Sepasang kaki mengendap endap kesebuah ruangan sepi. Udara pagi masih terasa didalam ruangan.
Sepasang kaki mencoba mengeluarkan barang yang telah ia siapkan. Menyimpannya pada target yang telah ia tentukan.
Denting jam yang digunakan dipergelangan tangannya seolah memberi tahu ia untuk segera pergi.
**
"Laper Li" Rengek Rara seperti anak kecil kepada ibunya.
"Bentar lagi istirahat, tunggu aja." Tangannya masih sibuk menulis catatan yang di berikan Bu Tia.
"Dia gak sadar apa semua muridnya gak ada yang merhatiin dia. Mana gua gak ngerti bikin ngantuk tahu gak." Duel Rara kembali.
"Tunggu, lima belas menit lagi juga udah istirahat." Jawab Lia sambil merilik jam yang ada dipergelangan tangannya.
Gerakan Rara yang kelewat tiba-tiba membuat Lia menatap padanya heran. Apa lagi bunyi ia berdiri yang membentur meja membuat ia menjadi pusat perhatian.
"Ibu, saya udah gak tahan pengen ke kamar mandi." Terang Rara dengan ditambahi bumbu-bumbu manis seperti tak tertahan.
"Ya sudah." Jawab Bu Tia melanjutkan menulis di papan tulisnya.
"Ayo Li!" Ajak Rara menarik tangan Lia cepat.
Rara bergerak cepat menarik tangan Lia, mungkin lebih tepat seperti berlari. Keduanya sampai dikantin yang masih lumayan sepi.
Lia mengambil kesempatan menarik nafas sedalam-dalamnya saat ia terduduk. Sungguh ia capek diajak Rara berlari tadi.
Rara entah sudah kemana, Lia tak memperdulikannya. Bingung, satu kata yang ada dipertanyakan Lia, apa sebegitu laparnya kah sahabatnya itu sampai berlari seperti tadi.
Kantin sudah mulai ramai walaupun bel belum berbunyi, mungkin karena lima menit lagi waktu istirahat.
Andin dan Nadia terlihat memasuki kantin. Lia yang melihat itu reflek melambaikan tangannya. Mereka datang kemeja yang telah diduduki Lia yang sedang mengibaskan rambutnya itu.
"Kenapa Lo?" Tanya Nadia melihat kelakuan Lia.
"Sumpah ya temen Lo itu bikin gua olahraga disiang begini." Gerutunya yang tak menghentikan kibasan tangan.
"Kenapa?" Andin membuka suara diikuti raut wajah yang berubah.
Kesal sebenarnya melihat kita sudah banyak bicara, tapi direspon hanya satu kata, namun apa daya namanya juga sahabat.
"Dia kayak gak makan sebulan aja tahu gak, udah tadi kekantin duluan Izinnya ke kamar mandi ke Bu Tia." Jelasnya kemudian.
Orang yang dibicarakan datang dan langsung duduk begitu saja. Melahap makanan yang ia bawa, kemudian menyodorkan air mineral kepada Lia dengan tatapan masih fokus kemakanannya.
Lia yang melihat botol itu langsung mengambil dan menenggaknya dengan cepat. Sedangkan Andin menggeleng tak habis pikir.
"Lo berdua sama aja, yang satu kayak gak pernah makan yang satu kayak gak pernah minum." Diikuti gelengan setelah memerhatikan kelakuan keduanya.
"Ya gimana gua gak haus coba, diajak lari Ama ni anak." Dengus Lia sebagai jawaban.
"Si Nadia kemana?" Tanya Rara kemudian, setelah makan dengan normal tanpa terburu-buru.
Keduanya mengalihkan pandangan mencari keberadaan orang yang dipertanyakan. Keadaan kantin sudah mulai ramai. Mungkin bel sudah berbunyi tanpa kesadaran mereka.
Mang Ucup salah satu penjual bakso dikantin mendatangi meja mereka. Meletakan tiga mangkuk dan pergi setelah tersenyum.
Mereka masih bingung dengan apa yang terjadi dan menatap mangkuk yang ada dihadapan mereka. Suara ketukan botol yang disimpan membuat mereka mengalihkan pandangan.
"Makan." Singkat, padat, jelas. Siapa lagi kalau bukan Andin sahabat mereka yang masih peduli dengan perut sahabatnya itu.
"Uluh-uluh jadi makin sayang deh." Goda Nadia kepada teman sebangkunya ini.
"Kerjain PR." Lugas, memang begitulah Andin.
Menertawakan nasib Nadia yang memasang raut kesal terhadap teman sebangkunya. Memang Nadia dan juga Andin satu kelas berada di sebelas IPS 1.
Lia, Rara dan Nadia dulu mereka satu sekolah waktu SMP, tak satu kelas, hanya saja mereka saling mengenal. Andi, dikenalkan oleh Nadia yang notabenya sebagai teman satu kelas dan juga teman satu bangku saat pertama kali masuk SMA.
Lia fokus ke orang yang baru saja masuk kekantin bersama teman-temannya. Yang menjadi fokusnya adalah ia yang sedang membawa sekotak susu, begitu dengan temannya yang bermaksud menggoda sang pembawa Kotak susu.
Suara mereka terdengar besar untuk sampai ke kursi yang tengah diduduki Lia.
"Lu makin banyak aja sih penggemarnya, kasih lah buat gua." Ujar salah satu temannya yang Lia ketahui bernama Raka.
"Bos kita ini kan emang idaman cewek lah bang." Setuju Dito orang yang amat terkenal dengan kegajeannya apalagi paling mendominasi diantara gengnya, karena dia paling easy going diantara yang lain.
"Berisik." Satu kata dari yang tak lain Rei cowok yang memikat Lia.
Saat tiba didepan Lia dan yang lainnya, Rei berhenti melangkah begitu juga kedua temannya yang lain.
Barang itu yang bertempelkan notes biru itu masuk dengan mudah kedalam tong sampah. Lia yang melihat itu mengaga tak percaya, begitu juga kedua teman Rei yang mencuri tatapan dengan Lia, dan mengikuti kembali Rei yang sudah melanjutkan jalannya.
Melihat Lia yang tercengang melihat adegan tadi membuat ketiga temannya mengerti dan saling melirik penuh arti.
"Itu dari Lo?" Tanya Rara memecah keheningan yang dijawab anggukan oleh Lia sebagai jawaban.
"Mungkin dia gak tahu itu dari Lo." Bermaksud menenangkan namun suara Nadia mendapatkan gelengan.
"Gak mungkin dia gak tahu, gua udah tempel notes ada nama gua juga, ucapan selamat pagi juga udah gua sertain." Jelas Lia.
Ungkapan Lia membuat ketiga sahabatnya turut prihatin dengan keadaan yang terjadi tadi. Mengelus bahu Lia bermaksud menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk [Completed]
Teen FictionOtw [Revisi] Tentang kata yang sukar untuk diungkapkan. Hal yang sering kita lupakan, sangat sederhana. Orang yang memiliki kesungguhan akan berjalan tanpa berhenti atau hanya sekedar untuk menengok.Tentang berjuang, ikhlas dan arti sebuah pengajar...