Abu

20 0 0
                                    

Jazelle. Mahasiswi arsitektur tahun pertama yang selalu menyendiri. Ia seakan tidak akan membiarkan seorangpun berada disampingnya. Kini semua seakan berubah 180° karena seseorang yang terus berada disampingnya. Bahkan kali ini ia tidak melewatkan jam makan siang yang selalu dilupakannya.

Setelah berbagai macam jenis bujukan dan rayuan untuk makan, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke kafe tempat Jazz melarikan diri 'Lemme'.

"Hey"

"Oh, hai"

"Ayolah"

"Apa?"

"Ayo pergi denganku. Ada film yang ingin kutonton"

"Tonton saja sendiri. Aku ingin menyelesaikan sketsaku. Pergilah, ya.. " Jazzelle memasang raut wajah yang paling manis yang ia bisa tampilkan dengan seratus persen paksaan dari hari nuraninya.

"Tidak. Tidak. Tidak." Keenan memberi jeda pada kata-katanya "kita harus pergi bersama"

untuk seorang berumur 23 tahun, lelaki di depan Jazelle bisa dibilang berperilaku menggemaskan. Bagaimana tidak? Seorang maniak benda-benda vintage berwajah kekanakan dan menggemaskan sedang menopang dagu dengan kedua tangannya.

Lelaki manis itu cinta pertamanya. Tapi ia tidak pernah mengutarakannya karena takut. Takut karena dia seorang gadis buruk rupa. Tapi ketika ia mengutarakan perasaannya, dia malah terjebak dalam dunia yang kini menjadi tempat ia meringkuk dan tempat yang ditinggalnya.

Mereka, Jaz dan ken adalah teman sekelas saat di sekolah dasar. Tapi mereka tidak pernah berbicara satu sama lain. Tapi jazz tahu semua tentangnya. Mulai dari tanggal ulangtahunnya, hingga pacar pertamanya yang ternyata adalah sepupu jazz sendiri. Ia melihat semuanya.

Mereka juga mengikuti klub dan ekskul yang sama saat sekolah menengah, keenan adalah anak yang baik dan ramah. Ia peduli pada semua orang termasuk jazelle yang tidak punya banyak teman. Saat itu, Jazz makin sering memimpikan pujaannya. Ia ingin pergi menonton film dengannya, pergi ke taman ria, menaiki semua wahana, makan bersama, dan bergandengan tangan. Itu saja. Tapi semua itu ditutupnya rapat-rapat karena teman perempuan keenan saat SMP adalah seniornya yang cantik, populer, dan sepertinya tidak menyukai keberadaan jazelle dimukabumi.

Harusnya gadis berkulit pucat itu bahagia, karena kini impian remajanya tanggungnya terwujud. Laki-laki itu kini ada didepannya dan mengajaknya menonton film.

Ada sesuatu yang menusuk-nusuk jantungnya.  Ia muak dan ingin menghempas meja didepannya. Ingin rasanya ia bertemu pria berjanggut dan teman Asianya saat hujan tempo hari. Tapi yang bisa ia lakukan hanyalah berusaha mengabaikan dengan terus mencoret buku sketsanya disana-sini.

"Aku sibuk. Jadi aku tidak bisa ikut denganmu" Jazz memecah keheningan dengan tanpa melihat mata lawan bicaranya.

"Baiklah, tapi.. " Lagi-lagi keenan menggantung kalimatnya.

"Tapi apa"

"Aku.. maaf waktu itu aku menolakmu mentah-mentah. Padahal butuh keberanian untuk menyatakan perasaan seperti itu. Apalagi itu kau"

Jazelle menghentikan kegiatan coret mencoretnya dan menatap langsung pada iris keabu-abuan itu. "Memang kenapa kalau aku? Karena aku lebih mirip babi daripada manusia?" Sindirnya sinis.

"Bu, bukan.. tidak seperti itu. Kau orang paling pendiam, kau tahu? Aku sangat terkejut waktu itu. Lalu seminggu setelah itu kau langsung menghilang tanpa jejak" lelaki itu kini menunduk. Entah iblis lemah apa yang merasukinya. Memuakkan, pikir Jazelle.

"Cih, memang itu masuk akal. Ada-ada saja" -- batin Jazelle.

"Dengar, kau hanya merasa bersalah. Aku sudah bilang kan, aku sudah memaafkanmu. Lagipula apa salahmu? Kau hanya menolakku. Hey, aku juga sadar diri aku seperti apa, lagipula siapa aku. Benar kan? Itu juga sudah lama sekali"

"Kurasa ini bukan rasa bersalah" mata lelaki itu berubah sayu. Ada sinar hangat disana. "Sekarang semuanya berbalik bukan? Berapa kali kau sudah menolakku? " Katanya sembari tersenyum.

"Menurutku itu sama saja. Kumohon, menjauhlah dariku. Kau tidak lelah?"

"Entahlah. Kita lihat saja"

Hening. Keduanya makin canggung.

"Tapi ini bukan rasa bersalah, atau karena kau berubah drastis. Tapi, aku ingin menjadi bagian dari harimu. Aku tulus." Keenan tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Jazz dengan perasaan yang bercampur aduk. Masa lalu yang ingin dilupakannya. Namun sayang, ada bekas luka yang akan terus menjadi pengingat.

Satu hal lagi, dia pergi tanpa membayar.

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

Hiro kini merenungi nasibnya sembari mendengarkan musik melalui headphone yang disediakan maskapai dalam pesawat. Sepertinya ia berniat membatalkan rencananya untuk mengambil profesi sebagai dosen disalah satu universitas di Jepang. Dia baru ingat akan jadwalnya enam bulan lagi. Jadi dia hanya akan berlibur ketempat ibunya selama lima bulan dikampung halamannya.

Udara kering dalam pesawat membuatnya sedikit tidak nyaman. Ditambah lagi penumpang disebelahnya yang lima kali berukuran lebih besar darinya. Rasanya ia sedang berada dalam ruang sempit yang menyesakkan. Matanya terpejam tapi ia tidak benar-benar terlelap. Ada banyak hal yang ia pikirkan.

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

"Hei, bangun.."

Suara tawa renyah terdengar dimana-mana. Seorang gadis dengan suara tipis berwajah riang yang memungguki Hiro, berlari di tengah-tengah ilalang yang mulai merunduk. Rambut hitamnya yang tergerai menari-nari seiring langkahnya yang menerjang angin. Kaus putih kedodoran dan bertelanjang kaki. Jalan yang dilewatinya perlahan runtuh bersama Hiro.

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°°•°•°•°•°•°•°•°•°•°°•°•°°•°•°

Lelaki gondrong itu tersentak. Merasakan guncangan saat pesawat akan mendarat. Perutnya mual.

Redbone & Solo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang