Wendy duduk di depan meja belajarnya sambil ditemani beberapa buku pelajaran dan cemilan di hadapannya.
Sebentar lagi dia akan melaksanakan Ujian Nasional. Impiannya untuk bersekolah di sekolah favorit Bandung tinggal sebentar lagi. Wendy menghela nafas berat dan beristirahat dari aktivitasnya lalu menghadap ke langit-langit kamarnya.
"Hahhh... sedikit lagi, aku pasti bisa" dia berusaha meyakinkan dirinya.
Wendy dari dulu memang berniat untuk bersekolah di sekolah yang sama dengan Cantika. Sahabat baiknya dari kecil tersebut.
"Cantika lagi apa ya? Apa aku telfon saja?" Wendy mengambil benda pipih yang berada di sampingnya.
Tuttt... tuttt...
Tak ada jawaban. Dia mengulangnya sekali lagi namun hasilnya tetap sama saja. Tidak ada balasan dari seberang.
***
Keesokan paginya, Wendy berangkat ke sekolah bersama Mr.Bil seperti biasa. Di atas mobilpun dia masih tetap membaca buku pelajarannya. Sampai akhirnya Mr. Bil khawatir kalau Wendy jadi memaksakan dirinya.
"Mata kamu gak capek, Nak? Papa lihat beberapa hari ini kamu selalu membaca buku." Tanya Mr. Bil kepada Wendy.
"Wendy gak capek kok pa, ya kadang-kadang Wendy agak sedikit pusing karna terlalu banyak membaca"
"Usaha itu penting, tapi kamu harus sayang juga sama diri kamu."
"Jangan sampai mata kamu rusak. Nanti kalau matanya minus susah loh buat cari kerja."
"Katanya kamu ingin bekerja di instansi Penerbangan, sayang." Ucap Mr. Bill sambil mengelus rambut Wendy.
"Papa tenang aja, aku juga gak bakalan kelewat batas kok, Pa." Wendy tersenyum sambil terlihat berusaha meyakinkan Mr. Bill.
"Nah sudah sampai, kamu hati-hati ya, nak. Nanti kalau ada apa-apa kamu hubungi saja Papa."
Setelah berpamitan pada Mr. Bill, Wendy terlihat berlari kecil ke dalam sekolah. Karena, 5 menit lagi bell sekolah akan berbunyi.
***
"Taraaa..."
Suara teriakan itu memecah keheningan rumah. Lilian, ibunda Arga Dirgantara yang sedang membangunkan putra semata wayangnya yang enggan bangkit dari ranjangnya untuk mandi dan bersiap kesekolah.
Memang sudah menjadi ritual setiap pagi di rumah itu. Bahkan tetangga pun sudah maklum dibuatnya.
"Masih blom bangun Mama siram nih ya?"
"Iyahh mahhh, Tara udah bangun. Tiap hari gabosen-bosen teriak-teriak begitu, dikira dihutan apa yah"
"Oo baguss, udah berani ngejawab ya? Mau jadi anak durhaka kamu? Kalo kamu ga digituin kebiasaan entar ngerepotin istri kamu"
"Ettdahh mah, canda doang elah pake baper segala. Bawa-bawa istri lagi, punya gebetan aja blom T_T"
"Makanya cepet bangun! Udah jam berapa ini? Aduh Tara... coba aja kamu bisa bangun sendiri ga heboh dulu kaya begini, vertigo juga nih Mama lama-lama ngurusin kamu, aduhhh..."
"Yah, jangan lah mah. Ntar yang bangunin Tara siapa dong kalo mama sakit? Hehe. Sehat terus yah mamahku. Udah ah Tara mau mandi dulu"
Tara mengecup pipi mamanya dan beranjak mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.
"Haduhh, ada-ada aja"
Tara telah selesai bersiap-siap dan segera turun kebawah untuk sarapan.
"Maahh, Tara mau sosis dong"
Tara berteriak di tangga dan langsung memasuki area dapur dan ruang makan.
Langkah kakinya seketika langsung berhenti tepat dibelakang pria yang sedang duduk di meja makan sambil membaca koran pagi.
"Yang sopan sama orang tua, jangan kayak anak ga diajarin sopan santun."
Ucap pria tersebut dengan ketus kepada Tara.
"Maaf pa, papa kapan nyampenya?"
Sekarang nada bicara Tara berubah menjadi lebih rendah. Entah karna takut atau segan bila berhadapan dengan Papanya itu.
"Tadi pagi, papa sampainya jam 2 pagi, kamu udah tidur. Sini duduk, mama udah bikinin sarapan buat kita semua."
Jawab mamanya yang 180 derjat lebih lembut dibandingkan sejak kejadian beberapa saat lalu.
Papa Tara adalah seorang Pilot. Dia jarang berada dirumah, karena perjalananya sering keluar negri. Papanya adalah sosok yang baik hati dan penyayang.
Namun berbeda jika sudah di depan Tara, diamata Tara papanya sangat tegas dan ketus. Tapi Tara mengerti dengan bentuk kasih sayang yang diberikan Dirga kepadanya.
"Duduk kamu! Papa mau ngomong"
Tara yang telah duduk merasa canggung karena merasa sudah membuat kesalahan. Tidak seperti biasa, Papanya lebih ketus daripada biasanya.
"Kapan kamu Ujian Nasional?"
"Akhir April ini pah"
"Hmm, udah tentuin SMA?"
"Pengennya sih di SMA 1 Bandung pah"
"SMA favorit disini kan? Kamu yakin bisa? Nilai kamu kan dibawah rata-rata"
Nada ketus Mr. Dirga yang berbicara sambil membaca koran.
"Wah, Papa gaboleh gitu dong, Tara ga sebodoh itu ko pah. Tara yakin bisa masuk SMA itu"
"Kalo emang yakin ya dibuktiin! Jangan ngomong doang! Usaha dong, mama bilang kamu sekarang banyak main gamenya daripada belajar"
"Hmm baiklah, ini akan menjadi keputusan papa. Jika nilai kamu diatas rata-rata dan kamu bisa masuk ke SMA itu, papa ga akan ngeremehin kamu lagi. Dan kalo kamu gagal, papa akan masukin kamu ke sekolah peberbangan!.
"Lho, gabisa gitu dong pah, ini hidup aku dan aku yang bakal nentuin sendiri, mimpikh pengen kuliah di jurusan komputer! Bukan penerbangan!"
"Oh kalo begitu, joba saja buktikan kemampuan mu itu. Dan yang pasti, jangan buat malu keluarga!"
"Sudahlah Mas, nanti saja dibicarakan. Tidak baik ribut-rubut didepan makanan."
"Tara mau langsung pergi saja, sudah kenyang rasanya dibegitukan."
"Mau kemana kamu? Papa blom selesai! Tara!"
Tara mengambil jaket dan tasnya di kursi dan langsung pergi kesekolah menggunakan taksi online yang sudah dipesannya.
"Kamu jangan terlalu keras dong sma anak, dia sebentar lagi kan mau ujian, nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana?"
"Aku ingin melihat seberapa besar niatnya untuk meraih mimpinya, Aku tidak mau melihat dia gagal sepertiku dulu."
🍒🍒🍒
Hellawww people!
Udah lama ya?
Huhu sorry udah lama ga update T_TMulai sekarang aku usahain seminggu sekali atau duakali. Doain aja yahh😂 mager nya itu lhoo😂
Bonushhh😈
Arga Dirgantara
Mohon tinggalkan jejak ^^
💕💕💕
Find me:
Ig: dianadrmptrii
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTBEAT
Teen FictionSuatu hari pada usia 17 tahun Wendy merasakan jantungnya berdetak kencang saat matanya bertemu dengan mata seorang lelaki yang baru dia lihat sedang memakai seragam sekolah yang sama dengannya berdiri di depan gerbang sekolah. Akankah dia dan lelaki...