Satu

252 85 47
                                    

Pagi ini, semua murid kelas sembilan melihat pengumuman kelulusan tingkat SMP, sedangkan kelas delapan dan tujuh juga hadir untuk bagi rapot semester II. Para siswa-i kelas sembilan sibuk dengan amplop yang mereka pegang. Isinya bukan duit, bukan emas, tapi hanya sebuah kertas LULUS.

Sorak-sorai mereka dengan bangganya melihat tulisan itu, terutama Arsy. Tiga tahun perjuangan mereka untuk mendapatkan nilai dan ilmu yang tulus dari para guru.

"Kamu dinyatakan lulus," Arsy membaca pelan tulisannya seraya tersenyum dan melamun.

"Lulus?" Rivan mengagetkan Arsy, yang tiba-tiba saja ia berada di belakang, "kalo ngulang, sini bareng gue lagi," lanjut Rivan sambil tertawa.

"Lo ngulang?" tanya Arsy penasaran.

Rivan menggeleng. Ia menunjukkan kertas yang isinya sama seperti kertas yg Arsy pegang, "lulus kok."

"Ah.. lo mah.. selalu ngagetin aja..,"

"Sori.. sori.. eh btw lulus dari sini mau kemana, ce?"

Ce adalah sapaan akrab Rivan untuk Arsy. Bukan Aci melainkan Cece. Terbiasa Rivan memanggil kakak satu-ibu nya dengan sebutan cece, jadi sekalian saja pikirnya, padahal Arsy tidak ada keluarga tionghoa, dari segi fisik pun tidak. Oleh karena waktu dulu sebelum ibunya mengenal Gunawan-ayahnya Rivan-, ia pernah menikahi keturunan Tionghoa yang muallaf dan sempat memiliki anak, kakak perempuannya Rivan.

Arsy mengerucutkan bibirnya, "hmm, gue di SMA Permata dong, kalo lo? Sama kaya gue?"

Rivan menggeleng, "gue SMK sih, masih SMK deket rumah, tapi rumah gue pindah, ce."

Hening.

"Ce?" Rivan melihat Arsy yang terdiam kaku, sedetik kemudian pukulan yang mendarat di pundaknya Rivan yang membuatnya teriak kesakitan, "Rese lo! Ga bilang-bilang kalau mau pindah." ketus Arsy.

"Yaelah lo, kangen gue?" Cengir Rivan yang malah dibalas pukulan lebih dari Arsy.

"Lagi ha lagi?" Arsy mengancam Rivan untuk diam. Rivan selalu saja terlihat menjengkelkan baginya, tapi Aci sayang pada sahabatnya itu.

***

2 bulan kemudian
Baru sebulan Arsy menjalani kehidupannya sebagai pelajar SMA yang mengalami siklus pergi pagi pulang petang, namanya fullday school. Salah satu teman barunya di kelas adalah Raina. Raina adalah bendahara tergalak di kelas Arsy sekaligus teman sebangkunya. Rambut yang panjangnya sebahu lurus terurai, memiliki hidung mancung dan senyum yang lebar. Di ujung bibirnya terdapat tahi lalat sebagai ciri khas. Raina mempunyai seorang sahabat cowok di kelas X-5 IPS, namanya Ridho. Mereka berdua sering menempel layaknya sepasang kekasih.

Arsy menghempaskan tubuhnya di atas kasur tidur empuk. Badannya terasa sakit setelah sekolah dari pagi hingga sore hari. Sekarang menunjukkan pukul 4 sore dan ia masih mengenakan pakaian putih abu-abunya. Nanti malam akan ada les tambahan lalu pr matematika logaritma yang sama sekali belum ia kerjakan. Tenang, auto be finished. Gumamnya.

Baru saja ia hampir tertidur, ada kebisingan di luar rumah yang membuatnya bangun dan penasaran. Ia mengintip dari balik jendela kamar. Mobil avanza berwarna merah parkir di sebelah rumahnya. Ada anak perempuan seusianya juga turun dari mobil itu bersama perempuan paruh baya, mungkin ibunya.

Hampir satu tahun rumah itu tidak ditempati. Wajar, karena harganya mahal dan tidak terlalu strategis untuk jalanan umum. Hari ini, rumah itu sudah laku terjual.

**

"Assalamualaikum, saya tetangga baru di sebelah. Ayo mampir, Mba.. oh iya mba, nanti kalo saya ada apa-apa, bolehkan dimintain tolong?" Ika dan Jessica menapakkan kakinya masuk rumah Arsy dan duduk di kursi tamu.

Anna ber-O ria, "boleh.. saya ada di rumah kok, silahkan saja."

"Udah mulai tidur di sini? Atau baru pindahan barang ya?"

"Udah tidur di sini. Saya cuma berdua. Anak saya baru masuk kelas sepuluh. Kalau mba?" tanya Ika balik.

"Saya ada satu anak perempuan juga, ada di kamarnya. Sebentar ya," Anna teriak memanggil Arsy, "Aciiii!"

Arsy keluar dengan rambut acakan-acakan, masih dengan seragam sekolahnya. Ika yang melihatnya agak sedikit risih, tapi ia malah memujinya.

"Sudah besar ya mba anaknya. cantik lagi. Oh iya ini jessica, anak tante." Ika memperkenalkan.

"Hai, salam kenal ya, aku Arsy, panggil aja Aci. Yuk masuk kamar, cerita-cerita. Sekalian tukeran nomer hp gitu," ajak Arsy sambil mengulurkan tangan.

"Aku Jessica," ucapnya sambil membalas uluran tangan dan tersenyum, "nanti ya, aku mau beresin kamar dulu, masih ada debu soalnya," Rambut ikalnya yang gelap menjuntai ke bawah, menutupi sebagian wajah Jessica.

"Oh ya, panggil Jeje aja, biar akrab, " lanjutnya.

Arsy mengangguk tanda mengerti.

"Udah dulu, Mba. Kita pamit dulu, mau bersih-bersih. Rumahnya itu aduh, ya maklum lah kotor jadi di tata ulang." Ika dan Jessica segera bersalaman dengan Anna dan Arsy.

***

Seminggu yang lalu, Arsy menetapkan pilihan ekskul nya pada Jurnalistik. Sebuah Ekskul yang membuat desain tentang acara-acara yang akan ditampilkan di sekolah, atau perlombaan dan pertandingan antar kelas. Selain ekskul Jurnalistik, ada pramuka, paskibra, mading, teater, basket, dan organisasi OSIS. karena hobinya adalah desain, Arsy memilih Jurnalistik, ya walaupun tidak sebagus karya Andre Surya, tapi setidaknya tidak membuatnya merasa bosan setelah belajar.

Seusai pulang sekolah, hari ini ia melangkahkan kakinya ke ruang laboratorium jurnalistik. Di koridor ia bertemu pandang sesosok pria. Ia baru keluar dari kelasnya, X-4 IPA bersebelahan dengan kelas Arsy.

"Man, lo bilang aja sama ketua Jurnalistik, bilang aja gue sakit, jadi langsung pulang. Dah gue cabut mau futsal!" Pria ini lalu mengambil tasnya dan langsung cabut ke tempat parkiran, mengambil motornya. Firman mengiyakan dan langsung naik ke lantai dua. Ekskul adalah hal membosankan yang pernah pria ini lakukan. Ia lebih memilih ikut Futsal dibanding menghabiskan waktunya di laboratorium. Mungkin hanya sesekali ia hadir di ekskul untuk menambah nilai rapotnya. Arsy hanya melihatnya sekilas dan buru-buru mengikuti Firman, pria yang diajak berbicara empat mata tadi, ikut ke lantai atas.

Siang ini adalah hari pertama bagi anak-anak kelas sepuluh untuk memulai ekskul. Kelas duabelas tidak lagi diperlukan karena ini waktunya bagi mereka untuk menghadapi segala macam ujian, ujian hidup. Tapi, beberapa anak kelas duabelas masih hadir untuk mengajari dasar dan tata tertib di ekskul ini. Arsy terkesan untuk pertama kali. Hal-hal yang membuat Arsy betah disini ada 3. Pertama, ini adalah hobinya. Kedua, ruangnya full-ac. Ketiga, tentor kakak kelas yang ganteng, yang sedang ada dihadapan Arsy sekarang.

---
Continue?

TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang