dan Wendy, Seulgi juga membuat guru-guru disana terkejut, juga terkesan. Seulgi seperti maniaknya belajar, aktif di dalam kelas juga rajin mencatat semua yang guru jelaskan.

Saat bel pulang berdering. Seulgi segera membereskan tas dan loker mejanya. Disela-sela itu, sesuatu jatuh dari tasnya dan mencuri perhatian Seulgi. Dia mengambilnya dan memerhatikan benda itu. Earphone pink pastel. Merasa tidak asing, hingga dia melihat tulisan inisial di earphone itu.

"Seulgi!" Sapa Jisoo. "Ayo pulang."

Seulgi mengangguk dan menaruh earphone di atas meja. Masih sibuk membereskan tasnya. Jisoo dan Wendy menyusul ke dalam kelas Seulgi. Wendy menangkap earphone pink di atas meja, tapi, dia menatapnya dengan ekspresi heran.

"Ngapain kamu bawa earphone rusak ke sekolah?" Tanya Wendy.

"Ah! Iya! Aku nemu earphone ini di dalem tas. Punya kalian berdua mungkin?" Tanya Seulgi, langsung mendapatkan gelengan dari dua temannya. "Lho? Siapa ya?"

"Orang lain iseng masukin ke dalem tas kamu mungkin?" Tebak Wendy.

Seulgi mengankkat bahunya gak tau apa-apa. Jisoo mengambil earphone itu, seakan detektid serius sedang melihat barang temuan di TKP. Earphone ini tidak asing baginya. Sampai Jisoo menemukan inisial di kabel earphone itu. Jisoo menatap nama itu dengan tatapan sedih.

"Aku tau ini punya siapa." Kata Jisoo.

"Yang bener?!" Seru Seulgi. "Punya siapa? Aku harus mengembalikannya."

Jisoo menghela napas. Seulgi benar-benar tidak mengingatnya. Padahal itu yang membuatnya jatuh sakit sampai stadium satu. Wendy menatap Jisoo, merasakan aura Jisoo yang tidak biasanya. Campur aduk, gelisah, bingung, penuh pertanyaan.

"Dia sudah gak sekolah disini. Dia pindah." Kata Jisoo.

"Lho? Tapi, gimana ceritanya tiba-tiba ada di tasku gitu." Bingung Seulgi. "Memang siapa namanya sih?"

Wendy menatap Jisoo, dia sendiri juga penasaran. Jisoo yang notaben pernah sekelas dengan Seulgi pasti mengetahui apa yang terjadi, karena menurutnya, enggak wajar kalau benda itu bukan bagian dari masa lalu mereka. Pasti ada sesuatu.

"Disini inisialnya Bjh, kamu yakin gak inget siapa?" Tanya Jisoo.

Seulgi menggeleng. "Siapa?"

"Bae Joohyun." Kata Jisoo bersamaan dengan lirihan Wendy.

Jisoo melirik Wendy. Sepertinya Wendy tahu apa yang terjadi tempo hari.

>> <<

Seulgi POV

Semaleman aku penasaran dengan perempuan yang Jisoo ceritakan. Bae Joohyun, pindah karena bermasalah dengan siswi seangkatan. Jisoo bilang kalau dia diganggu sampai menyakiti fisiknya, Jisoo mengaku tidak tau siapa pelakunya. Benar-benar kejam, aku ingin tau kelanjutannya.

Tapi, kalau dia bukan anak pindahan. Pasti dia seharusnya tidak asing bagiku. Aku tidak pernah melihat wajahnya, bahkan, tidak pernah sadar kalau ada perempuan bernama Bae Joohyun. Apa mungkin dia adik kelasku? Tidak mungkin, Jisoo bilang dia seangkatan dengan kita. Seharusnya aku mengenalnya! Aku hampir dua tahun di sekolah dan itu sangat memalukan kalau aku tidak mengenal satu anak dalam angkatanku!

Wendy juga seangkatan denganku. Pasti dia tau kejadiannya, buktinya, setiap Jisoo membicarakan Joohyun Wendy selalu menundukkan kepalanya. Sesekali dia melirikku, tapi, dengan tatapan yang penuh kebencian. Aku sendiri tidak mengerti, tapi, kalau aku menemukan pelaku yang menyiksa Joohyun, aku akan menatapnya sebagaimana Wendy menatapku.

End POV

"Seulgi?" Panggil Ayah dari luar kamar. "Ayo turun nak, waktunya makan."

"Ayah!" Seru Seulgi. "Ada yang ingin aku bicarakan."

"Kenapa? Kamu pusing lagi?"

"Enggak bukan! Aku baik-baik aja." Seulgi tersenyum lebar. "Ini tentang temen, bukan sih, tentang orang yang pernah bersekolah di sekolah Ayah tapi sebelum Ujian dia sudah pindah."

"... Kenapa?"

"Ayah pasti tau kan siapa?" Kata Seulgi. "Yah, aku mau tau siapa yang membully dia sampai fisiknya tersakiti."

Ayahnya cuman diam. Separah inikah efek dari Astrositoma itu? Perlahan dia akan melupakan kenangan demi kenangan. Ayahnya langsung memeluk Seulgi. Apa Ayahnya tau? Tentu tau, orang tua Irene tidak segan-segan membentak Ayah Seulgi begitu tau kalau Seulgi lah yang membuat telinga Irene berdarah. Ayah Seulgi memaklumin hal itu, karena, Seulgi memang begitu. Sekarang, dia harus berhadapan dengan Seulgi yang bertolak belakang dengan sikap dulunya.

"Yah?" Panggil Seulgi.

"Nanti Ayah ceritain. Tapi, Ayah gak janji hari ini."

"Kenapa?"

"Kita tunggu waktunya aja. Sekarang, makan dulu yuk." Ajak Sang Ayah, menuntun anaknya turun ke meja makan.

[]

Sun ─ Seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang