Padahal, siang malam aku belajar. Kenapa nilaiku masih saja jelek?
Aku berjalan bersama temanku sambil menggerutu. Kita memiliki nasib yang sama. Tapi, bedanya, nilainya masih lebih tinggi dariku. Agak mengesalkan, sebenarnya. Karena sebenarnya aku yang mengajarinya.
Saat itu hujan deras. Aku berjalan melewati koridor dengan hati-hati. Koridor disini agak licin terkena cipratan air hujan dan alas sepatu murid-murid yang basah.
Dibalik riuhnya suara hujan, terselip alunan gitar. Aku bertanya kepada temanku apakah dia mendengarnya juga? Ia bilang iya. Padahal, ruang musik berada jauh dari tempat kami sekarang. Lalu, ada kau disana, yang ternyata dalang dari suara gitar tadi.
Kau bersama teman-temanmu yang merokok di kantin. Biasanya, jika ada segerombolan cowok di kantin saat pelajaran seperti ini, aku akan langsung membuang muka. Malas, geram, heran. Kenapa ada jenis manusia yang bolos pelajaran dan melakukan hal tidak berguna di kantin belakang sekolah?
Tapi, saat itu aku tidak berpikir seperti itu.
Aku malah berpikir tentang wajah seriusmu saat memetik gitar, gerakan bibirmu yang menggumamkan lagu, dan bagaimana kau tidak ingin ikut-ikutan merokok dengan teman-temanmu.
Kulitmu sawo matang, bukan putih. Hidungmu biasa saja, tidak pesek tidak mancung. Alismu tebal. Bukan ciri khas lelaki tampan yang biasanya suka kulihat di instagram, tetapi entah mengapa aku tertarik.
Garis rahangmu cukup tajam, dan caramu berkomunikasi dengan teman-temanmu menyatakan kau tidak seburuk mereka.
Yah, meskipun kau ada buruknya juga sih. Berteman dengan anak-anak seperti itu dan membolos pelajaran.
Tapi, tak apa soal membolos pelajaran. Aku juga kadang membolos jika bosan.
Temanku menyenggolku, bertanya-tanya aku melamunkan apa. Tidak ada, jawabku. Bohong, padahal jelas-jelas aku sedang melamunkanmu.
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan ke ruang guru.
Hai kamu, semoga besok kita bertemu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Randu, Rania rindu
RomanceSini duduk, mampir dahulu. Kan kuceritakan kisah cinta paling sederhana, namun berkesan yang pernah kudengar. Karena, bukankah cinta memang sesederhana itu?