Selama ini hidup gue gapernah sendirian.
Di kampus walaupun semua orang menganggap gue aneh, gue masih punya temem ngobrol.
Di rumah walaupun nyokap sibuk kerja dan bokap udah gaada, gue saat makan selalu ada yang nemenin.
Bahkan disaat gue sedih, selalu ada yang setia memeluk dan mendengarkan gimana semua keluh kesah yg gue rasain.
●●
Kenalin, dia Yoon Jisung. Social butterfly yang humble dan low profile. Gue ganyangka dia mau jadi dosen saat lulus dari strata 2 nya setengah tahun lalu.Gaya nya emang nyentrik sih. Outfit layaknya anak umur 20an, rambut suka gonta - ganti warna, bahkan sense of humor nya cocok banget sama gue yang masih jadi mahasiswa baru ini.
Gatau gue nya kurang gaul gatau Jisungnya yang bisa menyesuaikan.
Dihitung - hitung kita udah jalan 2 tahun untuk berteman. Jisung orangnya gak macem - macem, cocok sama gue yang gamau ribet. Dan dipikir - pikir kayaknya gue mau temenan sama orang yang awalnya bukan siapa - siapa ini karena tampangnya sih. Sumpah, ketampanan Jisung bukan main - main.
Selesai ngampus gue ngerasa gloomy banget karena tugas kelompok malah ngerjain sendiri. Terdiri dari 4 orang dan kelas gue jumlahnya ganjil. Lagi dan lagi gue harus ngalah.
Jisung muram dan menggandeng tangan gue erat. "Gapapa, kamu hebat makanya disuruh ngerjain semuanya sendirian. Orang lain mana bisa?"
Gue cuma tersenyum menghargai semangat dari Jisung. Dia saja masih punya hati nurani.
"Abis ini mau kemana?" Tanya Jisung.
"Mau ke makam bokap. Lo nganter kan?"
Jisung menggeleng. "Gue anter sampe ujung tempat pemakaman aja. Gamasuk. Takut."
"Kenapa?"
"Pokoknya gamau hehehe. Jam berapa kesana?"
Jisung selalu mengelak kalo gue minta anter kesana. Padahal kemana pun gue pergi, dia selalu ngikut. Hari bertambah sore, gue pun mempercepat langkah agar cepat sampai ke tujuan. Sampai akhirnya gue melewati toko elektronik, Jisung menutup mata gue pelan dengan kedua tangannya. Tepat didepan deretan televisi dekat jendela kaca besar.
"Ini gue udah mau masuk, lo nunggu dimana?" tanya gue ke Jisung.
"Nunggu di tempat biasa aja. Jangan lama - lama ya, mau hujan."
Gue nurut dan masuk. Sedih rasanya masih teringat gue mengantar jasad Papah kesini dengan hati yang berat. Apalagi gue satu - satunya anak yang dimanja Papah, apapun pasti dibeliin.
Air mata yang gabisa dibendung membuat suasana jadi suram. Sekitar gue lama - kelamaan udah pulang dan gue masih betah curhat disini. Memandang foto Papah yang tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last - Wanna One ✔️
Fanfiction[1st Project] Thank you for the memories you..... that always make me smile, I'll try to live well I'll become a better person..... let me give this last present for you... --- Wannable