Gadis menikah (21+)

15.8K 97 3
                                    

Setelah 8 tahun berjalan, hubungan aku dan Jaka masih belum ada kepastian, sedangkan orang tuaku menginginkan aku untuk segera menikah karena saat ini usiaku menginjak 28 tahun, untuk ukuran wanita di kampung ini sudah ketuaan dan jadi bahan gunjingan para tetangga, dibilang gak laku lah dibilang perawan tua lah.

Setelah aku beberapa kali mendesak Jaka agar segera menikahiku, akhirnya Jaka memutuskan untuk ketemuan, dan Jaka yang akan menemuiku di kota tempat aku bekerja.

"Trus..kamu bilang apa ke istrimu agar kamu bisa menemuiku?", "aku bilang ada tugas luar kota dari kantor", padahal bukannya tugas melainkan Jaka ngambil cuti tanpa sepengetahuan Viona istrinya.

Tiba hari di mana Jaka menemuiku, Jaka membuat janji untuk bertemu di sebuah hotel, karena tidak memungkinkan jika Jaka mendatangi rumahku, Jaka takut ditodong ayahku untuk segera menikahiku. Karena ternyata Jaka, menemuiku bukan untuk membicarakan pernikahan hanya untuk menenangkanku agar aku tidak terus menerus memintanya menikahiku."sebenarnya kamu niat nikahin aku gak sih?", "sudahlah, yang penting kan aku selalu ada untuk kamu, nikah gak nikah kamu tetap kuanggap sebagai istriku, bukankah selama ini aku penuh menafkahimu"

Aku dan Jaka berbincang sejak sore hari hingga larut malam dan hujan turun lebat disertai badai yang mengakibatkan banjir yang lumayan tinggi, yang tidak memungkinkan aku untuk pulang. Akhirnya aku dan Jaka memutuskan untuk menyewa kamar di hotel di mana kami bertemu.

Dan malam pun semakin larut, kami berdua di kamar, rasa dingin hinggap di badanku dan akupun menatap Jaka yang sedang duduk di sofa, aku mendekatinya, "ayah..bunda kedinginan", kemudian aku dipeluknya dan akupun tertidur dipelukannya. Setengah sadar aku mendengar suara Jaka memintaku untuk pindah ke tempat tidur, namun aku tidak menghiraukannya saking ngantuknya. "Bun..aku tidur di sebelahmu ya, biar kamu gak kedinginan", tanpa aku sadari Jaka memelukku erat dengan penuh rasa cinta dan malam itu kami lewati berdua.

Keesokan harinya, aku baru tersadar kalau keperawananku telah terenggut, aku sama sekali tidak menyesal karena aku berpikir ini bisa jadi senjataku untuk meminta Jaka menikahiku.

Setelah itu, kami berdua berpisah dan Jaka pun kembali ke Jakarta.

Sejak itu, Jaka tidak lagi menghubungiku dan akupun mencoba menghubungi Jaka tapi tidak bisa, rupanya semua kontak dia ganti bahkan di grup pun dia seolah ditelan bumi.

2 tahun tanpa kepastian, tanpa ada kabar. Akhirnya aku memutuskan, mengikuti keinginan orang tuaku untuk menikah dengan pilihan mereka.

Pernikahan kami, aku dan Rendi nama calon suamiku, direncanakan bulan Mei tahun depan. Setiap hari kami komunikasi untuk membicarakan bagaiman pernikahan kita nanti, namun setiap harinya aku masih memikirkan Jaka tidak pernah bisa lepas. "Yang..kamu kenapa?, dari tadi aku lihat kamu banyakan bengongnya ditanya iya tapi pikiran kamu kemana?", "iya gitu..perasaan aku gak mikirin apa-apa".

Bulan demi bulan berlalu, persiapan pernikahan hampir rampung, termasuk persyaratan administrasi. Tapi satu surat lagi yang belum selesai, surat pernyataan masih gadis/perawan. Saat akan memeriksakan itu, ada rasa takut karena aku sudah tidak perawan, sedangkan di kampungku semua orang tahu bahwa aku belum pernah menikah sebelumnya. "Bagaimana ya caranya biar gak ketahuan, diakalin seperti apapun melalui alat medis pasti ketahuan". Akhirnya aku memutuskan periksa di rumah sakit besar yang agak jauh dari kampung.

Seminggu kemudian tiba waktu untuk mengambil hasil tes, "ini hasil tesnya" kata dokter. "Anda positif kena HIV AIDS", "apaa?? Saya terkena AIDS dok?" aku terdiam bingung takut semua rasa campur aduk, "aku harus bagaimana?" Bertanya dalam benak sembari meninggalkan ruangan dokter.

H-2 pernikahanku, sampai saat ini aku belum menceritakan perihal penyakit yang aku derita. Bingung harus bagaimana. "Nak..kamu kenapa?" Tanya ibuku, "kenapa akhir-akhir ini kamu jadi sering melamun dan murung, bukannya bahagia karena sebentar lagi kamu kan akan menikah", saat itu aku memberanikan diri untuk mengatakan semuanya, "Bu..jangan marah ya", "memangnya ada apa?", "sebenarnya..sebenarnya..hasil tes kemarin..", "ada apa dengan hasil tesmu nak?", sambil memberikan kertas hasil tes, "Gadis dinyatakan terkena HIV AIDS bu", aku menangis sambil memeluk kaki ibu, "Gadis minta maaf bu, Gadis sudah merusak kepercayaan ibu", "ibu tidak mengerti apa yang kamu katakan, maksudnya apa?", "Gadis sudah tidak perawan lagi Bu, keperawanan Gadis direnggut oleh Jaka dan dari hasil tes Gadis dinyatakan terkena penyakit HIV AIDS" sambil menangis aku sujud di kaki ibuku, tapi ibuku berusaha melepaskan pelukanku, "kamu tidak berguna, kamu sudah mencoreng nama baik keluarga, apa kamu tidak berpikir kalau kelakuanmu itu akan menyakiti kami orang tuamu?, kalau sudah begini mau ditaro di mana muka ibu dan ayah, bagaimana menjelaskannya kepada calon mertuamu juga calon suamimu?", aku tidak bisa menjawab aku hanya bisa menangis menyesali perbuatanku. Saat itu aku berpikir untuk mengakhiri hidup karena hidup pun sudah tak berguna.

Setelah itu, ayah dan ibuku bergegas menemui keluarga calon suamiku, dan setelah mereka menjelaskan semuanya tanpa ditutup-tutupi, mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan, apa yang dirasakan keluargaku?, hancurrr..itu semua karena kesalahanku di masa lalu.

Acara pernikahan yang tinggal satu hari batal dilaksanakan. Semua persiapan yang dilakukan satu tahun terakhir terbuang sia-sia, yang lebih menyakitkan pandangan buruk dari tetangga sekitar, nama baik yang tercoreng dan gunjingan orang-orang tentang keluargaku karena perbuatanku.

"Pergi kamu dari rumah ini!" Ucap ayahku setengah berteriak, "mulai saat ini aku anggap kau bukan anakku lagi, pembawa sial", saat itu aku menerima keputusan ayahku dan akupun memutuskan untuk pergi, terlihat ada rasa khawatir di raut wajah ibuku, namun ibuku tidak berusaha mencegahku karena memang aku telah membuatnya kecewa.

Aku berjalan tanpa tujuan dengan pikiran yang kalut, serasa masalah bertubi-tubi menghampiriku, Jaka meninggalkanku, terkena HIV AIDS, nama baik tercoreng, dan yang paling menyakitkan aku sudah tidak punya keluarga sudah tidak dianggap anak lagi.

Aku berjalan sambil meneteskan air mata dan berpikir untuk mengakhiri hidup, hidup pun sudah tak ada guna. Setengah sadar saat aku berjalan aku berpikir untuk loncat ke jurang, "mungkin ini jalan terbaik". Saat hendak loncat, "berhenti..jangan lakukan itu" terdengar teriakan seorang pria dari belakangku, dia menarik badanku sampai terjatuh.

Setelah aku tenang, pria itu sebut saja Roy mengajakku untuk ikut dengannya. "Tidak, aku tidak mau ikut, Anda siapa?", "nanti aku jelaskan di jalan", "tidak, saya tidak kenal Anda, saya takut", "tidak perlu takut, jika kamu ikut saya hidup kamu pasti lebih berarti", "maksudnya?" Tanya aku bingung, "iya makanya ayo ikut", ajak dia sambil membukakan pintu mobil. Akhirnya aku ikut dan Roy mengajakku ke tempat makan. Setibanya di tempat makan, sambil menunggu pesanan, Roy bilang, "kenapa kamu berniat bunuh diri, ada masalah apa?", "apa hakmu untuk tahu?", "dari wajahmu aku lihat masalahmu begitu berat, kamu kabur dari rumah?", "aku bukan kabur tapi aku diusir orang tuaku" setelah itu aku jelaskan semuanya ke Roy. Dan Roy pun menawari aku untuk bekerja untuknya sebagai wanita penghibur di club malam yang dia punya. Saat itu aku menolak, "ini kartu namaku, kalau kamu berubah pikiran, hubungi aku", Roy pun pergi meninggalkanku dengan sepiring nasi lengkap dengan lauknya, "makan..dan pikirkan baik-baik", ucap Roy sambil berlalu.

Setelah selesai makan, aku berjalan keluar masih tanpa tujuan. Hari semakin gelap dan aku bingung harus pergi ke mana. Aku duduk diam di pinggir jalan sambil melamun. "Malam ini aku tidur dimana?" Teringat dengan kartu nama yang diberikan Roy, dengan perasaan ragu aku coba menghubungi Roy, "iya, ada yang bisa dibantu" jawaban di ujung telpon, "Saya Gadis yang Anda temui di jalan", "gimana sudah dipikirkan baik-baik?", "iya, saya bersedia bekerja di club malam Anda".

Gadis MalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang