Kebenaran yang Terungkap

618 113 10
                                    

.
.
.
.
.

"Maafkan ibu, nak... Maafkan ibu yang tidak sempat mengatakan kebenaran ini padamu. Semua salah ibu—ibu terlalu gegabah dulu. Tidak seharusnya kau menanggung hal yang sama seperti ibu", suara isakan pilu Luna Park memecah keheningan.

Jimin terhenyak. Mati-matian ia menelan ludahnya yang terasa kering di tenggorokan. Saat ini, ayah-ibunya tengah berdiri dihadapannya. Menatap penuh kasih sekaligus iba yang bercampur dalam keputusasaan. Mereka...

"Yoongi yang mengumpulkan kami semua disini", ia—Tuan Park, tengah tersenyum sendu. "Harus aku akui, nak, kekuatannya memang luar biasa". Langkahnya mendekat, menepuk pelan bahu anaknya. "Rasanya senang, masih bisa menemuimu dan mengatakan segalanya"

Tarikan nafas panjang, Jimin lakukan. Tuan Park yang tidak marah padanya, malah membuatnya ingin memaki dirinya sendiri.

"—Aku percaya padamu", lanjut Tuan Park. Senyumannya nampak begitu tulus.

Jimin semakin terhenyak. Hatinya mencelos sakit, begitu kalimat itu terlontar.

Tidak hanya ayah dan ibu Jimin yang ada di tempat hening itu. Orang tua Taehyung dan Yoongi pun juga ada disana. Ikut menatapnya penuh harap, entah untuk apa.

"Bisakah kau mengurungkan niatmu, nak?"

Tuan dan nyonya Park menoleh kearah suara. Alpha Min mendekat. Ia menunduk menatap langkah kakinya sejenak, sebelum kembali beralih memandang Jimin. "Kami—kurasa kau pun juga tahu, bagaimana cara untuk menyingkirkan Male...", ucapannya terhenti. Alpha Min menghela nafas kasar. "—ini memang sulit", setengah ragu dengan apa yang akan ia ucapkan. "Tapi kumohon, tolong beritahu Yoongi tentang kelemahan Male"

Maniknya sedikit membelalak, namun Jimin memilih tetap bergeming. Kini pikirannya mulai berkecamuk kacau. Ya—memang benar, Jimin sudah tahu tentang kelemahan Male sejak ia memutuskan untuk mengkhianati klannya sendiri. Tapi ia tidak menyangka jika kedua orang tuanya ternyata juga menginginkan hal yang sebaliknya. Karena menyingkirkan Male, sama artinya dengan membunuh satu nyawa yang lain.

"Yoongi sudah bertekad, nak. Tolong bantu dia", Luna Min menambahkan. Ia mengulas senyum saat manik beningnya berkaca-kaca. Sepasang iris yang teramat mirip dengan milik Yoongi, sewarna rembulan yang menenangkan. "Dia siap menghadapi apapun yang akan terjadi dengannya nanti", helaan nafasnya, menuntun setetes air mata yang tak terbendung. "—Dan kami sudah merelakannya... Jangan biarkan pengorbanannya sia-sia, nak. Aku—mohon", bahunya bergetar menahan tangis.

"Eclipse Moon tidak boleh hancur untuk yang kedua kalinya", Luna Park berujar, ia pun ikut merasa hancur dalam penyesalan. "Cukup aku dulu yang menghancurkannya. Tidak untukmu kali ini, sayang"

"Benar. Bisakah kau mengabulkannya untuk kami—untuk masa depan Eclipse Moon, nak", mengangguk pelan, Alpha Kim menyahut.

Berada dalam dimensi lain, percakapan itu terjadi. Jimin tak sengaja terhubung dengan kekuatan milik Yoongi begitu segel pengendalian darahnya berhasil menguasai seluruh tubuh Yoongi. Mereka bisa leluasa berkomunikasi tanpa penghalang.

.
.
.
.
.

Yoongi masih berharap dalam diam, tubuhnya benar-benar tak bisa digerakkan. Satu-satunya harapan yang ia miliki hanyalah Jimin. Jika Jimin mau melepas segel ini, maka semuanya harus segera ia akhiri.

Jimin sudah memberitahu Yoongi tentang kelemahan Male, tapi ia tak kunjung melepas segel tersebut. Ia tidak mau Yoongi bertindak gegabah. Ia hanya merasa jika dialah yang memulai segalanya, maka ia pula yang seharusnya mengakhiri kekacauan ini.

Jika memang harus ada yang mati, maka yang pantas mendapatkan hanyalah Male. Bukan Yoongi, bukan yang lain.

Jimin tengah berpikir keras mencari jalan keluar. Untuk sementara ini, yang dapat ia lakukan hanyalah mengulur waktu.

Eclipse Moon | Taegi•Minyoon•KookgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang