B (Dia)

102 19 0
                                    

Dia

Sejak saat sebuah rasa yang datang begitu saja. Masuk menempati ruang-ruang kosong dalam hati. Pernah terlintas tanya yang besar dalam pikiran saat setiap kali bola matanya menghampiriku. Adakah rasa yang sama?

Aku menyukainya. Itulah yang kutahu pasti. Membuat kalimat untuknya bukanlah hal yang sulit. Bukan karena aku tak mampu mengekspresikan semua hal yang tertumpuk dalam hati. Hanya saja terlalu sulit bagiku jika subjek yang kutuju kali ini adalah seseorang itu.

Terlalu konyol rasanya jika aku berharap bahwa dia akan membaca tulisanku kali ini yang ditujukan untuknya, lalu berpikir bahwa segenap perhatiannya akan tertuju kepadaku. Bukan, sama sekali bukan. Tujuanku menulis hanyalah ingin mengekspresikannya dan berterima kasih pada dunia karena telah menghadirkan seseorang seperti dia. Yang membuatku mengerti akan perasaan yang kumiliki ini.

Dia

Sebuah nama sederhana yang memberi efek tersendiri dalam mempengaruhi perspektifku melihatnya. Entah itu hanya dari sudut pandangku atau bahkan semua orang.

Aku, bahkan semua orang pun tahu sama sekali dia tidak pantas disebut sebagai sesosok yang sempurna. Bahkan sangat menjauhi dari satu kata itu. Tapi, entah sejak kapan, yang aku tahu pasti dia telah menarik perhatianku, dan boleh saja kan jika aku menyebut hal ini lebih dari suka? Meski sama sekali aku tak pantas berharap agar rasa ini berbalas tapi aku berhak untuk menyimpannya.

Perasaan bahagia itu ada. Saat setiap kali aku dapat melihatnya dengan jarak yang sangat dekat, mendengar vokal suaranya yang khas, lalu tersenyum geli saat melihat tingkahnya bersama teman-temannya. Peluang untuk menjadi teman dekatnya sangatlah kecil bagiku. Karena… sejauh aku mengenalnya, begitu banyak orang yang dekat dengannya. Menghalangiku untuk masuk ke ruang itu.

Mengingat semua tentangnya adalah hal yang mudah bagiku. Mengingat caranya bermain gitar lalu melemparkan pandang ke arahku. Seketika senyumku terukir. Berpikir bahwa si kakak kelas ini akan mengerti. Begitu banyak hal yang tak mampu kulisankan untuknya. Ingin rasanya aku berteriak di hadapannya agar dia mengerti semuanya, semua yang aku rasakan.

Seruat perasaanku telah sampai padanya. Melalui sebuah coklat dan surat sederhana yang tak banyak kiasan. Namun seketika perasaan lega itu muncul. Aku bangga. Bangga karena tidak memunafikkan diriku lagi. Banga karena telah mengekspresikan apa yang sesungguhnya

Dia

Bukan seseorang yang menjadi idola sekolah. Bukan juga seseorang yang terlahir dari keluarga berada. Hanya seorang pesepak bola handal, yang menyita segenap perhatianku, mencuri sepotong yang baru tumbuh.

-25 September 2017-
s.a.

_____________

Nb: kalo kalian suka dengan part ini, please click tombol bintang, oke?

INFITHAAR - Half from True StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang