E

419 58 11
                                    

.
.
.
.
.

Percikan api itu perlahan menjadi aliran listrik yang menjalar di telapak tangannya. Namun Yoongi sama sekali tidak merasakan sakit ketika aliran listrik tersebut terlihat semakin membesar dan menyambar-nyambar.

"Astaga!! Nona! Apa yang terjadi?!", Irene sangat terkejut begitu memasuki bilik. Ia terlonjak kaget dan nyaris menjatuhkan nampan yang dibawa. Tanpa berpikir lama, segera saja ia menutup pintu supaya tak ada yang mengetahui.

Menyadari kedatangan Irene, Yoongi berusaha mengendalikan dirinya sendiri. Dan ia berhasil, aliran listrik itu perlahan kembali terserap lalu menghilang. Ia tatap Irene yang balas menatapnya dengan raut bengong tak percaya. "Aku bisa mempercayaimu kan, Irene?—Tolong jangan katakan pada Seokjin dan yang lain", pintanya.

Berkedip cepat, Irene hanya mengangguk. Ia masih dikuasai keterkejutannya.

Kenyataan bahwa ia tak terlihat takut sama sekali seolah sudah terbiasa, membuat Yoongi sedikit sangsi. "Aku sudah meminum obatku. Apakah masih ada yang tertinggal?", tanya Yoongi heran. Pasalnya ini sudah hampir tengah malam. Dan tidak biasanya Irene akan berkunjung.

Sontak menggelengkan kepala, Irene menyadarkan diri. "Uh-oh... itu, aku diminta Seokjin untuk mengantarkan ini", ia menyerahkan sebotol kecil minuman berwarna keruh dengan aroma yang manis. "Dia bilang, ramuan ini bisa membantu memulihkan kesehatanmu lebih cepat", jelasnya seraya mendudukkan diri ditepi ranjang.

Yoongi memperhatikan botol tersebut dalam diam.

"Kau bisa meminumnya kapanpun kau mau", ucap Irene.

Menatap Irene sekilas, Yoongi langsung membuka tutup botol dan meneguk isinya beberapa kali hingga tak tersisa. Ia mengernyit samar begitu rasa dingin menyapa tenggorokan. Meski aromanya enak, namun rasanya sedikit aneh. Mungkin untuk selanjutnya, ia tidak akan mau meminumnya lagi.

Irene tersenyum tipis. "Oh—ya... Apa yang terjadi padamu tadi? Apakah itu kekuatanmu yang sebenarnya?—Jadi... kau benar-benar seorang penyihir seperti dugaanmu beberapa waktu yang lalu?", tanyanya ingin tahu. Ia menatap lekat ketika Yoongi meletakkan botol kosong itu diatas nakas.

"Aku sendiri tidak tahu", mengendik bahu sekilas.

"Apa hal itu, juga ada hubungannya dengan kau yang tak sengaja membuat layu bunga yang aku petikkan untukmu kemarin?", pertanyaan kritisnya, terdengar begitu penasaran.

Yoongi menyipit, ia terlihat berpikir. "Mungkin saja", ucapnya menggantung. Kenal dengan Irene sejak pertama kali ia tersadar, menjadikan mereka begitu mudah akrab satu sama lain. "Tapi aku sendiri tidak yakin". Entah mengapa Irene yang pada dasarnya banyak berbicara, membuat Yoongi nyaman untuk menceritakan segala hal tentang apa yang ia alami.

Irene manggut-manggut maklum, ia mencoba mengerti. "Kenapa tidak kau tanyakan pada Seokjin atau pada temanmu yang lain?"

"—tidak!", Yoongi sontak menggeleng cepat. "Bukankah aku dulu sudah pernah bilang, aku selalu merasa jika mereka sedang menyembunyikan sesuatu dariku? Mereka seolah-olah sedang membatasi keberadaanku"

"Ya, aku tahu", kembali mengangguk. "—Maafkan aku"

"Bukan begitu, Irene. Aku hanya ingin berhati-hati saja, aku tidak mau kejadian ini semakin membuat mereka bersikap aneh padaku", ucapnya sedih.

"Aku tidak akan menyalahkanmu, Yoongi. Kau tidak perlu bersedih. Aku akan membantumu untuk mencari tahu sebisaku, oke? Kau tenang saja", senyum tulusnya terukir.

Mau tak mau, Yoongi juga ikut tersenyum. Irene sangat baik padanya. Perawat cantik itu selalu memberitahunya akan segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya.

Eclipse Moon | Taegi•Minyoon•KookgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang