9

16 7 0
                                    


Sulit untuk menerima kenyataan. Rasanya sesak jika harus menerima perlakuan pahit yang membuat batinnya meraung sedih. Tak seharusnya Mita berharap lebih akan hal itu. Seharusnya Mita sadar dari awal bahwa dia hanyalah pengagum rahasia yang hanya bisa memandangi seseorang itu dari jauh. Tidak lebih hanya sekedar itu saja!

" Bodoh! " Ucapnya pada diri sendiri di depan cermin. Setelah itu ia lantas tertawa pilu meratapi kebodohannya sendiri. Matanya sembab akibat ia menangis tadi, walau ia berusaha menahan tapi tetap saja ia tak kuasa. Mita membasuh wajahnya lalu melapnya dengan tissue yang selalu ia sediakan. Ia benar-benar kacau.

Kembali Mita mengingat khayalannya semalam, ia berharap hari ini menjadi hari paling indah. Tapi semua sirna. Itu tak akan pernah terjadi. " Ternyata gue bodoh juga ya? " Jika saja Erna ada di dekatnya mungkin ia akan berkata 'ya emang Lo bodoh, nggak sadar?' entahlah yang intinya Mita pasti akan mendapatkan kata-kata seperti itu dibanding dengan kata yang menguntungkan baginya.

Setelah melihat wajahnya di depan cermin memastikan kalau dirinya sudah kelihatan lebih baik ia lantas merapikan bajunya lalu melesat pergi keluar meninggalkan toilet.

Suasana lingkungan sekolah sudah tak seramai tadi. Para pemain dari SMA Pelita sebagian sudah meninggalkan SMA Bhakti Mulia tapi masih ada juga sebagian yang masih menetap. Entah alasannya apa Mita tak perlu tahu, karena merasa kesal dengan pertandingan yang ujungnya berakhir tragis untuknya.

Bila di ingat kembali, Syawal lah yang menyuruhnya nonton pertandingan itu walau tanpa disuruh pun pasti Mita akan menontonnya juga. Tapi yang buat ia sakit karena Syawal yang menolak pemberiannya padahal ia sudah membuatnya spesial untuk Syawal. Lebih sakit lagi saat Syawal menolak dengan kata singkat tegas dan dingin penuh dengan amarah. Sungguh tak tahu berterima kasih.

Tak terasa setetes air mata ternyata lolos lagi. Mita merutuki dirinya yang selalu saja mampu menangis hanya karena laki-laki itu. Huh. Dasar cengeng.

Mita memasuki kelasnya yang riuh dengan suara jeritan cewek. Ia tak tahu itu siapa dan tak mau tahu. Mita cukup duduk di bangkunya menunggu guru yang akan masuk mengajar. Tapi keknya hari ini mereka tak akan belajar berhubung guru-guru masih sibuk dengan guru dari SMA Pelita. Itu menjadi keuntungan tersendiri bagi para siswa. Dan Mita butuh ketenangan saat ini, rasanya ia nggak mood belajar.

Namun ketenangan itu tak seperti apa yang ia mau. Jeritan dari teman-teman sekelasnya membuat ia terganggu.

" Aaaa, Dilla Lo beruntung banget sih gue jadi iri " histeris vyna. Mita melirik ke kumpulan temannya yang sedang memperhatikan handphone, mungkin sedang melihat-lihat foto atau tidak sedang menonton sesuatu yang membuat mereka histeris.

" Iya dong, siapa dulu.... Dilla " sombong Dilla yang berakhir dengan kekehan. Mereka terus menjerit setiap kali menscroll layar handphone itu membuat Mita sedikit terganggu namun tak berani mengganggu teman-temannya. Dari apa yang dia dengar ternyata Dilla di ajak berfoto oleh Adit sang kapten basket sekolah mereka. Dan itu sukses membuat iri sekaligus senang temannya yang lain.

Tak ingin ambil pusing Mita pun berniat mencari keberadaan Erna, ia butuh teman saat ini. Batang hidung Wulan dan Ani tak ia lihat sedari masuk ke kelas. Melirik ke arah meja Erna, Mita mendapati temannya itu sedang fokus terhadap handphonenya juga. Benar-benar surganya para siswa jika kelas free.

" Erna! " Sapa Mita lantas duduk di samping Erna. Hanya ada seruan singkat dari Erna, masih tetap fokus dengan benda persegi panjang itu. Sampai akhirnya Erna berteriak senang.

" Booyaahh!!!! " Mita hanya menggeleng melihat tingkah laku teman temannya itu. Ternyata Erna sedang memainkan game free fire.

" Udah nggak sakit lagi perut Lo? " Tanyanya kemudian. Erna menyimpan handphonenya, dan beralih mengambil posisi duduk yang nyaman.

somethingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang