Episode 3: Aku Siapa?

527 98 13
                                    

Sudah beberapa menit berlalu dalam kesendirianku di dalam kamar yang terbilang cukup luas itu. Di sana aku malah sibuk melamun dan melupakan bubur di pangkuanku.

Tadi kan Akaashi menciumku. Berarti... Peranku di sini sudah pasti bukan saudaranya. Ya semoga saja kami memang tidak incest.

Kalau begitu pilihannya tinggal:

1. Gebetan yang sudah sangat dekat

2. Pacar

3. Tunangan

4. Istri

Eh tapi tunggu.

Aku kini memperhatikan jemari tanganku karena penasaran akan sesuatu. Tak ada cincin di sana. Berarti pilihan 3 dan 4 auto coret, ya?

Yah. Penonton kecewa.

Berarti aku tidak bisa melakukan banyak ini dan itu dong dengan Akaashi.

Eh tapi pacaran juga bisa sih.

"....."

Aku senyum-senyum sendiri.




HEH APA YANG AKU PIKIRKAN!?

Aku segera menampar pipiku dengan satu tangan- karena tangan satunya sejak tadi sibuk memegangi mangkok di pangkuanku.

Sekarang fokus makan dulu saja!

Aku kembali menatap bubur yang sudah bermenit-menit menganggur. Tangan kananku segera menyerbu sendok sebelum mulai kembali menyuapkan bubur tadi dalam mulutku.

Beberapa suapan sudah kulahap dan mangkok yang tadi berisi penuh bubur kini telah kosong dan aku pun juga sudah kenyang dibuatnya.

Aku menggeser dudukku menuju tepi dan memindahkan kedua kakiku agar bisa menyentuh lantai. Dengan satu tangan kanan aku meraih gelas berisi air yang sebelumnya disiapkan Akaashi dan meminumnya sampai habis.

"Baiklah!"

Aku segera berdiri setelahnya dengan mangkok di tangan kiri dan gelas di tangan kanan. Setelahnya aku berjalan menuju pintu dan menekan gagang pintu dengan sikutku agar pintu kamar itu terbuka.

Aku ingin ke dapur.

Tapi dimana?

Oke~ Mari menjelajah rumah~

Aku berjalan keluar kamar dan berbelok ke kanan sambil memperhatikan sekitar. Dekorasi rumah in benar-benar simpel. Tak begitu banyak barang yang sekiranya tak berguna di sini. Bagus. Aku suka.

Dan nuansa rumah ini juga sangat menenangkan. Ditambah lagi ada Akaashi! Double kill!

Apalagi kalau ternyata kalau aku memang punya hubungan spesial dengannya! Wadoo-! Triple kill!

Lalu ternyata kita juga serumah? MANIAC!

Apa ya satu lagi? Biar genap savage.



Sudah berapa menit berlalu dan aku masih berputar-putar di dalam rumah itu. Aku sudah mulai hafal beberapa tempat dan yang paling penting, aku berhasil menemukan dapur.

"Akaashi?"

Panggilku pada seorang pria yang tengah duduk di meja makan yang ada di dapur itu. Sepertinya ia baru saja menyelesaikan acara makan paginya.

Aku bisa melihat masih banyak makanan tersisa. Ah- itu bagianku. Seharusnya tadi aku makan itu saja dan bukannya malah merepotkan Akaashi dengan membuatnya memasakkanku seporsi bubur.

"Kau sudah selesai makan?", Akaashi merespon dengan tanya.

Ia berdiri dan berjalan menghampiriku. Kedua tangannya kini mengambil dua benda, mangkok dan gelas, yang sedari tadi kubawa.

"Kau istirahat lah. Biar aku saja yang mencucinya."

Aku tertegun. Apa Akaashi memang selalu sebaik ini?

Tidak tidak. Aku tak boleh merepotkan Akaashi lebih dari ini! Biar tugas cuci piringnya aku saja yang melakukan!

"Tidak perlu, Akaashi!"

Kedua tanganku merebut kembali mangkok dan gelas tadi dari tangan Akaashi.

"Kau duduk saja! Biar aku yang mencucinya~"

"Tapi--"

"Ssshhh--! Tidak ada tapi~"

Aku tersenyum lebar dan berjalan meninggalkan Akaashi menuju wastafel dan meletakkan barang di tanganku ke wastafel tersebut.

Akaashi masih berdiri di tempatnya dan kini aku menghampirinya dan merangkul lengannya lalu menarik Akaashi kembali ke tempat duduk.

"Jangan keras kepala, Akaashi."

Ucapku sambil terkekeh.

KAPAN LAGI KAN YA BISA BEGINI??

Akaashi akhirnya mau tak mau duduk di tempatnya semula. Ia masih memperhatikan tingkahku. Sepertinya ia merasa tak enak karena mungkin dipikir aku masih tak enak badan. Padahal dari awal kan aku baik-baik saja.

"Biar kubantu."

"Tidak."

"Aku ingin membantu."

"Akaashi."

"...."

Ia menatapku lekat. Astaga. Dua bola emerald-nya itu benar-benar bisa membuatku terhipnotis hanya dengan menatapnya dalam hitungan detik.

"Baiklah, kau menang Akaashi."

Ia tak menjawab dan sibuk melepaskan sesuatu dari jarinya.

Tunggu.

Itu...

"Cincin?", tanyaku.

"Hm? Kenapa?"

"A-Ah tidak.... Itu cincin... Apa?", aku kembali bertanya dengan nada rendah. Entah kenapa perasaanku tak enak.

Akaashi menautkan kedua alisnya sedikit sebelum menjawab.

"Cincin tunangan, kan? Aku tak punya cincin lain selain yang ini."

DEG.

Rasanya seperti tersambar petir. Jawaban Akaashi benar-benar membuatku shock. Jelas lah! Kalau dia punya cincin tunangan itu artinya dia sudah bertunangan kan?

Satu hal yang aku yakini di sini.

Tunangannya bukan aku.

Masalahnya aku tak menemukan cincin apa pun di jemariku. Bahkan kujadikan kalung pun tidak.

Lalu... Kenapa tadi dia menciumku? Dia kan sudah punya tunangan, yang benar saja!

A-Atau jangan-jangan.... Akaashi dan tunangannya dijodohkan secara paksa? Dan Akaashi tidak terima lalu kabur denganku? Denganku yang mungkin saja dalam kehidupan ini disukai oleh Akaashi?

Tapi itu artinya aku pelakor, dong!?

TIDAK MAU!!! Walau sesuka apa pun aku pada Akaashi, tak mungkin aku merebutnya dari orang lain! Aku punya harga diri dan juga perasaan!

"Kenapa tiba-tiba diam?", Akaashi kembali membuka suara.

Aku tak meresponnya dan hanya memberikan tatapan nanar padanya.



Akaashi...

Aku ini... siapa?



TBC

DREAMWhere stories live. Discover now